JENAZAH
SANG KYAI WANGI
DAN BERSINAR
“
Saya melihat, mereka saling berpelukan dan bermaaf-maafan. Saya sendiri heran
melihat kakek [KH.Ilyas] didatngi oleh ulama’ sebesar KH. Abdullah Saydi’i.
Satu minggu setelah itu ternyata KH. Abullah Syafi’I meninggal dunia. Rupanya
kedatangan KH. Abdullah Syafi’i ke rumah kakek untuk berpamitan terakhir kali
“, ujar ustadz Rifa’i..
Dalam sebuah hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Disebutkan, “Saya mendengar Rasulullah
saw bersabda, “Sesungguhnya umatku akan datang di hari kiamat dalam wudhu.
Barang siapa diantara kamu ingin memperpanjang batas cemerlang, maka
kerjakanlah “.
Hadits tersebut mengingatkan kita bahwa air wudhu yang kita pakai untuk
membasuh seluruh anggota tubuh tertentu kelak menjadi saksi ibadah dan ketaatan
kita kepada Allah swt di hari iamat. Namun bagi sebagian manusia yang suci dan
senantiasa terhindar dari perbuatan dosa dan maksiat, cahaya atau sinar bekas
air wudhu itu bisa saja terpancar dari diri mereka , dengan izin Allah swt,
ketika mereka masih berada di dunia atau ketika merek meninggal dunia.
Keistimewaan itulah yang terjadi pad jasad seorang ulama yang mencapai
taraf waliullah, yaitu Allahu yarhamhu, KH. Mohammad Ilyas. Orang yang sempat
menyaksikan keistimewaan luar biasa itu ialah cucu sendiri yaitu Ustadz H. Ahmd
Rifa’i, seorang da’I yang kini tinggal di daerah tanggerang.
Diceritakan oleh ustadz Hj. Rifa’i
bahwa ketika kakeknya meninggal
dunia ia termasuk salah seorang dari keluarga yang ditugaskan memandikan
jenazah kakeknya. Menurutnya, ketika pakaian kakeknya dibuka untuk dimandikan,
ia mencium bau wangi dari tubuh kakeknya. Bukan itu saja, ia juga melihat dari
anggota tubuh kakeknya yang biasa dibasuh air wudhu terlihat bersinar. Ia juga
mengaku sangat terharu dengan peristiwa itu. Pada saat itu, ia jadi teringat
akan hadits Nabi Rasulullah saw yang penulis sebutkan diatas.
“Waktu kakek saya meninggal, saya ikut memandikannya. Sebelum beliau
dimandikan, sekujur tubuhnya sudah berbau wangi. Begitu pakainnya dibuka, semua
anggota tubuhnya yang biasa terkena air wudhu terlihat bersinar ‘, ungkap
ustadz Rifa’i.
Ustadz Rifa’I mengaku bahwa tidak tahu kalau kakeknya adalah seorang
waliullah. Ia baru tahu bahwa kakeknya adalah waliullah setelah diberi tahu
oleh seorang ulama besar KH. Damanhuru.
Ustadz Rifa’I sendiri yang sejak kecil sudah tinggal bersama kakeknya
itu, mengaku kenal betul dengan kebiasaan dan sifat-sifat kakeknya. Menurut
ustadz Rifa’I selama hidup kakeknya orang yang suka mengamalkan amalan tasawuf.
Beliau adalah pengagum berat Imam Al-Ghazali mulai dari “Bidayatul Hidayah”
hingga “ihya Ulumudin” dipelajari dan diamalkan oleh kakek. Hampir
semua amalan yang dikerjakan oleh KH. Ilyas diperoleh dari Kitab Imam Ghazali.
“Beliau lebih banyak diam daripada bicara. Bahkan, ketika seorang
anaknya meminta pendapatnya karena ada seorang da’I yang keras bicaranya, H.
Ilyas hanya diam dan tidak mau berkomentar sedikitpun. Ia takut pendapatnya
salah “ kenang Ustad Rifa’i.
Satu hal yang masih diingat oleh ustadz KH. Ilyas ialah sifat wara’
atau hati-hati dari Allahu yarham dalam memelihara perbuatannya. “Ketika saya
masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas lima, saya pernah ditegur oleh beiau
karena memakai celana pendek didalam rumah’, cerita Ustadz Rifa’i.
KH. Ilyas juga adalah tipe orang yang tidak mau terkenal semasa
hidupnya. Beliau selalu menyembunyikan keulamaannya dari pengetahuan orang
lain. “Kalau beliau keluar rumah, beliau akan memakai pakaian biasa seperti
pakaian yang orang lain pakai, tidak menunjukkan pakaian sseorang kyai. Tetapi
kalau beliau sedang beribadah, semua perlengkapan yang merupakan sunnah Rasul
dipakainya. Beliau benar-benar taksim kalau sedang dalam beribadah. Bahkan,
untuk beribadah sholat Jum’at, beliau sudah menyiapkan segala perlengkapannya
mulai dari pakaian sampai uang infaqnya, satu hari sebelumnya.
Selain itu beliau juga tidak pernh meninggalkan sholat berjamaah.
Seolah sholat berjamaah itu sudah merupakan kewajiban baginya “, kata ustadz
Riafa’i.
Sebagai seorang cucu yang sejak kecil sudah tinggal bersama KH. Ilyas,
Ustadz Rifa’I beberapi kali menyaksikan keanehan-keanehan yang terjadi pada
diri kakeknya itu. Salah satu keanehan itu adalaha ketika KH. Abdullah Syafi’I (seorang
ulama besar dan terkenal di Jakarta pendiri perguruan Asy-Syafi’iyah) akan
meninggal dunia. Satu minggu sebelum meninggal dunia KH. Abdullah Syafi’I datang
kerumah KH. Ilyas membawa pelbagai makanan.
Baca Juga "Tragedi Malam Pengantin"
Baca Juga "Tragedi Malam Pengantin"
“Saya melihat, mereka saling berpelukkan dan bermaaf-maafan. Saya
sendiri heran melihat kakek didatangi oleh ulama sebesar KH. Abdullah Syafi’I.
Satu minggu setelah itu ternyata KH. Abdullah Syafi’I meninggal dunia. Rupanya
kedatangan KH. Abdullah Syafi’I kerumah kakek berpamitan terkahir kali “, ujar
ustadz Rifa’I.
Kehidupan sehari-hari KH. Ilyas sangat sederhana, tetapi beliau mampu
memeberangkatkan anak-anaknya untuk beribadah haji ke Tanah Suci. Dari mana
ongkos pergi haji itu didapatkannya..?. Menurut Ustadz Rifa’I kakeknya itu,
setiap mengajarkan satu kitab kepada murid-muridnya, biasanya murid-muridnya
memberikan uang sekedarnya kepada Kh. Ilyas.
“Uang itu tidak disimpan didompet atau diberikan kepada istrnya,
melainkan disimpan saja dalam lembaran-lembaran kitab yang diajarkannya.
Setelah ama kitab itu dibuka dan ternyata diluar dugaan dan mungkin diluar
nalar manusia setelah dibuka kitab yang berisi uang itu mampu memberangkatan
anak-ananya pergi haji. Maka uang itu digunakan untu memberangkatkan anak-anak
pergi menunaikan ibadah haji”, cerita ustadz Rifa’i. Salah satu nasehat atau
wejangan KH. Ilyas yang selalu diingat ustadz Rifa’iadalah,”Jangan menjadi
orang yang suka meminta-minta “.
Menurut ustadz Rifa’i petuah itu sangat besar makna nya. Dengan petuah
itu KH. Ilyas sebenarnya melarang kita untuk hubbudunnya (terlalu mencintai
dunia).Kita dilarang mencintai ehidupan dunia terlalu berlebihan dengan cara
menerima dan mensyukuri apa yang telah diberikan kepada Allah kepada kita.
Padahal zaman sekarang ini banyak orang yang sebenarnya sudah kaya dan
berkecukupan, tetapi tidak bisa mensyukuri kekayaannya. Malah mereka terus
menimbun harta kekayaannya tanpa mengenal rasa cukup dan puas terhadap karunia
Allah.
KH. Mohammad Ilyas meninggal pada tahun 1991 dalam usia 90 tahun
dirumahnya didaerah cikini ,Jakarta Pusat. Sebelumnya, beliau tidak sakit,
tetapi hanya jatuh terpeleset di kamar mandi. Oleh anak-anaknya KH. Mohammad
Ilyas dibawa ke tempat tidur.
Di tempat tidur, waliullah ini meminta tasbih yang banyak, satu di
leher, satu ditangan kanannya, satu lagi di tangan kirinya. Beliau meninggal
pada malam hari dengan indahnya. Yaitu setelah melaksanakan Sholat malam.
Jenazah beliau dikuburkan di Pekuburan Kawi-Kawi di daerah keramat Sentiong
Jakarta.
Wallahu ‘alam Bhisawab