Sebentar lagi saat magrib tiba Achmad
Matin yang akrab dipanggil Aceng sudah rapi sekali petang itu ia mengenakan
baju koko dengan warna abu-abu dengan peci di kepala dan sarung.
Seperti hari-hari biasa menjelang magrib lelaki itu tengah mempersiapkan
diri untuk mengerjakan sholat magrib berjamaah di musholla al – Huda yang
berjarak 150 m dari rumahnya. Selagi ehat dan nyawa dikandung badan, tak ingin
sekalipun ia meninggalkan sholat berjamaah, rasanya rugi sekali jika tidak
mengikuti jamaah.
Karena fadhilah sholat jamaah lebih utama ketimbang sholat sendirian.
Hari itu langit diatas kota bekasi terlihat cerah. Lalu lalang kendaraan yang
melintas di jalan raya lamat-lamat terdengar dari rumah Aceng.
Setelah segelas air putih diminumnya, Aceng segera melangkahkan kakinya
menuju musholla. Sejenak ia menatap langit. Senja itu, kelelawar sudah mulai
berkeliaran, burung-burung seriti berterbangan hendak kembali kesarangnya
seolah menguas langit yang memancarkan semburat merah pertanda malam sebentar
lagi tiba.
|
Seulas senyum kerap menghiasi bibirnya setiap ia bertemu orang-orang yang
menyapanya disepanjang jalan. Tak berselang lama, Adzan Magrib pun
berkumandang. Aceng sudah berada di mushalla dan segera menunaikan sholat
Magrib berjamaah. Ba’da Magrib , Aceng berzikir sejenak seperti biasanya.
Lantas disela-sela menunggu waktu Isya’ Aceng bercengkerama dengan jamaah
lain di Mushalla. “ Sehabis sholat Magrib dan zikir, kita ngobrol-ngobrol,
bercengkrama sesame jamaah “ tutur H.
Husaidi “ ketua Mushalla Al-Huda, saat diwawancarai Majalah Hidayah.
Waktu sholat Isya’ menjelang H.
Jamhari memukul beduk, pertanda masuk waktu Isya’. Aceng yang kebetulan
masih memiliki wudhu bersiap-siap mengumandangkan Adzan. Kebetulan saat itu ia
bertindak sebagai muadzin di Mushalla Al-Huda.
Semuakalimat Adzan telah selesai dikumandangkan. Tanpa ada komando, para
jamaah langsung melaksanakan sholat Qabliyah dua rakaat, tak terkecuali Aceng.
Para jamaah di mushalla sungguh tak melihat gejala apapun dalam diri Aceng.
Semuanya normal-normal saja. Mulai takbir hingga menjelang tahiyat. Akan
tetapi begitu sujud kedua di rakaat kedua yang semestinya dilanjutkan dengan
tahiyat, lelaki setengah baya itu tak dapat menguasai tubuhnya lagi.
Perlahan-lahan tubuh Aceng mendadak oleng ke kiri seperti hendak salam
terakhir.
Tubuhnya tersungkur dan langsung tak sadarkan diri. Kontan saja
pemandangan ini mengagetkan seisi jamaah yang ada di mushalla itu. H. Nashim
yang posisinya disebelah kanan Aceng dan sudah selesai mengerjakan sholat
Qabliyah sempat berkata “ Lho …lho…lho…” begitu mengetahui tubuh Aceng oleng
sebelum menyelesaikan sholat Qabliyahnya.
Ia segera menghampiri Aceng yang tertelungkup. H. Husaidi yang baru saja
menyelesaikan Qabliyahnya ikut membantu. Tubuh Aceng diangkat kemudian dicoba
diberikan segelas air Aqua , namun rupanya Aceng sudah tak bergerak lagi.
Mulutnya diam seribu bahasa dan sudah tak dapat meminum air aqua yang
diberikan kedua temannya tersebut. Kedua matanya sudah mengatup. Sadar bahwa
sudah tak ada respon lagi dari Aceng, para jamaah kemudian merebahkannya.
Tentu saja kondisi ini membuat bapak-bapak yang bermaksud menjalankan
sholat Isya’ berjamaah agak panic lima menit berlalu tanda-tanda kehidupan
Aceng sepertinya sudah tidak ada lagi.
Sampai akhirnya kepastian itu datang setelah dilakukan pemeriksaan oleh
dr. yang sengaja dipanggil ke mushalla. dr. itu pun menggeleng-gelengkan kepala
sebagai tanda bahwa sudah tidak ada lagi tanda kehidupan dalam tubuh Aceng. Ya
Aceng sudah meninggal dunia.
“ Inna Lillaahi wa inna illaahi raaji’uun” , serentak jamaah mengerubungi
tubuh Aceng berucap. Berita kematian Aceng santer terdengar di sekitar
mushalla.Warga berdatangan dan tumpah ruah disekitar mushalla.
Ada rasa penasaran mengingat senandung adzan Isya’ yang dikumandangkan
Aceng masih mereka dengar namun tak berselang lama mereka mendengar kabar
kematiannya.
Mereka haru sekaligus kagum mendengar kematian Aceng yang meninggal dunia
setelah mengumandangkan adzan dan sholat Qabliyah Isya’. “ Kita segera gotong
rami-ramai kerumahnya.
Ternyata sesampai dirumah pintunya terkunci, istri dan anak-anaknya
rupanya tidak ada dirumah namun tak berselang lama mereka pulang”. Ada
kesedihan di raut seisi keluarga karena orang terbaik disisi mereka , kini
telah meninggalkan mereka. Apalgi istri dan anak-anaknya.
Akan tetapi toh mereka tak bisa berbuat apa-apalagi kecuali menerima
dengan lapang dada. Meski sedih, ada setangkup kebahagiaan di wajah sang istri
pasalnya diketahui dari penuturan para jamaah di Mushalla Al-Huda bahwa
suaminya meninggal sehabis mengumandangkan Adzan dan sholat sunnah Qabiyah
Isya’.
Kamis, 20 Mei
2010
Jenazah Aceng dibawa ke Balaraja, Tangerang untuk dikebumikan dimakam
keluarganya. Kisah meninggalnya Aceng ini hingga sekarang tetap terkenang
hingga sekarang dan menjadi catatan baik, terutama di kampung Buaran Harapan
Mulya Kecamatan Medan Satria Bekasi.
Kematiannya dianggap banyak orang sebagai kematian terhormat. 1001 orang
mungkin belum tentu ada yang mengalami hal seperti ini. Namun Aceng mengalami
kematian yang sangat istimewa, meninggal saat memasrahkan seluruh jiwa dan
raganya kepada Allah swt.
Inna Sholaatii wanusukii wamahyaaya
wamamatii lillahi rabbil alamiin ( sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku
dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam).
Sewaktu hidupnya, sebenarnya tak ada yang berbeda antara Aceng dengan
bapak-bapak yang lain di Kampung Buaran. Jika jam kerja, Aceng juga bekerja
untuk nafkah keluarganya. Malahan di mata teman-temannya, Aceng termasuk sosok
sederhana yang baikhati dan tak pernah bermasalah dengan orang lain.
Sehari-harinya Aceng bekerja sebagai driver ( supir) pengantar barang.
Dari kerjanya itu ia bisa memenuhi kebutuhan keluarganya sesuai dengan
kemampuannya. Hanya saja, seiring kondisi perusahaan yang sedang menurun, order
yang dikerjakan Aceng pun tak seramai dulu.
Banyak karyawan perusahaan tersebut mengundurkan diri. Tapi Aceng tetap
bertahan meski penghasilan yang didapat pas-pasan. Namun Aceng tak mengeluh. Ia
tetap mensyukuri malahan ia bisa memanfaatkan waktu longgarnya untuk semakin
mendekatkan diri kepada allah swt.
Di usianya yang mulai beranjak tua, Aceng merasa sangat lemah dan belum
memiliki modal apa-apa saat menghadap Allah swt nantinya. Mungkin selama ini ia
sudah menjalankan kewajiban agama, namun ia punya keyakinan bahwa semua itu
belumlah ada artinya.
Dari sinilah tampak ada motivasi besar dalam diri Aceng untu terus
memperbaiki diri. Ada kesadaran bahwa hidup yang sesungguhnya bukanlah dialam
dunia ini, melainkan alam yang nantinya akan menjadi tempat pemberhentian
terakhir.
Dunia hanyalah tahap awal untuk menyiapkan segalanya menuju titik tujuan akhir.
Jika di dunia ini punya awal yang baik, mungkin perjalanannyajauh lebih baik
dan mulus. Sebaliknya, mustahil rasanya akan sampai di titik terakhir ketika
tidak tahu harus mulai darimana.
Setidaknya, menurut penuturan H.
Husaidi, tiga tahun terakhir Aceng memang lebih giat dalam soal ibadah.
Sekuat tenaga ia berusaha taat menjalankan sholat berjamaah lima waktu. Jika
tidak berbenturan dengan pekerjaan, Aceng berusaha menjalankan sholat berjamaah
di Mushalla Al-Huda, mulai dari Dzuhur hingga Subuh.
Akan tetapi jika hari-hari biasa bekerja, ia akan rutin berjamaah Sholat
Magrib, Isya’ dan Subuh. “ Dzuhur, Ashar suka datang , Magrib, Isya’ sampai
Subuh itu yang rutin. Aceng rajin berjamaah ke Mushalla ini mungkin lebih dari
tiga tahunan” kenang H. Husaidi.
Bukan Jamaah sholat lima waktu yang rajin diikuti Aceng , melainkan juga
pengajian rutin yang diselenggarakan di Mushalla Al-Huda. Biasanya Jum’at malam
Sabtu. Pengajian yang diisi oleh salah seorang ustadz yang mengaji Fiqih ,
tafsir, Hadits ini tak mau ia tinggalkan. Demikian pula acara-acara keagamaan
dikampung, dahaga Aceng seperti tak tertahankan.
Ketika Ramadhan tiba ketekunan Aceng pun semakin menjadi-jadi. Datang
lebih awal ke Mushalla dan mengisinya dengan dzikir dan munajat. Bagi Aceng, ibadah
bukan lagi sekedar menggugurkan kewajiban, akan tetapi ibadah merupakan bagian
kebutuhan hidup.
Sama pentingnya dengan orang yang harus menjaga kesehatan yang perlu
asupan gizi yang cukup agar tetap bisa menjalankan aktivitas hidup dengan baik.
Wallahu ‘alam Bhisawab
( Sumber Majalah Hidayah )