DASBOR" RAHASIA ILLAHI 2"
MENITI JALAN ILLAHI
“
Jangan kau lihat rupaku. LIhatlah karya dan sujudku. Apapun adanya diriku,
izinkanlah bersimpuh untuk dzat Yang Maha memiliki Hidup…”
Sebuah bait lagu
berirama nasyid itu mengalun syahdu dari mulut beberapa jamaah berbaju taqwa
warna putih suaranya menyatu dengan tabuhan rebana. Sesekali, terdengar bait
doa terpanjat dari bibir yang khusyu’ memohon ampunan Allah.
Siapapun yang mendengar pasti akan larut dengan bait-bait doa yang
merindukan keridhaan sang khalik itu.Para jamaah tetap khusyu’ melakukan
bait-bait doa penuh khidmat. Dan sejatinya tidak ada yang aneh dari kelompok
ini.
Baca Juga "Jenazah tak di Makamkan dan Kayai Misterius"
Baca Juga "Jenazah tak di Makamkan dan Kayai Misterius"
Namun, bila mengenal lebih dekat, ada yang membuat kelompok ini sedikit
unik. Walaupun mengenakan custum serba putih, khas baju muslim laki-laki, wajah
sebagian anggotanya, bila diamati memang terkesan feminism. Halus dan lembut.
Tetapi, bila dibandingkan dengan uslimah, secara fisik mereka memang lebih
nampak sebagai laki-laki.
Toh keunikan-keunikkan inilah membuat jamaah Al-Ikhlas sebuah komunitas
pengajian yang seluruh anggotanya adalah laki-laki kemayu, itu tetap hadir
ditengah komunitas pengajian yang telah ada.
“Justru dengan komunitas ini, kami ingin menyatukan para waria untuk
tetap ingat kepada Gusti Allah swt. Jangan sampai keberadaan mereka yang waria
malah menambah dosa para pelakunya yang genit. Lewat pengajian ini, justru bisa
membentengi tindakan mereka untuk berbuat dosa. Siapa tahu mereka bisa bertaubat
dan insyaf kejalan Allah swt”, ujar ANI Marini (48 thn), ketua komunitas
Al-Ikhlas saat contributor Hidayah mengunjungi markasnya dibilangan rungkut,
Surabaya beberapa waktu lalu.
Mengajak komunitas waria untuk menyatukan niat dan hati menjemput Hidayah
bukan perkara yang mudah. Awalnya tidak banyak waria yang mau bergabung dengan
komunitas ini. Maklum, kontroversi tentang keberadaan komunitas jenis ‘kelamin
ketiga’ dari sudut norma masyarakat sampai agama itu ibarat air dan minyak yang
sulit disatukan.
Baca Juga "Tumbuh Bulu & Ekor Saat Sakaratul Maut"
Baca Juga "Tumbuh Bulu & Ekor Saat Sakaratul Maut"
Kegalauan selalu menghinggapi hati Ani Marini dan beberapa rekan waria
yang lain. Rasa-rasanya hati mereka tak memiliki sandaran untuk berlabuh
sekedar mengadu dan menggantung harap pada baris-baris doa.
Hatinya terus bergelora setiap bersentuhan dengan hal-hal spiritual. Ia
pun akhirnya menanam tekad bulat untuk mendirikan sebuah wadah religius sebagai
tempat menempa spiritual teman-temannya sesame waria. Ani terlebuh dulu
melepaskan ‘Atributnya’ sebagai seorang waria. Ia menunaikan ibadah Haji Pada
tahun 2005 dan mendapatkan nama pria menjadi Haji Thamrin Muraudah.
Tekadnya makin tidak bisa dibendung ketika suatu kali ia melayat
seorang rekan warianya yang meninggal. Betapa sedih dan teriris hatinya ketika
orang-orang dikampung saling melempar tugas untuk memandikan jasad tersebut.
Rasa-rasanya kok seperti najis saja. Tapi saya mungkin bisa memaklumi, mereka
mungkin bingung mau diperlakukan sebagai pria atau wanita mayat tersebut”,
ujarnya.
Pengalaman lain yang tak kalah menusuk niatnya adalah saat ia hendak
mengubur jasad rekan warianya yang meninggal. Betapa ia gugup setengah mati,
lantaran jasad tersebut tak bisa masuk keliang lahat. Sepertinya liang lahat
itu tidak bisa menampung jasad waria yang terus memanjang.
“Saya seperti disadarkan Allah swt. Apa yang tejadi bila hal itu sampai
terjadi pada jenazahku kelak,,?. Masihkah aku diberikesempatan untuk sekedar
bersujud dan memohon ampunan atas kekeliruan yang pernah kuperbuat selama ini
..?. tutur H. Thamrin mengenang.
Keinginan Ani pun terwujud . Sebuah lembaga religius yang menampung
para waria telah didirikanya. Tujuannya satu mengerem perbuatan maksiat yang
dilakukan rekan-rekannya , para waria. Beragam kegiatan ruhani dilakukan di
lembaga ini.
“Alhamdulillah, dari pengajian yang rutin kami gelar , ada beberapa
teman waria yang sekarang sudah insyaf . Jadi laki-laki seutuhnya , lalu
menikah dan punya anak. Rumah tangganya bahagia. Kedepan , bukan nggak mungkin
jumlah ini akan semakin banyak. Nggak Cuma-Cuma teman waria, saya juga punya
niat untuk menyempurnakan kelelakian, tapi secara perlahan-lahan . Namun,
memang itu butuh proses , dan hanay Allah swt saja yang tahu” akunya.
Tak sekedar membaca Al-Quran bersama-sama, H. Thamrin bersama-sama
temannya juga mengadakan pengajian agama dengan memanggil ustadz untuk
memberikan siraman ruhani. Beberapa tahun terakhir, pengajian Al-Ikhlas juga
berkembang menjadi kelompok kesenian islam. AL-Banjari HThamrin lalu
memperlihatkan beberapa foto yang menunjukkan prestasi group ini dalam sebuah perlombaan
music-musik islami.
“Mereka (para waria) sejatinya punya bakat menghibur orang , karena
dari gaya nya saja sudah unik. Caranya, tentunya saja harus sabar. Didekati,
didengarkan baru diajak. Anda tahu, hidup hidup mereka sudah carut-marut
mengatasinya jangan terus disalahkan. Harus pakaikelembutan”, cerita H.
Thamrin.
Kini, setelah hampir tiga tahun berdiri , tak kurang dari 70 waria
telah tergabung dengan komunitas ini. Salah satu agenda rutin yang digelar
wadah ini adalah mengadakan pengajian maupun tausiah dengan mengundang kyai
untuk memberikan siraman ruhani bagi mereka. Atau sesekali tampil dalam
berbagai acara keruhanian melalui kelompok kesenian Al-Banjari.
Mengganti polesan gincu plus busana nan feminism, dua ‘baju kebesaran’
komunitas waria, dengan peci maupun sarung sesuai kodrat mereke sebagai
laki-laki memang bukan hal yang mudah. Tapi itulah salah satu dakwah dikelompok
pengajian Al-Ikhlas maupun group kesenian islam Al-Banjari.
Maka, aturan ini, harus dipatuhi. Kala melantunkan ayat-ayat Al-Quran ,
mendengarkan ceramah agama sampai menyanyikan lagi islami , seluruh anggota
wajib tampil layaknya laki-laki, busana muslim pria warna putih, lengkap dengan
pecinya. Sapuan make up nan menor penuh sensualitas sampai rok mini nan seksi harus rela dikubur
dalam-dalam.
“Setelah bergabung dengan komunitas pengajian ini, biarlah Allah swt
sendiri yang menentukan kapan mereka (waria) akan taubat. Namun lewat cara itu
,pelan-pelan kami mulai mengajarkan kepada mereka untuk menjadi pria sejati,
mengurangi kecentilan mereka “, tegas H. Thamrin.
Untunglah, tidak ada protes dari anggota-anggotanya. Mereka sama sekali
tidak merasa risih bila harus tampil dalam kodratnya sebagai laki-laki sejati.
Bahkan tidak sedikit diantara mereka yang berharap selamanya bisa membuang
baju-baju perempuan dan menggantinya dengan sarung khas pria muslim.
Walaupun dalam proses menapaki hidayah, H Thamrin mengakui, kadang
masih terlihat bahasa tubuh ala perempuan yang muncul secara spontan diantara
anggota-anggotanya. Untuk hal yang satu ini dia dengan sabar mencoba memaklumi
keunikkan ini.
“Latah atau genit kadang bisa saja muncul walaupun mereka sudah mencoba
jadi laki-laki sejati. Ya itulah suka dukanya. Mengajak kaum waria insyaf kan
tidak mudah semudah membalikkan telapak tangan memang membutuhkan waktu dan
kesabaran.
Bukan seperti halnya mengobati sakit flu yang minum obat langsung
sembuh. Mereka harus didekati pelan-pelan penuh kesabaran”, jawabnya sambil
berharap komunitas Al-Ikhlas maupun group kesenian Al-Banjari bisa merangkul
komunitas waria muslim untuk menjadi dan
merajut kembali hidayah dan ridha Allah swt.
Sebuah pengalaman manis juga sempat diutarakannya kepada contributor
Hidayah. “Ketika lembaran iman mulai melapisi jiwa, saya merasa cinta Allah swt
yang semakin nyata. Alhamdulillah saya telah diberi keudahan untuk berkunjung
kerumah-Nya pada tahun 2005 silam”, tuturnya haru.
“Aku yakin, hal tersebut menggenapi proses pertaubatan yang selama ini
saya tempuh untuk menjadi laki-laki sejati hingga maut menjemput. Tekad saya
sekarang Cuma satu mengajak kaum waria sebanyak mungkin untuk bertaubat
mendekat kepada Allh swt. Aku yakin suatu hari nanti mereka akan bertaubat dan
bukan tidak mungkin kembali menjadi seorang laki-laki sejati”, Harao Ani Marini
alias H. Thamrin Maurudah menutup pembicaraanya dengan Hidayah. Semoga ,
Aamiin.
Wallahu ‘alam Bhisawab