“Pengawasan dan pendampingan orang tua
sangat penting agar anak-anak tak terpapar aktivitas LGBT ( Lesbian, Gay, Biseksual dan transgender).“”
Fenomena perilaku LGBT (Lesbian, Gay,
Biseksual dan Transgender) kini merebak dan semakin banyak diperbincangkan.
Pasalnya praktek LGBT kini menjadi realita yang mudah ditemukan.
Media masapun cukup sering memberitakan komunitas LGBT ini berikut
beberapa agenda dan kegiatan yang mereka lakukan , Seiring itu, media sosial juga
cukup memudahkan jalan merebaknya fenomena ini.
Ke Dasbor"Education Islam"
Ke Dasbor"Education Islam"
Misalkan saja yang paling menghebohkan jagad maya beberpa waktu lalu
memunculkan akun twiter @gaykids_botplg. Dalam akun tersebut sempat ditampulkan
foto dan video seksual yang tidak layak untuk dilihat sehingga tak beberapa
lama ukun tersebut ditutup.
Tentu saja fenomena ini cukup meresahkan banyak kalangan tak terkecuali
para orang tua. Bahwa Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menolak keras
keberadaan LGBT karena dianggap telah melanggar HAM. Mereka meyakini bahwa LGBT
sangat mebahayakan tumbuh kembangnya anak., karena dianggap sebagai perilaku
sosial yang menyimpang.
Menurut ketua KPAI, Asrorun Niam Sholeh, dalih HAM ( Hak Asasi Manusia
)yang sering diusung untuk menyokong keberadaan LGBT, ini jelas tidak berdasar,
karena banyak HAM orang lain yang justru terganggu dan resah karena keberadaan
mereka .
Fenomena ini telah merusak tatanan kehidupan pribadi dan sosial masyarakat.
Badan Penasehat, Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) sebagai organisasi
professional yang bersifat sosial keagamaan sebagai mitra kerja Kementrian
Agama dan Institusi terkait dalam mewujudkan keluarga Sakinag Mawaddah warahmah
juga cukup keras menyoroti persoalan ini.
Mereka mengeluarkab rilis yang menyatakan bahwa LGBT member pengaruh
tidak baik terhadap mental dan moral generasi bangsa, yang lamabat laun bisa
mempengaruhi perilaku masyarakat LGBT bertentangan dengan nilai-nilai agama,
kepribadian dan budayabangsa Indonesia.Oleh karenanya senada dengan KPAI , dalam
HAM yang digunakan untuk menyokong eksistensi LGBT ini tidak tepat.
BP4 menyerukan kepada banyak pihak untuk membendungny. Sebagaimana
dilansir situs bimasislam kemenaggo.id bahwa BP4 menyerukan pemerintah untuk
mengambil sikap dan langkah tegas sesuai hokum dan konstitusi untuk tidak
member pengakuan danmelegalisasi perilakuhomoseksual dan perkawinan sesam jenis
di seluruh wilayah Indonesia serta menertibkan pihak-pihak yang secara sengaja
enampilkan , mengkampanyekan, menyebarluaskan pembenaran serta mengajak kepada
perilaku dan gaya hidup LGBT.
Upayakan keluarga memperkuat pendidikan dan menciptakan suasana
keluarga yang kondusif dimana komunikasi orang tua dan anak harus dibangun
secara baik. Setiap orang tua wajib mengenal lingkungan pergaulan anak-anaknya
serta membekalinya dengan pendidikan dan ajaran serta nilai-nilai agama yang
kuat.
SIKAP ORANG TUA
Di tengah
pro-kontra LGBT dan merebaknya komunitas tersebut tentu saja telah memaksa
institusi keluarga harus bergerak cepat. Keluarga harus segera membendung
perilaku menyimpang ini jika tak ingin anggota keluarganya terpapar tindakan
yang menyalahi fitrah manusia ( Baca LGBT Fitrah atau bukan..?).
Fakta dilapangan
banyak menyebut bahwa mereka yang terlibat dalam kelompok LGBT ditengarai berasal
dari lingkungan kehidupan keluarga yang tidak kondusif. Misalnya Broken Hoe,
pernah mengalami pelecehan seksual, terpegaruh media porno, yang secara masla
dikonsumsi, pergaulan yang salah serta alasan lain yang menunjang munculnya
bibit-bibit penyimpangan seksual.
Perilaku seksual
yang menyimpang ini bukan saja muncul dalam bentuk tindakan, tetapi sudah
muncul sejak dalam pikiran dan hasrat kejiwaan. Dengan begitu, aksi atau
tindakan yang menyimpang sulit sekali ditebak bila tak diamati dengan seksama.
KPAI mendesak para
orang tua agar berupaya sekuat tenaga melindungi anak-anak merekadari paparan
fenomena dan informasi tentang orientasi seksual yang tidak sesuai dengan norma
hokum maupun budaya bangsa.
Kepala Devisi
Pengawan , Monitoring dan Evaluasi KPAI, Maria Advianti , menyatakan bahwa anak
adalah kelompok yang paling rentan karena belum mampu menyaring informasi yang
sesuai dengan perkembangan dirinya (baca “Melindungi Anak dari bahayaTeknologi”) , sementara gerakkan serta penyebarannya sudah sangat massif
terutama di media sosial.
Langkah segera
yang bisa dilakukan antara lain yani pengawasan penyebaran paham LGBT di dunia
siber dan pemantauan terhadap pergaulan anak termasuk media sosial dan program
televise.
Menurutnya,
pergaulan anak di media masa sasial saat ini sangat mempengaruhi tumbuh kebang
anak. Banyak anak yang terpapar LGBT melalui media sosial. Sementara banyak
pembawa acara di televisi yang memerankan lelaki bergaya seperti perempuan dan
sebaliknya.
Keluarga
benar-benar menjadi ujung tombak pencegahan penyimpangan orientasi seksual.
Untuk itu, benteng keluarga dengan pengetahuan agama dan jalani perintah dan
larangan-Nya, didik anak-anak sejak didni sesuai dengan jenis kelaminnya
berikan pemahaman kepada keluarga terutama anak-anak supaya tidak menyerupai
lawan jenisnya.
Laki-laki tidak
boleh bergaya menyerupai perempuan begitu pula sebaliknya. Jangan lupa untuk
memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang LGBT dengan cara dan bahasa yang
mudah dimengerti anak.
Jika salah
dimengerti bisa jadi anakmalah justru akan mencari penjelasan dari pihak luar.
Dan disinilah celah pemahaman yang salah terbuka lebar akan dikonsumsi anak.
Hal lain yang perlu diperlihatkan berdasarkan temuan komunitas Peduli Sahabat
(PS) , Komunitas yang dengan konsen mengajak dan mengakui kelompok LGBT dan
kelompok SSA kedekatan sosok ayah bagi anak cukup berpengaruh besar.
Di Indonesiaperan
ayah dalam mendidik anak sangat minim bahkan cenderung jadi musuh anak-anak.
Ayah adalah sesuatu yang menakutkan bagi mereka. Mulai dari anak-anak, TK
samapi SMP SD sebagian pendidik formal adalah perempuan. Role model yang tidak
imbang dalam pola asuh punya potensi menumbuhkan perilaku SSA. Sebab itu ,
berilah contoh kepada anak bagaimana seorang ayah dan ibu yang baik.
BILA SUDAH TERPAPAR
BAGAIMANA..?
Banyak orang
bersikap memusuhi dan menghakimi terhadap komunitas LGBT ini daripada merangkul
dan mengajak mereka untuk kembali ke fitrah. Padahal dengan menjauhkan mereka ,
yang terjadi justruakan sebaliknya membuat kelompok ini semakin solid karena
harus bersikap resisten terhadap gempuran pandangan umum masyarakat.
Inilah yang
membuat Sinyo Egi menggagas Komunitas Peduli Sahabat. Menurut Sinyo dan Peduli
Sahabat (PS) , orang yang tersanera dengan persoalan demikian justru harus
didampingi , dikuatkan dan dibekali pengetahuan yang benar.
Karena tidak
sedikit dari mereka yang sebenarnya ingin kembali dari kehidupan normal, yakni
memiliki ketertarikan dengan lawan jenis. Oleh karena itu PS tidak menyebut
realita ini sebagai sebuah penyakit melainkan tidak sesuai dengan fitrah nya
sebagai laki-laki atau perempuan “ Sesuai pengalaman kami , ini member dampak
positif walau mungkin maksudnya sama.
Klien kamilebih
diterima sebagai orang yang inginberubah , bukan sebagai pesakitan “. Demikian
rilis dari PS yang Hidayah terima. Untuk itu, bila orang tua mendapati anaknya
menyukai sesame jenis, sikap yang harus ditunjukkan pertama kali adalah JANGAN
PANIK. Kedua Pelajari Dunia SSA dengan baik dan bantu dia untuk belajar
berubah. Kalau kesulitan , bisa menghubungi Peduli Sahabat (PS).
Senada dengan
Peduli Sahabat KPAI bersama Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak (KPPPA) dan Kementrian Sosial serta pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan
Perempuan dan Anak (P2TP2A), melakukan rehabilitasi terhadap anak-anak
tersebut.
KPAI juga
bekerjasama dengan sekolah dan masyarakat untuk mengatasi perilaku sosial yang
dinilai menyimpang di masyarakat ini
(Berbagai Sumber)
Wallahu
‘alam Bhisawab
No comments:
Post a Comment