Dasbor "Rahasia Illahi 2"
“
Ia merasa kehilangan begitu dalam. Tapi, ia merasa bangga. Begitu indah
detik-detik terakhir yang dialami suaminya. Lelaki sederhana yang shaleh itu
masih merasakan shalat Dhuha terakhirnya “.
Menjelang subuh, lelaki
biasa disapa Pak Solihin itu sudah bersiap diri ke Masjid. Ia memang selalu
datang awal dari jamaah lainnya. Biasanya suaranya yang agak serak itu
melantunkan shalawat dengan sempurna dan irama yang naik turun di speaker
masjid , sebuah bukti bahwa kecintaannya kepada manusia yang paling mulia dan
sempurna di banding yang lainnya di jagad ini yaitu, Nabi Muhammad saw.
Sehari-hari Pak Solihin bersifat sederhana dan suka tolong menolong
pertanda bahwa ia juga sangat mencintai hubungan antar manusia, selain hablum minallah
(hubungan kepada Allah) yang menjadi pokok utama.
Baca Juga "Meretas Peradaban Muslim Di China"
Baca Juga "Islam Brunai Darussalam"
Baca Juga "Meretas Peradaban Muslim Di China"
Baca Juga "Islam Brunai Darussalam"
Apa yang di lakukan Pak Solihin itu menjadi satu kebanggaan bukan hanya
bagi keluarganya, tapi juga para tetangga dan jamaah masjid. Tentu saja, sikap
dermawan Pak Solihin menjadi kegembiraan bagi orang-orang yang erap mendapatkan
bantuan, meski tidak seberapa. Namun, mereka merasa sedikit diberikan Pak
Solihin itu begitu berarti dan berkah.
Pak Surit misalnya, merasakan kedermawanan Pak Solihin tidak hanya
sekali. Terakhir ketika dirinya mendapatkan peringatan terakhir dari petugas
Perusahaan Listrik Negara (PLN) agar segera melunasi tagihan listriknya, Pak
Solihin juga yang membantu.
“JikaPak Surit tidak dapat melunasinya sampai siang ini maka besok pagi
aliran listrik kerumah bapak akan diputus”, begitu petugas PLN memperingatkan
pada Pak Surit dengan tegas sebab sebelumnya petugas itu sudah memperingati
melalui surat yang diberikan secara langsung pada Pak surit.
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Pak Surit. Dia hanya
memperlihatkan wajah kebingungan sampai petugas PLN meninggalkannya dan
berganti dengan kehadiran Pak Solihin yang bertanya dengan suara ramah.
Jangan terlalu bingung Pak Surit. Insya Allah saya dapat membantu
kesulitan bapak..”.
Ucap Pak Solihin begitu menyejukkan. Kata-kata itu tak ubahnya sperti
segelas air yang diberikan kepada orang yang tengah kehausan. Saat air itu
terteguk bukan hanya tenggorokkan saja terasa sejuk, tapi juga terasa damai dan
lapang dadanya.
“Benarkah Pak Solihin..?. Pak Surit menyesal telah melontarkan pertanyaan
itu. Ia tersadar , sebenarnya ia cukup tahu kalau Pak Solihin itu orang yang
amanah dengan perkataannya. Jadi tak ada alasan untuk meragukan ucapan lelaki
sederhana itu.
Pak Solihin menanggapi pertanyaan Pak Surit dengan sesungging senyum.”Maaf
kalau boleh tahu, berap besar tagihan yang harus bapak lunasi..?.”
Pak Surit menyebutkan angka tagihan rekening listriknya.
“Alhamdulillah, sepertinya uang yang ada dirumah cukup untuk menutup
tagihan itu”, Pak Surit mau ikut kerumah atau saya antar kesini uangnya..?.
Pak Surit merasa tak enak mendengar pertanyaan itu. Dia yang membutuhkan,
kenapa Pak Solihin yang harus mengantar..?”. Tidak Pak biar saya saja yang ikut
kerumah Bapak “, ucap Pak Surit akhirnya..
KABAR
WAFATNYA PAK SOLIHIN
Kabar wafatnya Pak Solihin seperti bunyi petir ditengah hari. Semua
terkejut. Semua nyaris tidak percaya dan semua merasa kehilangan jika kabar itu
benar adanya.
“Ayo kita kerumah Pak Solihin sekarang juga”, ajak salah satu jamaah
masjid yang sangat mengenal Pak Solihin. “Ayo sambut jamaah yang lain.”Semoga
kabar itu hanya isapan jempol saja”, tambahnya.
“Iya, subuh tadi Pak Solihin masih menggemakan adzan dengan baik. Dia
juga terlihat sehat-sehat saja”, timpal yang lain. Setelah itu. Beberapa jamaah
tanpa bercakap lagi langsung bergerak menuju rumah Pak Solihin. Sungguh mereka
hampir tidakpercaya karena selembar bendera kuning yang berkibar ditiang
jemuran rumah Pak Solihin menjawah kabar duka itu.
“Inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun…”, ucapan itu berbunyi secara
serempak tampak wajah sedih dari orang-orang yang menyayangi Pak solihin.
Mereka sangat merasa kehilangan dan tak akan pernah lagi mendengar suara serak
Pak Solihin saat melantunkan Adzan.
SUJUD
TERAKHI
Alkisah selepas subuh itu sepulang sholat berjamaah di masjid, tiba-tiba
Pak Solihin minta dibuatkan pisang goring, dan secangkir pahit kepada istrinya.
“Sudah lama juga saya tidak mencicipi pisang goring dan kopi pahit”,
ujarnya. Padahal sebelum-belumnya dia selalu membuat sendiri minuman untuknya.
Ia tidak ingin merepotkan istrinya. Jika masih bisa melakukan pekerjaan
sendiri, dia tidak akan meminta bantuan istrinya, apalagi orang lain.
“Tidak biasanya minta dibuatkan kopi dan pisang goreng”, ujar istri
berseloroh.
“Iya. Setelah ini say berencan pergi jauh”, jawab Pak Solihin
“Kemana..?” tanya istrinya sedikit
keheranan
Pak Solihin tertawa.Kemudian bangkit dari duduknya. Saya akan sholat
Dhuha dulu yah. Kopi dan pisang gorengnya taruh saja diatas meja”.
Meski keheranan. Istri Pak Solihin tidak mengorek lebih jauh ucapan
suaminya yang dianggap aneh. Ia yang sangat mengerti suaminya itu langsung saja
masuk dapur, membuat kopi dan pisang goreng. Sementara Pak Solihin langsung
masuk kedalam kamar melaksanakan sholat dhuha. Pak Solihin tak perlu lagi masuk
kekamar kecil untuk mengambil wudhu, sebab ia selalu menjaga wudhunya dari satu
waktu kewaktu lainnya.
Pagi perlahan beranjak siang. Matahari terus bergerak menuju titik di
atas kepala. Kegiatan dihari itu berjalan tanpa ada kabar yang membingungkan.
Istri Pak Solihin juga melakukan aktivitas tanpa ada firasat buruk. Namun
perasaan tidak enak tiba-tiba mengusik hatinya. Hal itu dirasakan ketika
suaminya tak kunjung keluar kamar. Padahal seperti kebiasaannya, setelah sholat
Dhuha, Pak Solihin keluar kamar dan duduk-duduk diberanda sebentar sambil
berdzikir, seharusnya pergi kesawah.
Tapi hari itu, istrinya merasa hatinya agak gundah saat suami tak kunjung
keluar kamar. Ada keinginan untuk masuk namun khawatir mengganggu ibadah suaminya.
Namun setelah menunggu sekian lama, akhirnya ia memberanikan diri masuk
kekamar. Ketika masuk sang istri melihat Pak Solihin terbaring masih mengenakan
pakaian sholat. Wajah Pak Solihin kelihatan sumringah tampak membiasakan
senyum.
“Rupanya kamu tertidur Pak”, begitu kata hati istrinya. Karena kebiasaan
Pak Solihin pergi kesawah setelah sholat Dhuha , maka istrinyapun
membangunkannya dengan panggilan lembut. Tiga kali panggilan tidak mendapatkan
respon. Kemudian mencoba membangunkannya dengan menyentuh bahunya
perlahan-lahan tapi juga tetap tidak ada reaksi.
Istri Pak Solihin pun mulai merasakan ketakutan yang menyeruak. Kemudian
dia mendekatkan dua jari tangannya kelubang hidung Pak Solihin dan tak diraskan
hembusan udara dari situ.
Istri Pak Solihin semakin khawatir. Ia kembali memeriksa denyut nadi
dipergelangan tangan suaminya. Ia juga menemu tidak ada tanda kehidupan.
Inna lillahi wa inna ilaihi raji’uun…” ucapnya, pelan dan merintih. Ia
merasa kehilangan begitu dalam tapi ia merasa bangga begitu indah detik-detik
akhirnya yang dialami suaminya.
Yah, lelaki sederhana yang shaleh itu masih dapat merasakan sholat Dhuha
terakhir sebelum ajal menjemput. Mungkin ini bisa kita jadikan ikhtibar bahwa
sesuatu kebaikan atau kebiasaan baik yang selalu istiqamah kita lakukan Insya
Allah akan membawa akhir yang baik pada diri pelakunya. Semoga kita dapat
menemui ajal dalam keadaan Husnul Qatimah seperti Pak Solihin. Aamiin