“ Seungguhnya
orang-orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling bertqwa diantara kamu“
Barangkali Carsono tak
menduga jika nasibnya setragis sekarang. Hidup bertumpu pada pekerjaan
pemulung, sungguh tak pernah terbesit dalam benaknya.
Apa daya, demi menyambung
hidup, pekerjaan yang bagi kebayakan orang dipandang hina ini mesti ia lakoni.
Sebenarnya carsono bukan tipe orang yang mudah menyerah. Ia sosok yang gigih.
Pasalnya ia sudah berkali-kali membuka usaha setelah Bank yang tempatnya ia
bekerja kena likuidasi.
KE DASBOR >>>"RAHASIA ILLAHI 2"
KE DASBOR >>>"RAHASIA ILLAHI 2"
Mulai dari penggemukan sapi,
beras , petai, buka warung, hingga usaha bebek ia lakoninya. Hanya saja nasib
baik tidak berpihak padanya. Semua usaha berakhir menuai kegagalan. Yang lebih
menyedihkan hutang demi hutang mulai menghampirinya.
Ia juga lari kesana kemari,
mengetuk dari pintu ke pintu untuk menjemput pekerjaan. Namun semua pintu
terasa tertutup baginya dengan berbagai alasan.
Pekerjaan yang
dinanti-nantinya seakan menjauhi dirinya. Sementara disisi lain, kebutuhan
keluarga sehari-hari tak kenal kompromi. Biyaya pendidikan anaknya plus
kebutuhan lainnya yang sangat mendesak kian menghantuinya.
Di bulan-bulan kehancurannya
sepertinya Carsono masih sanggup menghadapi problemnya. Carsono masih bersikap
sabar dan bertahan dengan sisa-sisa uangnya. Mungkin inilah bagian dari ujian
Allah yang diberikan kepadanya dalam soal ekonomi.
Ia masih brpikir roda tak
selamanya ada diatas, melainkan juga dibawah. Kemarin dia berada diposisiatas,
dan sekarang berada diposisi bawah, dan esok mungkin bisa berubah lagi.
Dihadapkan pada sejumlah
kebutuhan dan masalah lain yang sungguh menekan batinnya benteng pertahan
Carsono jebol juga. Bebragai usaha telah dilakukan dan do’a pun telah
dipanjatkan disetiap saat karena ia sadar ketika manusia menghadapi sjumlah
permasalahan dan tak sangguplagi menyelesaikannya, maka kembalikanlah kepada
Allah.
Tapi tampaknya permohonan
Carsono belum juga terwujud. Akhirnya jalan lain yang jauh dari benaknya
dilakukan. Ia pun menjual rumah yang ditempatinya.
Kedua bola mata Carsono
berkaca-kaca, sejurus kemudian air mata membanjiri pipinya. Setegar-tegarnya
seorang laki-laki, rasanya berat sekali menghadapi ujian ini.
Untunglah, ditengah kondisi
ekonominya yang hancur, ia masih bisa berpikir jernih. Ia tak mau menghalalkan
segala cara untu mendapatkan rejeki. Islam yang dianutnya masih digenggam
erat-erat.
Demiperut ia tak mau
melepaskan agamanya. Hebatnya lagi, ia tak pernah meninggalkan kewajibannya
sebagai seorang muslim. Ia tetap rajin beribadah dan doa – doanya tetap
dipanjatkan.
Menurutnya harta benda boleh
habis, namun iman di hati harus tetap terpatri dalam diri. Seperti apapun
penderitaanya, iman sebagai satu-satunya bekal perjalanan menuju akhirat
janganlah tergadai.
Mendung hitam terus
menggelayuti keseharian Carsono. Lembaran buram yang mengisi keseharian tak
segera sirna malahan kegelapan terus menyelimuti.
Kemana lagi kaki ini harus
melangkah sementara, ia harus mendapatkan tempat tinggal bagi diri dan
keluarganya. Setelah terjual rumahnya, pijakkan kakinya tak semantap dulu.
Tiap jengkal langkah,
menyimpan kegundahan dan kebingungan dalam pikirannya. Ia berusaha
menyembunyikan air muka kesedihan. Iapun mulai memutar otak bagaimana caranya
bisa keluar dari problem yang membelitnya…?
Sayang, tak ditemukan
jawaban yang menggembirakan. Buntu, sampai suatu saat ia bergabung dengan
komunitas pemulung. Akhirnya, jalan memulungpun ditempuhnya.
Setiap pagi, ia bersama-sama
teman-teman yang lain berpencar melakoni pekerjaan barunya mencari
barang-barang bekas dari satu tempat ke tempat lainnya yang bisa menghasilkan
uang.
Berbekal gerobak, ia
menyusuri gang-gang memungut bahan-bahan plastic, kaleng, atau besi-besi yang
telah dibuang pemiliknya ketempat sampah. Pekerjaan ini memang tampak rendah
dimata orang, tapi Carsono tak malu.
Toh apa yang dihasilkan juga
halal. Bukankah ukuran kemuliaan disisi Allah adalah tingkat ketaqwaan
seseorang bukan prifesinya. Sebuah topi senantiasa menutupi kepalanya. Baju
panjangnya yang lusuh senantiasa dikenakannya. Dari pagi hingga siang ia terus
mengelilingi jalanan.
Bila melihat barang-barang
yang berserakkan yang sudah dibuang ditumpukkan sampah, namun masih bisa
dimanfaatkan ia tak sungkan-sungkan memungutnya setelah diperbolehkan
pemiliknya.
Bial rasa capek mulai
menjalari tubuhnya, ia mencari tempat berteduh. Terkadang di bawah pohon,
terkadang dibawah atap bangunan. Kadang-kadang waktu istirahat angan-angannya
menerawang masa laluDulu ia bekerja ditempat yang sangat nyaman disebuah
perbankan dengan ruang ber-AC mengenakan pakaina rapid an bersih serta
menikmati secangkir the hangat. Tia bulan gaji yang lumayan selalu didapat
tepat waktu. Dari gaji tersebutlah ia memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ekonomi
Menghimpit
Hidup bahagia bersama
keluarga dan berkecukupan dambaan setiap orang. Begitu pula Carsono, sejak awal
Carsono mendambakannya. Latar belakang ilmu pengetahuan dan kemampuan yang
dimilikinya membuat dia cukup percaya diri mencari pekerjaan.
Dan penantian Carsono
tampaknya membuahkan hasil setelah ia diterima bekerja di PT. Graha Sarana Duta
di Jakarta (1989-2000) sebagai staf pengawasan.
Bertahun-tahun ia bekerja di
PT tersebut. Ia menjalaninya dengan tekun dan konsisten sehingga terpikir
olehnya bahwa inilah sandaran hidup bagi dirinya dan keluarganya. Merasa sudah
mapan rencana jangka panjangpun masuk dalam daftar pikirannyasetelah dibarengi
dengan karirnya yang menanjak secara bertahap.
Lelaki yang sudah
diakruniailima anak ini pun dengan tekad bulat memberanikan diri membeli sebuah
rumah. Ipe kecil memang, cukuplah sebagai tempat berlindung membangun rumah
tangga yang nyaman dan bahagia.
Disamping itu aktivitas
keagamaan sering diikutinya, bahkan ia juga menjadi pengurus bagian kerohanian
di Bank tersebut. Ia menandakan bahwa ia bukan saja bekerja giat untuk urusan
dunia, tetapi ia juga sangat memperhatikan urusan akhirat.
Sholat lima waktu ia jalani
dengan tekun bahkan mengajak teman-teman lain untuk mengaji. Sampai suatu saat
datanglah ujian diatas. Awalnya adalah orang yang cukup mapan kemudian berubah
menjadi drastic setelah Bank tempatnya bekerja dilikuidasi.
Memang waktu itu banyak Bank
yang dinilai pemerintah kurang sehat. Untuk menyehatkan diperlukan merger
antara Bank. Praktis setelah dilikuidasi berdampak pula pada mata
pencahariannya. Dari sinilah kehidupan baru Carsono berganti.
Banyak teman-teman saya yang
stress setelah tidak bekerja. Ada yang jatuh sakit yang kemudian badannya
sampai kurus kering. Adajuga yang rumah tangganya kemudian hancur dan masih
banyak lagi yang lain kondisinya lebih menyedihkan setelah tdak bekerja.
Saya masih beruntung
berpegang teguh pada keimanan saya sehingga tidak buta dalam memandang
kekayaan.
Carsono merupakan sosok yang
gigih, ia menyikapi dengan sabar tak perlu berlarut-larut dala kesedihan.
Peduli
pada komunitas PEMULUNG
Rasa malu memang sempat
hinggap dalam diri Carsono. Bayangkan jika ia harus bertemu dengan teman-teman
yang dulu pernah sekantor dengannya atau ia bertemu dengan tetangganya atau ia
bertemu dengan teman tetangga tetangga sekomplek waktu diperumahan dulu.
Terus terang ia masih
sedikit kikuk bila bertemu dengan mereka.Oleh karena itu ia sengaja menyusuri
tempat-tempat yang mungkin jauh dari teman-temannya.
Setiap hari ia melakukan
pekerjaan itu. Kini rasa malu telah terkikis. Baginya pekerjaan tersebut halal
sebagai penopang hidupnya. Toh pekerjaan ini bukan pekerjaan tetap yang di
idam-idamkan. Orang boleh saja memandang pekerjaan itu hina, penolakkan sebagai
masyarakat yang tidak menginginkan para pemulung masuk kedalam komplek
perumahan.
Tetapi pekerjaan yang ia
lakukan lenih mulia ketimbang mencuri atau tindakan – tindakan criminal lain
yang sangat meresahkan dan sangat menggenggu ketentraman orang lain.
Sementara orang seperti
dirinya tidak merugikan orang lain. Prinsipnya, pekerjaan boleh saja bergelut
dengan sampah dan kotoran namun ia tidak ingin mengenyampingkan ibadahnya.
Tak membuat dirinya rapuh,
justru semakin kuat dan tegar. Dimana masa sulit ini ia justru merasa dekat
kepada Allah. Banyak bermusahabah. Sholat lima waktu tak pernah ditinggalkannya
, dzikir dan berdoa tak pernah ketinggalan.
Pengetahuan agama diperdalam
sebab hanya dengan cara inilah mungkin yang bisa menenangkan hatinya. Bahkan ada
misi lain yang ingin ia tebarkan kepada teman-teman di komunitas pemulung.
Ia memberika arahan baik
kepada teman-temannya untuk menepis anggapan bahwa pemulung sangat lekat dengan
hal-hal buruk dan jauh dari norma-norma agama. Sebab banyak orang menganggap
komunitas ini tidak pantas didekati karena suka mengambil barang orang atau
lainnya.
Tidak, pemulung tidak
demikian, yang menjadikan mereka seperti orang hina adalah peerjaannya saja.
Selain itu mereka sama seperti orang lain pada umumnya.
Salah satu wujud untuk
menepis pandangan miring adalah selalu meminta izin kepada pemilik rumah, jika
bermaksud memanfaatkan barang yang tampaknya sudah tidak terpakai.Disamping
itu, untuk merekatkan dan menanamkan nilai-nilai agama ia mengajak tean-teman
lain untuk sholat berjamaah , mengaji bersama, dan menyelenggarakan TPA.
Untuk menjembatani itu, ia
dan teman-temannya mendirikan musholla sederhana pada awal ramadhan 2007
kemarin ditengah pemukiman para pemulung. Ukurannya memang kecil 3 X4m , tapi
cukuplah sebagai tempat untuk menjalankan sholat berjamaah dan majlis taklim.
Dindingnya pun terbuat dari
sisa- sisa kayu yang tak terpakai. Kini ia bersama keluarga tinggal dalam
sebuah kontrakkan kecil, tidak jauh dari komunitas pemulung.
Ia juga masih memulung
mengetuk dari satu warung ke warung lain, mencari kardus untuk dikumpulkan.