“Setiap orang tua sudah semestinya
memperkenalkan masjid kepada anak-anaknya dengan mengajak mereka mengunjungi tempat suci ini sejak mereka
masih kecil .“”
Masjid adalah tempat suci umat islam.
Fungsi utamanya adalah tempat ibadah sehari-hari, terutama untuk sholat lima
waktu berjamaah. Selain itu masjid juga berfungsi sebagai pusat kegiatan bagi
umat Islam yang bermukim di sekitarnya.
Karena itu, Masjid menempati posisi yang sangat penting
dalam kehidupan umat Islam. Demikian pentingnya fungsi masjid,maka sudah
semestinya umat islam mencintai masjid dan menjadikannya sebagai bagian dari
aktivitas sehari-hari.
Apalagi Bagi lelaki ada anjuran dari Rasulullah saw
untuk menunaikan sholat lima waktu berjamaah di masjid setiap waktu sholat
tibabahkan beberapa ulam’ fiqih memandang sholat di masjid secara berjamaah
hukumnya wajib bagi laki-laki.
Tulisan ini tidak bermaksud memperdebatkan apakah sholat
berjamaah di masjid itu wajib bagi laki-laki atau hanya sunnahmu’akadah saja.
Biarlah itu menjadi urusan ahli fiqih. Tetapi yang penting sebagai orang tua
kita berkewajiban menumbuhkan rasa cinta anak-anak kita kita kepada masjid.
Agar kelak ketika dewasa mereka mampu memposisikan
masjid sebagai bagian dari aktivitas mereka sehari-hari, sehingga hari-hari
mereka selalu terpaut ke masjid.
Baca Juga " Melindungi anak dari Bahaya Teknologi "
Baca Juga " Melindungi anak dari Bahaya Teknologi "
Bukankah Rasulullah saw menjamin orang-orang yang
hatinya selalu terpaut di masjid sebagai salah satu dari tujuh kelompok manusia
yang akan mendapat perlindungan pada Yaumul hisab atau hari pembalasan
ketika tidak ada perlindungan lain selain perlindungan Allah swt.
Karena itu, setiap orang tua sudah semestinya
memperkenalkan masjid dan segala ativitasnya kepada anak-anak dengan car
mengajak mereka mengunjungi rumah ibadah itu sejak mereka masih kecil.
Dengan mengajak anak-anak ke masjid sejak mereka masih
kecil maka memori mereka akan merekam kegiatan pergi ke masjid itu sebgai
bagian dari masa kecil mereka yang indah, yang sulit untuk mereka lupakan.
Jika kegiatan ke masjid menjadi bagian dari masa kecil
mereka yang menyenangkan bersam orang tua, maka momen-momen ini akan terus
kebawa dalam memori anak-anak sampai mereka dewasa.
Kenangan masa kecil yang seperti ini biasanya mudah
mensugesti seseorang untuk selalu berbuat baik dan kenangan seperti itu
biasanya mampu mengawetkan pesan-pesan moral yang sering diajarkan oleh orang
tanya semasa kecil itu sampai mereka dewasa, bahkan hingga orang tua mereka
meninggal dunia.
Untuk mencampai taraf seperti itu, kita sebagai orangtua harus terlebih
dahulu mencintai masjid. Kita harus member teladanan kepada mereka dengan
menjadikan masjid sebagai salah satu pusat kegiatan kita setiap harinya.
Dimanapun kita berad, termasuk di mall sekalipun, jika
sudah tib waktunya sholat, kita upayakan
untuk menunaikannya di masjid atau mushalla secara berjamaah.
Dengan begitu anak-anak akan melihat betapa pentingnya
sholat berjmaah bagi kita sebagai seorang muslim. Tanap keteladanan dari orang
tuanya akan sangat sulit bagi seorang anak belajar dan apalagi mencintai ibadah
yang baru dipelajarinya.
Tetapi sebaliknya, jika mereka melihat dengan kepala
mereka sendiri betapa tekunnya kita mendatangi masjid setiap hari Insya Allah
anak-anak kita juga akan menjadi generasi yang mencintai masjid.
BELAJAR DARI MASIJDAN
Mengajak buah hati ke masjid besar sekali manfaatnya bagi perkembangan
pemahaman keagamaan mereka. Anak-anak akan banyak belajar dari apa yang
dilihatnya di masjid.
Menurut saya, ada beberapa pelajaran atau kesadaran yang secara perlahan
yang terinternalisasi dalam diri anak-anak ketika mereka sudah terbiasa datang
ke masjid bersama orang tuanya.
Pertama, anak-anak akan belajar bagaimana praktik
sholat berjamah di masjid tanpa perlu diajari lagi, karena mereka bisa
melihatnya langsung dari semua jamaah yang sholat.
Selain itu, mereka juga kan karab atau terbiasa dengan kegiatan sholat
berjamaah di masjid. Jika kegiatan ini sudah menjadi kebiasaan dan bukan lagi
paksaa, maka akan mudah bagi kita mempertahankan kebiasaan positif ini hingga
mereka beranjak dewasa.
Selain itu, mereka akan menyadari pentingnya sholat berjamaah di masjid
karena mereka juga melihat para tetangga atau orang tua dari teman-temannya
ikut sholat berjamaah, sehingga tertanam dalam benak mereka bahwa sholat
berjamaah itu merupakan kegiatan penting yang dilakukan juga oleh keluarga
lainnya.
Kedua, anak-anak bisa melihat keakraban dan
komunikasi yang harmonis antara orang tua dengan para tetangganya. Begitu
sampai diserambi masjid, kita biasanya bertegur sapa dan bersalaman dengan
jamaah lainnya.
Dimata anak-anak, peristiwa-peristiwa seperti ini akan membekas dan
menimbulkan kesan betapa akrab dan harmonisnya hubungan kita dengan para
tetangga sehingga memicu erek untuk bersikap yang sama dengan teman-teman
sebayanya.
Ketiga, anak-anak
bisa belajar toleransi, menghargai perbedaan yang dibawa oleh setip jamaah. Di
masjid anak-anak akan melihat beragam cara dan gerakkan sholat yang
berbeda-beda dari setiap jamaah yang tentu saja di pengaruhi oleh pengetahuan
atau keyakinan jamaah tersebut terhadap satu mazhab tertentu.
Ketika anak-anak melihat perbedaan itu hadir di setiap shaf sholat
berjamaah, mereka akan merekam peristiwa itu sebagai bentuk keragaman cara
sholat orang dewasa.
Mereka juga akan merekam penerimaan masing-masing jamaah terhadap
perbedaan gerakkan dari jamaah lainnya sabagai bentuk toleransi, menghargai
cara dan keyakinan orang lain.
Pada usia dua tahun,anak-anak mungkin belum menyadari perbedaan-perbedaan
itu karena yang menjadi focus peniruan mereka hanyalah orang terdekatnya saja,
yaitu bapak atau ibunya.
Tetapi begitu beranjak 4 / 5 tahun
anak-anak akan mulai menyadari adanya gerakkan sholat yang berbeda dari
ayahnya dengan ayah temannya.
Pada awalnya , anak-anak yang kritis akan bertanya-tanya, mengapa bapak
satu telunjuknya menunjuk sejak awal tahiyat, sementara yang lain baru
menunjuuk di pertengahan tahiyat, atau bapak yang lain terus-menerus
menggerak-gerkkan telunjuknya sepanjang tahiyat.
Atau mengapa pada waktu berdiri bapaknya meletakkan dua tangannya diatas pusar sementara tetangganya meletakkan
dua tangannya diatas dada.
Pertanyaan-pertanyaan spontan seperti itu wajar mereka ungkapkan, dan
kita sebagai orang tua harus berusaha sebijak mungkin untuk menjawabnya.
Nah, jika anak sudah sampai pada taraf mempertanyakkan masalah-masalah
ibadah seperti itu, maka kita harus mengambil kesempatan itu untuk meyakinkan
anak-anak betapa pentingnya ilmu agama agar mereka tahu bagaimana menjalankan
ibadah dengan benar sehingga mereka terpacu dan mau belajar ilmu agama dengan
sungguh-sungguh.
BISA BOSAN
Ketika anak pertama saya, Nabil Muntaz berusia sekitar satu setengah
tahun, setiap saya berangkat ke masjid, ia pasti minta ikut. Baru melihat saya
mengganti celana dengan sarung saja , ia sudah merengek minta diajak.
Begitu pula anak kedua saya Fairuz , menginjak usia yang sama. Setiap
melihat saya hendak berangkat ke masjid, ia pasti minta diajak. Kini, anak
ketiga saya, Iqbal Hafizh yang usianya juga kurang lebih satu setengah tahun,
meneruskan tradisi kedua kakaknya yang tidak mau saya tinggalkan di rumah jika
melihat saya bersipa ke masjid.
Masalahnya ini justru anak pertama saya yang usianya sudah lima tahun,
mulai malas ikut ke masjid. Kalaupun belakangan ia mau ikut lagi ke masjid, hal
itu semata-mata kedua adiknya minta diajak ke masjid, sehingga ia marasa tidak
enak sendiri di rumah tanpa kedua adiknya.
Apa yang terjadi pada anak pertama saya sebenarnya sesuatu yang wajar. Anak
–anak biar bisa merasakan kebosana dalam hal apapun, termasuk dalam masalah
ibadah.
Hal ini terjadi bisa Karen bebagai factor. Faktor utamanya tentu saja
karena seiring bertambahnya usia , biasanya seseorang anak melepas
ketergantungannya kepada sosok orang tua.
Jika pada usia 0 s.d 2 tahun dunia anak-anak sepenuhnya tergnatung kepada
orang tua , maka pada periode selanjutnya mereka mulai melepas sedikit demi
sedikit ketergantungannya kepada orang tua.
Pada masa ini merek bisa menulis sendiri aktivitas apa yang menurut
mereka lebih menarik. Godaan bermain dengan teman sebaya atau acara televise bisa
mengalahkan kebiasaan baik yang sudah kita rintis sejak mereka masih kecil
dalam kondisi seperti ini, kita sebagai orang tua , algi-lagi dituntut
bertindak bijak.
Memaksakan kehendak kepada mereka seringkali tidak menyelesaikan masalah
dengan baik. Orang tua harus mencari cara terbaik agar mereka tetap mau
melakukan kebiasaan beribadah, termasuk pergi ke masjid bersama sang ayah.
Salah satu cara untuk membuat anak-anak tetap mau ke masjid adalah dengan
membuat perjalanan ke masjid menjadi pengalaman yang menyenangkan.
Misalnya setiap pulang dari masjid kita menyempatkan diri melakukan
sesuatu yang special , yang mungkin tidak bisa kita lakukan di tempat lain
bersam-sama.
Saya punya pengalaman dalam masalah ini. Kebetulan tetangga saya yang
saya kenal cukup akrab memiliki pohon langka, pohon kayu putih. Rumahnya dekat
dengan masjid, sehingga jika kami ke masjid pasti melewati rumah tetangga saya
itu.
Nah, setiap pulang dari masjid, saya sempatkan memetik beberapa lembar
daun kayu putih dan membagikannya kepada anak-anak.merek sngat senang mencium baunya
yang khas.
Cara seperti ini membuat perjalanan pulang dari masjid menjadi special bagi
mereka, karena mereka bisa meminta diambilkan daun kayu putih yang baunya khas
itu.
Anda bisa mencoba dengan memetik bunga liar yang ada di sekitar
perjalanan ke masjid. Atau jika tetangga punya jenis tanaman tertentu, seperti
bunga atau apapun, anda bisa meminta izin untuk memetik beberpa kuntum bunganya
untuk diberikannya kepada si kecil.
Dengan begitu, perjalanan ke masjid menjadi menyenangkan bagi nak-anak. Selamat
mencoba..!
Wallahu ‘alam Bhisawab