DASBOR "RAHASIA ILLAHI 2"
KAMERA,
TALI & AIR ZAM-ZAM
YANG MENYELAMATKAN
“
Kamera, tali & air zam-zam adalah barang-barang yang telah mengingatkan
perjalanan haji lelaki itu agar tak melenceng “.
Aku merasa ibadah
haji itu merupakan serangkaian ibadah panjang yang harus dilakukan secara total
dan ikhlas , jujur dan penuh keyakinan. Rangkaian ibadah seperti thawaf, sa’I,
melontar jumrah dan lain sebagainya harus dijalani dengan kemantapan hati.
Sehingga proses ibadah yang sacral itu menemui kekhusyu’an dan menuai haji
mabrur yang menjadi dambaan utama setiap orang yang menunaikan haji.
Baca Juga "Akhir Kisah Sang Durhaka"
Baca Juga "Akhir Kisah Sang Durhaka"
Aku sendiri, sejak jauh-jauh hari, sudah mempersiapkan kemantapan dan
keyakinan hati. Aku berkeyakinan dapat melaksanakan dan menjalankan ibadah ini
secara totallitas , tanpa dicekoki urusan – urusan duniawi, sebab menurutku,
haji adalah ibadah ukhrawi, hingga segala urusan keduniaan harus dikesampingkan
beberapa saat.
Tapi, nyatanya, inilah keterbatasan hamba Allah swt yang dhaif, hamba
yang tak terlepas dari khilaf dam alpa. Segala urusan duniawi yang seharusnya
tersingkir namun, tetap terbawa dalam hajiku. Beberapa kejadian yang kualami di
Tanah Suci adalah bukti kedhaifanku. Inilah kisah hajiku.
THAWAF
SELAMAT DATANG.
Saat thawaf , pemimpin
rombongan sudah mengingatkanku jika langkah kaki sudah tergerak menuju
rangkaian ibadah ini, maka mantapkan hati, jangan pernah menoleh kekiri,
kekanan, apalagi ke belakang. Dan aku melanggar itu.
Hatiku tidak mantap. Ditengah
jamaah yang siap menjalankan thawaf kudum (thawaf selamat tinggal) , aku
teringat sebuah kamera yang kupersiapkan untuk mengabadikan perjalanan ini.
Pada saat itulah muncul kebimbangan hati ; Dan akhirnya , aku kembali
kepenginapan untuk menyimpan kamera yang terbawa.
Tanpa pertimbangan matang,
karena merasa sayang jika kameraku harus disita askar, langkahkupun berbalik
mundur. Aku berpikir akan dengan cepat menyimpan kamera ditempatnya, kemudian
kembali lagi ketengah rombongan sebelum thawaf selamat datang itu dijalani.
Namun apa yang aku alami kemudian adalah sesuatu yang tidak pernah aku pahami.
Kupikir aku akan mudah kembali ke penginapan, tapi nyatanya penginapan itu
begitu sulit aku temukan. Aku sangat yakin, aku cukup hafal letak penginapan
itu, tapi setelah berputar –putar mencarinya, penginapan itu tak juga au
temukan.
Baca Juga "Kisah Jamaah Haji Terkunci di Kamar Mandi"
Baca Juga "Kisah Jamaah Haji Terkunci di Kamar Mandi"
“Lebih baik aku kembali
ketengah rombongan”, itu rencanaku yang terselip ditengah keputus asaan mencari
penginapan. Namun, apa yang terjadi saat merealisasikan rencanaku itu..?.
Rombongan sudah tak lagi ada di tempat , aku tertinggal jamaah yang lain. Hanya
karena kamera, aku tidak bisa melakukan thawaf kudum bersama rombongan.
MISTERI
SeUTAS TALI.
Di Tanah Air , seutas
tali barang kali menjadi sebuah barang yang tidak begitu bernilai. Kita dapat
menemukannya di sembarang tempat dan dapat menggunakannya semaunya, tanpa ada
resiko yang menyertai.
Namun, di Tanah Suci
sesuatu yang bukan milik kita adalah sesuatu yang terlarang untuk digunakan,
meskipun sesuatu baran itu barang yang sudah tak terpakai.Pada saat itu aku
tengah membutuhkan seutas tali untuk mengikat sebuah kardus yang hendak kubawa
kesuatu tempat dan aku tak memiliki tali. Aku mencoba meminta kepada jamaah
yang lain, namun mereka juga tak memiliki.
AKhirnya aku berusaha
mendapatkan tali keruang seblah, namun ruangan itu telah kosong ditinggalkan
penghuninya. Tak ada siapapun disit, juga barang-barang mereka yang tertinggal
hanya seutas tali.
Ya, ya seutas tali yang
sangat aku butuhkan. Tanpa perpikir panjang segera kuambil seutas tali yang
sudah tidak terpakai itu untuk mengikat kardus. Namun apa yang terjadi setelah
itu.
Kemana saja seutas tali
yang mengikat kardus itu kubawa, tercium olehku bau busuk yang cukup menusuk
hidung. Aku merasa sangat tergganngu oleh bau busuk itu, begitu juga dengan
jamaah lain Akhirnya aku berusaha mencari sumber bau busuk tersebut agar bisa
aku singkirkan. Namun, meski terus berusaha, sumber bau itu tak juga kunjung aku
temukan.
AKu sempat berpikir,
pertanda apakah itu..?. Apakah aku telah melakukan kesalahan..?. AKupun terus
berinteropeksi . Lelah memikirkan asal bau busuk itu, akupun duduk didekat
kardus yang kuikat dengan seutas tali yang kudapat dari ruangan sebelah tadi.
Pada saat itulah tercium bau busuk yang sangat kuat dan kuperkirakan bersumber
dari kardus yang kubawa. “Apakah sumber bau berasal dari kardusku..?”, batinku
terus berusik.
Rasa penasaran membuatku
menarik kardus itu dan membuka ikatannya, saat akau menarik ikatan itu agak
tinggi, bau yang semakin kuat tercium dan kurasakan bersumber dari seutas tali
itu.
“Astagfirullahal adzim.
Jadi seutas tali inikah yang menjadi sumber bau busuk itu..?. Batinku. Kemudian
kusadari kealpaanku bahwa aku telah menggunkan barang yang bukan hakku untuk
menggunakannya. Berkali-kali aku beristigfar dan memohon ampun. Aku juga
memohon keikhlasan keikhlasan pemilik tali ini.
Sungguh Allah-lah
sebenar-benarnya zat Yang Maha Sempurna , Maha Mendengar dan Maha Mengetahui. Setelah
beristigfar berulang-ulang dan memohon ampunan –Nya bau busuk itu pergi entah
kemana..?.
Air
Zam-Zam.
Setelah rangkaian ibadah
haji selesai , sudah menjadi kebiasaan jamaah untuk mendapatkan air zam-zam
untuk oleh-oleh keluarga dan handai taulan di Tanah air. Aku juga melakukan hal
yang sama. Yang membedakan ; Aku berkeputusan didalam hati untuk membawa air
zam-zam lebih dari lima liter. Ya lima liter air zam-zam bagiku sudah cukup.
Aku sudah membayangkan , jika membawanya dalam jumlah lebih, pasti cukup
kesulitan.
Namun, pada praktiknya,
saat aku ikut mengambil air zam-zam itu, jumlah yang aku dapatkan melebihi
jumlah yang kuingini, mungkin mencapai 10 liter dan aku menerima saja apa yang
aku dapat. Dan air zam-zam dalam jirigen (tempat air) itu kutitipkan
bersama-sama jirigen jamaah lain untuk dibawa ke penginapan.
Dalam perjalanan menuju
penginapan, tersiar kabar bahwa ada beberapa jirigen air zam-zam yang pecah dan
isinya tumpah tanpa sisa. Atas kejadian
itu, aku tak menduga bahwa jirigen itu adalah miliku. Dugaanku meleset. Air
zam-zam yang tumpah berceceran itu adalah milikku. Aku hanya pasrah dan
menerima jika harus kembali ketanah air tanpa berbekal air zam-zam.
Lagi-lagi pembuktian
bahwa manusia hanya bisa merencanakan, namun hanya Allah lah Yang Maha Kuasa.
Ditengah kerelaan harus pulang tanpa membawa air zam-zam, saat itulah ketua
rombongan datang dan memintanya untuk mampir keruangannya guna mengambil air
zam-zam sebagai pengganti air zam-zam ku tadi yang tumpah dijalan.
Tentu saja aku bersyukur
dan lagi-lagi memperkirakan kalau pengganti iar zam-zam itu juga berjumlah 10
liter sesuai dengan jumlah air zam-zam yang tumpah tadi. Namun, perkiraanku
kembali salah. Kepala rombongan mengganti air zam-zam itu hanya 5 liter.
“Allahu Akhbar!”, Aku
segera memuji kebesaran Zat Yang Maha Besar. Zat Yang Maha Mengetahui apapun
yang tersirat dihati hamba-Nya. Sejak awal yang tersirat dihatiku hanya ingin
membawa 5 liter air zam-zam. Dan yang tersirat itu menjadi nyata, setelah ketua
rombongan mengganti air zam-zam yang tumpah dengan jumlah 5 liter. Subhanallah
…!
(Kisah
Haji ini sebagaimana dituturkan H. Abd Rachman Agus kepada Hidayah. Jazakumullah)