“Jika Islam Indonesia bisa diibaratkan sebagai arus angin yang keras,
maka Brunai adalah semilir angin yang sejuk. Tradisi melayu yang kuat , system
monarki Islam yang kukuh , serta kemakmuran yang merata seantero negeri,
membuat muslim Brunai menjalankan Islam tanpa perlu “ribut-ribut.”
Baca Juga "Memahami Kata Tadarus"
Apa yang terlintas jika nama Brunai Darussalam disebut..?.
Tentu yang utama adalah kemakmuran. Negara mungil yang berada di Negara Borneo
itu memang sangat tersohor sebagai negeri yang kaya raya. Minyak dan gas bumi
yang melimpah adalah penyebabnya. Kemakmuran itulah yang dipandang pelbagai
pihak sebagai penyebab adem ayemnya kehidupan beragama disana.
Membayangkan muslim Brunai tak jauh beda dengan muslim
Singapura dan Malaysia. Rumpun bangsa yang sama dengan kondisi perekonomian
Negara yang baik membuat muslim di tiga Negara ini cenderung tipikal.Memiliki
Ghirah keislaman yang baik, dibanjiri fasilitas yang menunjang kehidupan
beragama mereka dan sangat setia dengan tradisi ahli sunnah wal jamaah
yang sudah berakar dimasyarakat melayu.
Sebagaimana Jazirah Melayu umumnya,
termasuk Indonesia di bagian Sumatera dan Kalimantan, Tradisi Brunai dibentuk dari pengaruh kuat
Hindu dan Islam. Tumbuhnya kesultanan-kesultanan Islam di Jazirah ini pasak
yang kuat menghantarkan kehidupan Islam sampai sekarang. Kesultanan-kesultanan
ini merata di semua wilayah, baik yang kecil, maupun yang besar.
Namun
Brunai kelihatan lebih konservatif dibandingkan Malaysia. Penjualan dan
penggunaan Alkohol diharamkan. Bila ada orang non muslim yang masuk mereka
hanya dibenarkan membawa bir dalam jumlah terbatas.Maklumat resmi dari Negara
yang dikeluarkan pada tahun 1990-an membuat club-club malam ditutup di
sana.toh, kebijakan ini nyaris tak menghadirkan gejolak berarti di Brunai.
Bayangkan bila ini terjadi di Indonesia..?.
Brunai termasuk kerajaan tua di tanah
Melayu. Selisih kerajaan brunai didapatkan pada batu Tarsilah yang menuliskan
Silsilah Raja-raja Brunai yang dimulai dari Awang Alak Betatar, raja
yang mula-mula memeluk agama Islam (1368) sampai kepada Sultan Muhammad Tajuddin,
Sultan Brunai ke-19 yang memerintah antara 1795-1804 dan 1804-1807.
Dalam catatan sejarah china
,Brunai dikenal dengan nama Po-li, Po-lo, Poni atau Puni dan Bunlai. Dalam
catatan Arab dikenal dengan nama Dzabaj atau Randj. Catatan tradisi lisan
diperoleh dari Syair Awang Semaun yang menyebutkan Brunai berasal dari kata
Barunah yaitu tempat yang sangat baik.
Dasbor " Cerita Rahsia Illahi 1"
Dasbor "Cerita Rahasia Illahi 2"
Dasbor " Cerita Rahsia Illahi 1"
Dasbor "Cerita Rahasia Illahi 2"
Dalam tradisi lisan tersebut seorang
bernama Pateh Berbai dan rombongan suku Sakai yang dipimpin berniat mendirikan
negeri baru. Ditemukanlah kawasan strategis yaitu sebuah tempat yang diapit
bukit dan kaya akan sumber air. Daerah itu juga terdapat sungai yang sangat
memadai untuk jalur transportasi dan kaya akan ikan. Disanalah terucap Barunah
dan kemudian bermertamorforsis menjadi
Brunai.
Replica stupa yang dapat ditemukan di
Pusat Sejarah Brunai menjelaskan bahwa agama Hindu – Budha pada suatu masa
dahulu pernah dianut oleh penduduk Brunai. Sebab telah menjadi kebiasaan dari
para musafir agama tersebut , apabila mereka sampai disuatu tempat mereka akan
mendirikan stupa sebagai tanda serta pemberitahuan mengenai kedatangan mereka
untuk mengembangkan agama tersebut di tempat itu.
Replica batu Nisan P’u Kung Chi Mu,
Batu Nisan Rokayah binti Sultan Abdul Majid ibni Hasan ibni Muhammad Shah
Al-Sultan, dan Batu Nisan Sayid Alwi Ba-Faih (Mufaqih) turut pula
menggambarkan kedatangan agama islam di Brunai yang dibawa oleh musafir ,
pedagang dan mubaligh-mubaligh Islam. Kerja dakwah inilah yang membuat Islam
sangat berpengaruh dan memperoleh tempat dihati penduduk local maupun keluarga
kerajaan Brunai.
Namun, peneliti sejarah mempercayai
terdapat sebuah kerajaan lain sebelum berdirinya Kesultanan Brunai. Catatan
orang Tiongkok dan orang Arab menunjukkan, kerajaan perdagangan kuno ini ada di muara Sungai Brunaiawal abad ke-7 atau ke -8 Kerajaan itu memiliki wilayah cukup
luas meliputi Sabah, Brunai, dan Serawak.
Kerajaan awal ini pernah ditakhlukkan
kerajaan Sri Wijaya yang berpusat di Sumatra pada awal abad ke-9 Masehi dan
seterusnya menguasai Borneo utara dan gugusan kepulauan Filipina. Kerajaan ini
juga pernah dijajah kerajaan Majapahit yang berpusat di pulau Jawa tetapi
berhasil membebaskan dirinya dan kembali sebagai sebuah negeri yang penting.
Pada awal abad ke-15, Kerajaan Malaka
dibawah Pemerintahan Prameswara mengambil alih
perdagangan Brunai. Perubahan ini menyebabkan agama islam lebih tersebar diwilayah Brunai. Kejatuhan Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 membuat Sultan
Brunai mengambil kembali kepemimpinan Islam.
Abad ke-15 hingga abad ke-17 adalah
masa perluasan kekuasaan Kesultanan Brunai. Waktu itu kekuasaan Brunai merambah
Kalimantan dan Filipina. Pada tahun 1839, James dari Inggris datang ke Serawak
dan menjadi raja di sana serta menyerang Brunai , sehingga Brunai kehilangan
kekuasaan atas Serawak. Pada masa yang sama
Persekutuan Borneo Utara Britania sedang meluaskan penguasaannya di
Timur Laut Borneo. Pada tahun 1888, Brunai menjadi sebuah negeri dibawah
perlindungan kerajaan Inggris. Pada tahun 1906, Brunai menerima satu lagi
langkah perluasan kekuasaan Inggris saat kekuasaan eksekutif dipindahkan kepada
seorang Residen Inggris , yang menasehati Baginda Sultan dalam semua perkara
,kecuali yang bersangkut –paut dengan adat istiadat setempat dan agama.
Pada tahaun 1967 Omar AliSaifuddin III
yang telah turun dari tahta dan melantik putranda sulungnya Hassanal
Bolkiah, menjadi sultan Brunai ke 29. Baginda juga berkenan menjadi
menteri pertahanan setelah Brunai mencapai kemerdekaan pada 1 Januari 1984 dan
disandangkan Gelar Paduka Seri Begawan Sultan. Pada tahun 1970, pusat
pemerintahan negeri Brunai Town, telah diubah namanya menjadi Bandar Seri Begawan
untuk mengenang jasa Baginda.Mutlaknya kekuasaan sultan yang memegang kendali
pemerintahan dan juga bertindak sebagai pemimpin agama menjadikan Brunai
menjadi salah satu Negara yang paling stabil dari segi politik di Asia.
Sebagai Negara Islam resmi Brunai
membawa symbol-simbol Islam dan dalam lambang – lambang negaranya. Motto negeri
ini adalah, “Selalu menuruti Arahan Tuhan” dalam pengertian selalu menjalani
tuntunan yang sudah ditetapkan syariat Islam.
Lagu kebangsaan juga begitu. Sekalipun
ada jejak Inggris yang kental terasa, Brunai tetap mengedepankan keislamannya
dengan menjadikan, “Allah Peliharakan Sultan” sebagai lagu kebangsaan mirip
dengan lagu kebangsaan Inggris, “God Save The Queen”.
Kira-kira dua pertiga penduduk Brunai
adalah orang melayu. Kelompok etnik minoritas yang paling penting dan menguasai
ekonomi Negara adalah orang Tionghoa (Han) yang memenuhi lebih kurang 15% jumlah
penduduknya. Etnis-etnis ini juga menggambarkan bahasa-bahasa yang paling
penting ; Bahasa Melayu yang merupakan bahasa resmi, serta bahasa Tionghoa,
Bahasa Inggris juga dituturkan secara luas , dan terdapat sebuah komunitas
ekspatriat yang agak besar dengan sejumlah besar warga Negara Inggris dan
Australia.
Bila direntang dalam seabad yang
berjalan , keberislaman masyarakat Brunai tak bisa lepas dari peran
ulama’-ulama’ Indonesia, terutama yang berasal dari Kalimantan. Ulama Brunai
awal diantaranya adalah : Syarif Ali, Syarif Mufaqqih al-Muqaddam,
Syeikh Adam, Sulaiman Abdur dan Sayid Abu Bakar. Sayid
Abu Bakar ini adalah kakek Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah
al-Banjar, ulama tasawuf terkemuka asal Indonesia dari Banjar
Kalimantan.Beberapa ulama’ asal Banjari memang banyak yang menyeberang ke
Brunai dan melaksanakan dakwah disana.
Pada zaman dulu hampir-hampir tidak ada
ulama besar yang berasal dari banjar yang terlepas dari pada kaitan dengan
Syeikh Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari, penyusun Kitab Sabil
Al-Muhtadin, yang sangat masyur itu. Kaitan ini terjadi dua hal, kaitan ilmu,
guru murid atau nasab. Adakalanya hubungan itu terkait keduanya.
Salah satu jejak langkah Al-Banjari
dalam Keislaman Brunai dapat dijumpai pada Datuk Haji Ahmad Banjar. Sebelum
datang ke Brunai beliau terlebih dulu telah memperoleh aliran ilmu Syeikh
Muhammad Arsyad bin Abdullah al-Banjari yang turun kepada beberapa orang anak
beliau. Datuk Haji Ahmad Banjar hanyalah sezaman dengan cucu-cucu ulama’ besar
itu. Kemantapan dilanjutkan di Mekkah. Beliau berguru dengan banyak ulama’
diantaranya : Syeikh Ahmad Khathib bin Abdul ghaffar as-Sambasi, yang juga
salah satu ulama’ terkemuka Indonesia asal Kalimantan, Guru dari Syeikh
Nawawi
Al-Bantani.
Jejak inilah yang membawa tarekat
Qadiriyah-Naqsabandiyah, juga berkembang di Brunai Darussalam karena peran dari
ulama’-ulama’ tasawuf dari Kalimantan. Nilai dan ciri keberislaman warga
Brunai karenanya tak jauh beda dengan Indonesia dan masyarakat melayu pada
umumnya. Akidah yang dianut adalah, “Alhi Sunnah wal Jamaah” menurut metode Imam
Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur al-Maturidi. Madzab fiqih
yang dianut adalah Syafi’i.
Tentang tasawuf tetap berpedoman dan
berpegang teguh dengan kitab-kitab pelajaran tasawuf seperti karangan-karangan
Imam Al-Ghazali.
Demikian juga pegangan tentang amalan, secara rutin tiada sekali-kali
ditinggalkan amalam Tarekat Qadriyah-Naqsyabandiyah yang beliau terima langsung
daripada gurunynaSyeikh Ahmad Khathib Sambas yang sangat terkenal itu.
Ulama’ – ulama’ asal Kalimantan
tersebut memiliki kewenangan yang luas berkat mashurnya ketinggian ilmu mereka.
Datuk haji Ahmad banjar, yang disebut diatas, menjabat sebagai Pengawas
Perkembangan Agama Islam di Brunai Darussalam. Selain itu, beliau juga pernah
menjadi hakim memutuskan perkara-perkara umat.
Masjid Omar ‘Ali Saifuddien yang
berdiri megah dipinggir sungai Brunai di Bandar Seri Begawan , menjadi symbol
bagaimana rahmat Islam di Negeri Brunai. Masjid yang merupakan masjid terindah
di Asia Tenggara itu adalah bukti bahwa kerajaan dan masyarakatnya berkomitmen
membawa Islam ke tempat yang tertinggi.
Bangunan masjid ini mempunyai bentuk
arsitektur Islam Klasik, dihiasi dengan Mozaik emas, batu marmer dan kaca
berwarna-warni. Menaranya mempunyai lift dan kubahnya dibuat dari emas setiap
satunya berukuran 53 dan 54 meter tinggi
Masjid ini telah dibuka resmi oleh Duli Yang Maha Mulia Maulana Al-Sultan Haji Omar ‘Ali Saefudien Sa’adul Khairi
Waddien, Sultan Brunai ke-28 pada hari Jum’at 1958. Masjid ini dapat menampung
jamaah sebanyak 3.000 orang.
Demikianlah, Brunai tak lain adalah saudara dekat kita
dimana tradisi keberislamannya berakar sama dengan islam Indonesia, khususnya
yang berbasis melayu di Sumatra dan Kalimantan. Komitmen kuat mewujudkan
kehidupan agama yang kondusif dan sedapat mungkin memakmurkan kehidupan
rakyatnya membuat islam Brunai berjalan dengan tenang, tak perlu ribut-ribut, dipolitisir
atau dijadikan bagian dari industry hiburan seperti di Negara kita.
( Berbagai Sumber)
Wallahu ‘alam Bhisawab