Blog Konten Islam: KE INSYAFAN EKS PEMBUNUH DIBAYAR NYAWA
Showing posts with label KE INSYAFAN EKS PEMBUNUH DIBAYAR NYAWA. Show all posts
Showing posts with label KE INSYAFAN EKS PEMBUNUH DIBAYAR NYAWA. Show all posts

Friday 6 July 2018

KE INSYAFAN EKS PEMBUNUH DIBAYAR NYAWA

KE INSYAFAN   EKS PEMBUNUH DIBAYAR NYAWA


DASBOR "RAHASIA ILLAHI 2"


KE INSYAFAN EKS PEMBUNUH
DIBAYAR NYAWA
“ Orang tua berjubah putih menatapnya dengan tajam. Matanya nanar menggambarkan kemarahan. Ditangannya terselip sebuah cambuk yang terbuat dari buntut ikan pari “.

Sekitar 40 tahun yang lalu, didaerah pinggiran Tasikmalaya lahir seorang laki-laki mungil, hasil perkawinan suami istri yang berprofesi sebagai petani. Kehadirannya disambut dengan suka cita oleh keluarga. Apalagi posisinya sebagai anak terakhir.

Kehidupan sehari-harinya dijalami dengan riang bersama teman-temannya sebaya lainnya. Ia paling senang bermain kelereng, sepak bola dan bermain lodong (meriam dari bambu). Bila hari beranjak sor, ia berbgegas pulang untuk membersihkan badan dan bersiap-siap pergi ke mushalla. Setiap hari ia melakukan sholat magrib berjamaah dan mengaji kepada seorang ustadz bersama teman – temannya. Rutinitas ini ia lakukan sampai menginjak usia 12 tahun atau selepas Sekolah Dasar (SD). Orang tuanya berkeinginan agar ia melanjutkan sekolahnya ke pesantren untuk menambah bekal keilmuan dalam bidang keagamaan. Akhirnya ia dimasukkan ke sebuah pondok pesantren daerah Garut, Jawa Barat.


Selama 3 tahun ia digembleng dalam pondok pesantren. Disini ia juga menempuh pendidikan formal di Madrasah Tsanawiyah selain mengaji kitab-kitab kuning di ponpes. Selesai menempuh pendidikan, ia lantas dipindahkan orang tuanya ke sebuah pesantren di kota Tasikmalaya untuk melanjutkan jenajnag Madrasah Aliyah. Sayang , pendidikannya tidak bisa ditamatkan, hanya sampai kelas 2 disebabkan karena kendala ekonomi yang melilit keluarganya. Padahal selama nyantri ia termasuk santri yang mahir dalam berceramah disetiap acara yang diselenggarakan pondok pesantren.


Di rumah, ia bertekad membantu kedua orang tuanya untuk menggarap sawah. Ia juga aktif dalam kegiatan-kegiatan remaja di desanya. Namun, dari sinilah ia mulai mengenal pergaulan yang lain, tidak seperti dipondok pesantren dahulu yang hanya mengaji. Ia merasa mendapatkan pengalaman yang lain. Ia mulai sering begadang hingga larut malam dengan bermain gitar atau sekedar bermain kartu remi. Lama kelamaan, karena pengaruh teman-temannya ia mulai berani mencicipi minuman-minuman keras dan narkotika.

Pertama-tama ia selalu menolak karena hal itu dilarang oleg agama . Namun akhirnya ia terbujuk juga dengan alasan kesetiakawanan. APa yang diajarkan dipondok pesantren selama beberap tahun untuk saling membantu dalam hal kebaikkan sudah terlupakan. Malah ia terperosok semakin dalam ilmu-ilmu agama yang pernah diperolehnya ternyata tidak membawa manfaat dan pengaruh bagi kehidupannya. Ia lepas control tidak bisa lagi membedakan mana yang boleh dan mana yang dilarang.

Kini setiap hari mulutnya selalu berbau alcohol mata merah dan kemana-mana selalu membawa senjata tajam. Saat malam tiba, ia bersama teman-temannya menghabiskan waktu dengan bermain judi dan minum-minuman keras. Kerapkali diselingi dengan bermain gitar dan tertawa terbahak-bahak yang membuat tidur penduduk selalu terganggu setiap malam.

Tidak cukup hanya bermain judi, dan minum-minuman keras. Ujang bersama kawan-kawannya mulai berani mengambil harta milik masyarakat. Mulanya hanya sekedar mencuri ayamuntuk dipanggang. Tapi lama kelamaan sudah berani mencuri TV, Motor, dan barang berharga lainnya.

Tindakan-tindakannya tentu saja membuat masyarakat resah. Masyarakat hampir tidak percaya, Ujang yang pernah belajar dipondok pesantren dan dahulu dikenal anak yang pendiam dan rajin sembahyang, bisa berbuat demikian. Orang tuanya sendiri sudah berulang kali menasehati, tapi tidak dianggap dan dianggap angin lalu.


Hari demi hari berlalu, kelakuan Ujang bersama kelompoknya semakin sadis saja. Bahkan pernah membunuh orang yang berani melawan dan ingin mencegah perbuatan jahatnya. Tidak ada satupun warga yang berani melawan. Masyarakat sudah mencoba untuk meminta bantuan Kepala Desa. Badan Perwakilan Desa dan kepolisian setempat untuk mencari jalan keluar. Sayang usaha tersebut sia-sia. Ujang bersama kelompoknya sekan tidak tersentuh oleh hukumdan makin berani saja melakukan aksi-aksinya meskipun disiang hari. 

Kesadaran Melalui Mimpi.
Suatu ketika, Ujang pergi ke daerah lain untuk meluaskan pengaruhnya. Daerah tersebut masih dalam wilayah Tasikmalaya yang terletak disebelah timur dan berbatasan dengan wilayah Jawa Tengah. Kepergiannya tentu membuat masyarakat sangat bersyukur. Masyarakat merasa aman, tentrm dan tidak dibayangi rasa takut dengan ulah-ulahnya si Ujang.

Di daerah yang bari, Ujang mengontrak sebuah rumah sederhana. Di daerah inilah ia akhirnya menikah dengan wanita yang berasal dari Tasikmalaya dan memberikan satu anak laki-laki.

Pada suatu malam, saat istri dan anaknya terlelap tidur, ia masih tetap terjaga. Matanya sulit dipejamkan. Entah mengapa, perasaan selalu gelisah dan terbayang kejahatan-kejahatan yang ia pernah lakukan. Ia coba menonton televise untuk sekedar mencari hiburan dan menenangkan perasaannya. Tapi itu tidak banyak membantu. Sekitar pukul 02 malam , akhirnya ia baru dapat tertidur nyenyak.

Dalam tidurnya ia bermimpi didatangi seorang yang berjubah putih dengan jenggot menjuntai. Orang tua itu memaksanya untuk ikut kesuatu tempat. Setelah sampai ketempat yang dituju, ia disuruh mandi dan berwudhu.

“Duduklah kamu dibatu besar itu dan lafadzkan dzikir-dzikir seperti yang dahulukamu lakukan”, jelas orang tua itu. Anehnya anehnya ia sama sekali tidak bisa mengucapkan lafadz-;afadz dzikir yang biasa dilakukan saat dipesantren. Seakan seluruh ingatannya tentang ilmu agama hilang sama sekali.

Orang tua berjubah putih it uterus menatapnya dengan tajam.Matanya nanar menggambarkan kemarahan. Ditangannya telah terselip sebuah cambuk yang terbuat dari ekor ikan pari. Melihat ia tidak mengucapkan dzikir langsung saja cambuk itu diarahkan kebadannya. Ujang berteriak kesakitan dan menangis menahan perih dan pedih lukanya. Namun orang tua it uterus saja mencambuk tanpa rasa kasihan. Sekujur tubuh Ujang terluka menganga. Ia merasakan tidak sanggup lagi untuk menahan penderitaan itu.

Setelah melihat Ujang kepayahan dan hampir sekarat, orang berjubah menghentikan cambukkannya. Lalu berkata, “Kamu telah banyak berbuat dosa, padahal kamu lebih tahu hokum-hukum Allah dibandingkan dengan orang lain. Apakah kamu tidak takut dengan siksa api neraka kelak..?.

Setelah berkata demikian orang tua berjubah putih langsung hilang. Sat itu pula Ujang terbangun dari tidurnya. Wajahnya kelihatan tegang dan seluruh tubunya berkeringat. Anak dan istrinya terbangu karena teriakkannya merasa kebingungan tidak tahu harus berbuat apa.

“Alhamdulilah, semua ini hanya mimpi”, Ujar Ujang menyadari kalau dirinya baru saja bermimpi. Anak dan istrinya tidak tahu apa maksud yang dikata yang diucapkannya Ujang. Setelah merasa tenang, ia kemudian menceritakan semua kejadian yang baru dialami dalam mimpi.

Mendengar cerita itu, istrinya tentu gembira, Kesempatan itu dimanfaatkan olehnya untuk menasehati suaminya. “Sudahlah kang, mulai sekarang akang harus taubat. Kenapa lulusan pesantren menjadi garong, harusnya kan jadi kyai.

Semenjak kejadian itu, Ujang merasa menyesal dan sedikit demi sedikit mulai mengubah tingkah lakunya. Ia mulai rajin sholat dan melakukan dzikir sebagai bentuk pertobatannya (Taubatan Nasuha). Namun, ia merasa ragu apakah masyarkat mau menerimanya. Padahal selam ini ia sudah dicap sebagai penjahat kelas kakap.

Ia kemudian mendatangi R. Endang Sutarman SK (63 thn). Kebetulan lelaki ini memimpin sebuah lembaga masyarakat yang salah satunya kegiatannya adalah membimbing mantan-mantan preman dan penjahat untuk diarahkan untuk kegiatan yang positif.

Setelah mengetahui asal-usul Ujang, Pak Endang melihat bahwa Ujang sesungguhnya memiliki potensi yang besar dalam bidang dakwah. Alasannya Ujang pernah tinggal di pondok pesantren dan mengerti banyak tenatng ilmu-ilmu agama. Sayang kalau potesi ini tidak dikembangkan, walupun tentunya untuk permulaan sangatlah sulit karena masyarakat sudah terlanjur antipasti.

Ternyata, niatnya untuk taubat tidak membuatnya langsung diterima oleh masyarakat. Kebanyakkan mereka tetap tidak percaya terhadap niat sucinya itu. Atas bantuan lembaga yang dipimpin oleh Pak Endang sedikit demi sedikit masyarakat mulai menerima Ujang yang beralih profesi sebagai juru Dakwah.

Meskipun begitu, komentar-komentar miring masih tetap saja datang kepada dirinya.”Ah dia kan begitu karena takut ditangkep polisi saja…”, demikian komentar sebagian masyarakat. Bahkan ada yang tega menyebar fitnah bahwa ia berdakwah hanya sebagai kedok untuk memperlancar aktivitas kejahatannya.

Hinaan dan cacian yang berat itu diterima dengan ikhlas oleh Ujang ia sudah bertekad bertaubat dan berjihad di jalan Allah swt. Lama kelamaan masyarakat mulai bisa menerimanya dan tidak lagi menganggapnya sebagai penjahat.Ia berkeliling untuk memberikan ceramah dari satu tempat pengajian ke pengajian yang lain. Dalam ceramahnya ia terkadang menyisipkan cerita tentang segala yang pernah ia lakukan dahulu. Ia berharap masyarakat dapat mengambil hikmah dari perjalanannya agar terhindar dari siksa Allah st di akhirat kelak.Kini, Masyarakat didaerah itu mengenalnya sebagai Ajeungan (kyai).

Berani Menghadapi Kematian.
Riwayat kehidupanyang berlumur dosa, ternyata membuat sebagian orang pernah dirugikannya tetap merasa dendam, khususnya didaerah tempat kelahirannya. Mereka kebanyakkan tidak tahu bahwa si Ujang penjahat kelas kakap itu sudah bertobat dan sekarang telah menjadi Kyai didaerah lain.

Suatu ketika, didaerah kelahirannya terjadipencurian motor. Padahal sudah lama sekali tidak terjadi kasus-kasus pencurian serupa. Penduduk resah dan bertanya-tanya siapa kira-kira pencurinya..?. Aparat kepolisan harus berusaha dan mengidentifikasi pelakunya. Disisi lain masyarakat yang sudah mendendam, terbakar emosinya dan langsung mengalamatkan tuduhannya kepada Uajng. Padahal setelah ditelusuri pihak kepolisian pelukunya bukanlah Ujang, melainkan dua orang yang masih belum tertangkap (buron).

Sebagian masyarakat yang dendam mengadakan rapat disalah satu rumah untuk menyiapkan scenario pembunhan. Kebetulan, sebulan berselang setelah diadakan rapat, Ujang pergi kedesa kelahirannya untuk keperluan menagih hutang kepada salah satu temannya. Sebelumnya, ia telah diberitahu oleh keluarganya tentang hasil rapat tersebut dan diminta agar mengurungkan niatnya. Namun karena merasa tidak bersalah ia tetap bersikeras datang ketanah kelahirannya.

“Rejeki, jodoh dan maut ada ditangan Allah swt”, ujar Ujang kepada keluarganya itu. “Saya tidak pernah takut kepada siapapun selain kepada Allah swt. Apabila saya harus mati, saya ikhlas karena itu merupakan kehendak-Nya. Apalagi saya bermaksud baik menagih hutang yang termauk hak saya”.

Ternyata, hari itu memang hari-hari terakhir dalam hidupnya. Begitu samapai didesanya, ia dibunuh secara sadis oleh orang-orang yang dendam dan dengki terhadapnya. Menurut saksi mata sebelum dibunuh ia sempat berkata , “Kalau kalian masih membenci saya karena perbuatan yang pernah saya lakukan, saya rela dan mohon maaf. Tapi demi Allah saya tidak melakukan pencurian motor yang baru terjadi itu, saya rela menebus keinsyafan ini dengan nyawa sekalipun”.

Masyarakat banayak yang merasa kehilangan atas kepergiannya. Mereka menilai zaman sekarang sangatlah sedikit penjahat yang mau bertobat. Apalagi orang-orang yang mau mendarmabaktikan hidupnya untuk kemajuan umat.

Allah swt berfirman,”Maka barang siapa yang bertaubat (diantara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan dan memperbaiki diri, maka sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang “. (QS. Al-Maidah: 39)

Wallahu ‘alam Bhisawab
Tri Yudiono Publishing https://blogkontenislam.blogspot.com - 7 Juli 2018

BUKIT SINAI, SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL

BUKIT SINAI,   SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL Dasbor Kisah Nabi" BUKIT SINAI, SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL “Selaman...