Blog Konten Islam: NILAI SEBUAH PERTOLONGAN TANPA PAMRIH
Showing posts with label NILAI SEBUAH PERTOLONGAN TANPA PAMRIH. Show all posts
Showing posts with label NILAI SEBUAH PERTOLONGAN TANPA PAMRIH. Show all posts

Sunday 13 May 2018

NILAI SEBUAH PERTOLONGAN TANPA PAMRIH

NILAI  SEBUAH PERTOLONGAN TANPA PAMRIH

NILAI  SEBUAH PERTOLONGAN  TANPA  PAMRIH  

“Takaran sebuah kebaikkan sejatinya tak akan terukur oleh apapun. Malah akan terus melahirkan berlipat-lipat kebaikan lainnya .”

Sietelah setengah abad Hijrah, dikawasan Bagdad, hidup seorang sufi yang sangat keshor akan ketawaduan dan kebaikkannya. Ia bernama, “Abu Bakar Ibnu Muhammad Abdul Baqi Al-Baghdadi Al-Bazzaz Al-Anshari (535 H). Pribadinya sangat bersahaja. Sebab itulah banyak tokoh yang terpikat mengabdikan perjalanan hidupnya yang sangat menarik.

Satu titik kisah yang sangat eratdikenang adalah tentang kalung mutiara. KIsah itu bermula ketika ia sedang I’tikaf di Masjidil Haram. Abu Bakar tiba-tiba merasa sangat lapar. Sebagai sufi yang selalu hidup dalam kesederhanaan bahkan nyaris tidak punya , tentulah ia jarang mempunyai apapu, tak terkecuali dengan hari itu.
Bunyi perut yang sudah sangat keroncongan tentu, merintih minta diisi sementara Abu Bakar tidak memiliki makanan apapun, bahkan untuk mengganjal perut sekalipun. Karena tidak tahan, AbuBakar pun keluar dari Masjidil Haram. Tak berapa lama ia berjalan, Ia melihat sebuah kantong sutra yang diikat dengan kain sutra pula, kemudian ia pungut dan membawanya pulang. Dengan hati berdebar, ia buka kantong itu yang ternyata didalamnya terdapat sebuah kalung mutiara yang tidak pernah ia lihat sebeumnya. Luar biasa indahmemukau mata.

Sadar bahwa barang temuan itu adalah barang berharga dan pasti ada pemiliknya ia pun menyimpannya ditempat yang aman. Kemudian, Abu Bakar kembali keluar untuk mencari makanan. Di tengah jalan, tiba-tiba ia berpapasan dengan orang tua yang sedang mengadakan sayembara, sambil membawa sekantong uang senilai lima ratus dinar sebagai hadiah.

“Uang ini akan menjadi milik siapa saja yang mengembalikan kantong yang berisi permata !”. Teriak orang tua itu sambil mengacung-acungkan uang yang dijanjikannya. Teringat akan kantong temuannya, Abu Bakar tak sadar bergumam dalam hati. Hmmm…aku akau akan mengambil uang dan mengembalikan kantong yang aku temukan tadi, karena aku sangat membutuhkan uang itu untuk membeli makanan.

Lalu kemudian ia hampiri lelaki tua itu, “Wahai Tuan, mari ikut denganku “, ajaknya sambil meminta lelaki itu menyebutkan ciri-ciri kantong , tali pengikat, kalung permata dan jumlahnya. Begitu cirri-ciri disebutkan dan cocok dengan kantong yang Abu Bakar temukan ia pun segera memberikan kantong tersebut padanya.

Dan lelaku tua itupun menyerahkan hadiah berupa uang 500 dinar kepada Abu Bakar. Akan tetapi, anehnya ia menolak, bahkan tidak mengambil sepeserpun hadiah. Padahal sebelumnya ia ingin mendapatkan duit untuk kebutuhan sehari-hari.

“Aku tiak berhak menerima imbalan itu karena kewajibanku untuk mengembalikannya barang itu kepadamu toh memang itu bukan barangku dan bukan hakku tolaknya dengan halus “.

“Tidak bisa kamu harus menerimanya !”. jawab lelaki itu sambil terus memaksa Abu Bakar. Namun, sufi sufi Baghdad itu bersi kukuh tetap menolaknya. Alhasil akhirnya lelaki tu itupun pergi.

Selang beberapa setelah kejadian itu, Abu Bakar keluar meninggalkan Kota Mekkah dengan menaiki kapal dagang. Namun naas menimpanya. Ditengah laut lepas, kapal tumpanganya pecah akibat terjangan badai dan ombak tinggi. Semua awak kapal bahkan tidak ada yang selamat. Semuanya tenggelam beserta barang-barang bawaan mereka kecuali Abu bakar, yang kebetulan menemukan sebuah balok kapal yang menopang tubuhnya terapung diperairan laut.

Selama berhari-hari, angin dan ombak membawanya entah kemana. Tanpa terasa ia terdampardi sebuah pulau. Ia lantas mencari tempat untuk melepas lelah. Ia menemukan sebuah masjid dan beristirahat didalam sambil membaca Al-Quran.

Tak dinyana, lantuna ayat suci Al-Quran membuat para penduduk pulau tersebut terheran-heran dan terpukau. Mereka segera mendatangi Abu Bakar.

Hai ‘Fulan” Ajari aku membaca Al-Quran pinta mereka bersahut-sahutan. Dengan begitu, akhirnya ia banyak mendapat rizki yang sangat banyak, hadiah dari mereka.

Tanpa terasa, kerasan juga Abu Bakar berada di pulau tersebut, sebagai seorang sufi hidupnya tak pernah jauh dari masjid. Namun, suatu hari ada kejadian aneh di masjid yang biasa dipakai untuk beribadah. Mushaf Al-Quran berserakkan didalam Masjid , tanpa tahu apa penyebabnya. Abu Bakar pun segera mengambil kemudian merapkikannya kembali.

Segelintir orang yang melintas masjid itu tergugah menghampiri Abu Bakar yang kelihatn repot mengumpulkan mushaf Al-Quran dan harus menyusunya. “Apakah Anda juga bisa menulis..? tanya mereka .
“Ya”.
“Kalau begitu ajari aku menulis “
Keesokkan harinya, mereka berduyun-duyun membawa anak-anak dan para pemuda untuk diajari baca tulis. Karena begitu banyak orang ingin belajar darinya , Abu Bakar pun mendapat upah sangat banyak pula.

Melihat generasi muda di pulau itu menjadi pandai membaca dan menulis masyarakat merasa senang dan bersyukur. Rasa hormat begitu mendalam kepada Abu Bakar tak henti-hentinya mereka sampaikan. Rasa cinta malah mulai tumbuh di hati mereka. Mereka ingin orang yang mereka kagumi itu selama-lamanya tinggal bersama di pulau itu.

Namun, masyarakat menginginkan ada sesuatu yang bisa menginkat Abu Bakar agar hatinya selalu tertambat ditanah kelahiran mereka. Merekapun segera berembuk .Lalu muncullah cara paling ampuh , yakni apalagi kalau bukan menjodohkannya dengan salah seorang pemudi pulau itu.

Untuk orang special, haruslah disandingkan dengan orang-orang special pula. Mereka teringat pada sosok si Fulanlah yang yatim. Gadis cantik nan terpandang yang kesohor akan kekayaanya. Terbersit dikepala dan hati mereka untuk segera menjodohkan gadis itu dengan Abu Bakar.

Merekapun segera mendatangi Abu Bakar, Wahai tuan , di desa ini ada seorang anak perempuan yatim yang memiliki harta warisan yang amat banyak. Kami mohon kepadamu, agar engkau berkenan menikahinya.

Singkat kata Akhirnya Abu Bakar mau menerima saran penduduk pulau tersebut dan kemudian Akad nikahpun digelar. Perempuan Yatim itu akhirnya sah menjadi istri Abu Bakar. Namun sampai disitu Abu Bakar belum juga bertemu dengannya, kemudian para kerabatpun lantas menyuruh perempuan itu menemui mempelainya.

Ia pun keluar , dengan pakaian pengantin mewah dibalut pernak-pernik perhiasan, perempuan itu terlihat begitu anggun mempesona mengenakannya. Mata Abu Bakar pun tak berkedip, tapi yang membuat matanya tak berkedip ialah Kalung Mutiara  yang dipakai dileher sang mempelai wanita itu.

Ia pun begitu terkejut dan terheran-heran tidak bisa memikirkan hal lain termasuk sang istri yang baru dijumpainya, kecuali kalung tersebut. Melihat tingkah Abu Bakar, orang-orang yang hadirpunmenegurnya, “Hai tuan , ketahuilah, engkau telah menyakiti hatinya, karena pandangnmu terus kearah kalung, sementara engkau tidak menghiraukan kehadirannya sama sekali.

Mendengar teguran tersebut Abu Bakar langsung tergugah untuk meneritakan hal yang berkecamuk di benaknya saat ia melihat kalung dileher istrinya. “Apa hubungan istriku dengan orang tua yang ada dalam ceritaku ..?. Tanyanya diakhir ceritaya. Tak langsung menjawab orang-orang yang hadir itu malah justru bertakbir dan menyebut nama Allah.

Bahkan kabar itu segera menyebar seluruh penjuru pulau. Merasa masih penasaran, Abu Bakar pun dalam satu kesempatan menemui masyarakat, “Apa yang sebenarnya terjadi..?. ‘Ketahuilah ! Orang tua yang mutiaranya hilang dan kamu yang menemukan da mengembalikannya itu adalah bapak dari istrimu.

Ketika itu almarhum pernah berkata kepada kami, “Di dunia ini aku belum pernah melihat seorang muslim yang baik kecuali orang yang telah mengembalikan kalung ini kepadaku “. Kemudian dia berdoa, “Ya Allah pertemukan aku dengannya, aku ingin sekali menikahkannya dengan putriku, Doa dan harpannya benar-benar menjadi kenyataan terang mereka.

Usai tersingkap rhasia dibalik  kisah kalung mutiara itu, Abu Bakar pun akhirnya hidup tenang bersama sang istri. Beberapa tahun kemudian, mereka dikarunia 2 orang putra. Namun selang beberapa lama, sang istri tutup usia meninggalkan Abu Bakar dan anak-anak, dengan meninggalkan warisan yang melimpah untuk mereka.

Bahkan tak lama, kedua anaknya pun ikut menyusul ibunya, dalam usia yang masih sangat muda. Walhasil, kalung mutiara yang menyisakan kenangan dan kisah berharga itu  pun menjadi milik Abu Bakar seorang. Untuk membiayai hidup akhirnya iapun menjual dengan harga seratus ribu dinar. Begitulah buah dari kebaikkan. Akan terus melahirkan kebaikkan lainnya.
Wallahu ‘alam Bhisawab

[Sari/disarikan dari The Great Women, Mengapa Wanita harus Merasa Tidak Lebih Mulia (judul asli:Uluwwul Himmah “Inda An-Nisa), Pena Pundi Aksara 2006]

Tri Yudiono Publishing https://blogkontenislam.blogspot.com - 14 Mei 2018

BUKIT SINAI, SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL

BUKIT SINAI,   SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL Dasbor Kisah Nabi" BUKIT SINAI, SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL “Selaman...