Baca Juga " Ketika Jenazah siti Maryam dimandikan"
Dasbor " EDUCASI ISLAM"
ZAKAT FITRAH
MENGGUNAKAN UANG, SAHKAH..?
“Zakat
fitrah menggunakan uang yang senilai
boleh saja asal konsisten dengan pendapat yang ita yakini kebenarannya “
Zakat fitrah itu berupa makanan pokok, mungkin itulah yang
kita kenal dan pahami selama ini. Pasalnya dari berbagai keterangan yang dapat kit abaca dari
kitab-kitab klasik disebutkan bahwa zakat fitrah selalu berhubungan dengan
makanan pokok daerah setempat. Tiak ada satupun dalil kita temukan tentang
adanya mata uang sebagai pengganti zakat fitrah.
Mari kita simak dia hadits ini. Rasulullah saw mewajibkan
zakat fitrah dari bulan Ramadhan 1Sha’ gandum atas hamba, orang merdeka
laki-laki, perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kalangan Muslimah (HR.
Ibnu Umar). Demikian pula hadits Abu Sa’id ra, ia berkata, “Kami
memberikan zakat fitrah dizaman Nabi sebanyak 1 sha’ dari makanan , I sha’
kurma, 1 sha’ gandum, ataupun 1 sha’ kismis (anggur kering) ”. (HR.
Bukhari).
Kedua hadist tersebut menerangkan kadar jumlah dan jenis
bahan apa yang harus dikeluarkan. Para ulama berbeda pendapat dalam memahami
isi hadits tersebut, seperti beragamnya jenis bahan yang harus dibayarkan
(kurma, gandum, keju, dan lain-lain).Ada yang menyatakan kebolehan memilih, dan
pilihan itu diserahkan kepada yang berkewajiban yang mengeluarkannya.
Baca Juga "Beberapa Penyebab Islam Hancur"
Baca Juga "Beberapa Penyebab Islam Hancur"
Namun sebagian ulama yang lain menyatakan, beragamnya
jenis bahan makanan tersebut menunjukkan adanya realitas keragaman makanan
pokok di suatu daerah. Menurut pendapat kedua ini, yang harus dipilih untuk
zakat fitrah adalah jenis makanan pokok yang umumnya berlaku disuatu daerah. Di
Indonesia, misalnya beraslah, beraslah yang kita keluarkan jika waktunya tiba.
Adapun kadar yang dikeluarkan adalah satu sha’. Satu sha’
sama dengan 4 mud, dan satu mud sama dengan 6,75 ons. Jadi jadi satu sha’ sama
dengan 27ons (2,7kg). Ini menurut Mazhab Imam Maliki. Sedangkan menurut
Mazhab Syafi’I dan hambali satu sha’ sama dengan 2,75kg. Di Indonesia berat
satu sha’ dibakukan menjadi 2,5 kg.
Jika ada pertanyaan kenapa zakat fitrah mesti berupa
makanan pokok..?. Sebab zakat fitrah bertujuan untuk menggembirakan para fakir
dan miskin. Jangan sampai pada hari Raya Idul Fitri yang penuh kebahagiaan, ada
orang muslim yang kelaparan karena tidak memiliki bahan makanan yang bisa
dimakan. Sehingga seandainya diberi sesuatu yang bukan dari makanan pokoknya,
maka tujuan itu menjadi kurang tepat sasaran.
Di samping itu, syariat telah menyebutkan apa yang mesti
dilkeluarkan sehingga tidak boleh menggantinya dengan yang lain. Zakat sendiri
juga tidak lepas dari nilai ibadah, maka yang seperti ini bentuknya harus
mengikuti perintah Allah. Jika zakat fitrah berupa uang, bisa jadi membuka
peluang untuk menentukan sendiri harganya.
Sehingga lebih selamat jika menyelaraskan dengan apa yang
disebut dengan hadits. Inilah pendapat jumhur ulama, seperti Maliki, Syafi’I
dan Hambali, yang menyatakan bahwa zakat fitrah harus berupa makanan pokok..
Mengganti
Dengan Uang
Pendapat mayoritas ulama memang jelas bahwa makanan pokok
daerahlah yang mesti dikeluarkan untuk zakat fitrah. Hanya persoalannya
menimbang tingkat keefektifan dan kepraktisan di zaman sekarang banyak orang
yang terkadang berfikir bahwa uang bisa menggantikan posisi makanan pokok
sebagai zakat fitrah. Toh uang yang senilai dengan zakat fitrah itu juga fungsinya
bisa sama dengan kebutuhan pokok..
Munculnya ijtihat penggantian makanan pokok dengan
sejumlah yang senilai ini sesungguhnya sudah pernah menjadi perbincangan para
ulama salaf, bukan hanya terjadi belakangan ini saja, Imam Abu Hanifah, Hasan al-Bisri,
Sufyan ats-Tsauri, bahkan Umar bin Abdul Aziz sudah
membicarakannya. Mereka inilah orang-orang yang menyetujuinya.
Beda dengan pendapat ketiga mazhab besar diatas, Mazhab
Hanafi justru membolehkan membayar zakat dengan uang senilai dengan bahan
makanan pokok yang wajib dibayarkan. Namun ukuran satu sha’ menurut mazhab ini
lebih tinggi dari pendapat para ulama yang lain, yakni 3,8 kg. Satu sha’
menurut Imam Abu Hanifah 8 rithl ukuran Irak. Satu rithl Irak sama dengan 130
dirham atau sama dengan 3,83 kg (www.gp-ansor.org).
Malahan seperti dilansir http://majalah.hidayatullah.com,
membayar zakat fitrah fitrah dengan uang bukan saja boleh, tetapi justru dalam
keadaaan tertentu lebih utama. Mungkin saja saat Idul Fitri jumlah makanan yang
dimiliki fakir miskin jumlahnya berlebihan. Karena itu, mereka menjualnya
untukepentingan yang lain. Dengan membayar dengan menggunkan uang, tentu mereka
tidak perlu repot-repot menjualnya kembali yang justru nilainya menjadi lebih
rendah. Dan dengan uang itu pula, mereka dapat membelanjakannya sebagian utuk
makanan, selebihnya untuk kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya.
Tetang penggantian dengan uang ini juga dibenarkan oleh KH.
Ali Yafie. Menurutnya, ketika uang sudah menjadi alat utama dalam
kehidupan sehari-hari manusia seperti perkembangan dunia sekarang ini, uang
senilai dengan kebutuhan pokok yang harus dikeluarkan untuk zakat fitrah bisa
menggantikan kebutuhan pokok. Jadi zakat fitrah tidak harus berupa kebutuhan
pokok melainkan juga bisa berupa uang. Hanya saja, lanjut ulama fiqih saat ini,
tetap yang afhal adalah berupa barangnya (kebutuhan pokok). Artinya
mengeluarkan zakat fitrah berupa kebutuhan pokoklah tetap lebih utama ketimbang
menggantikan dengan uang mengacu dengan nash-nash yang sudah ada.
Yang
Penting Konsisten
Khilafiyyah diantara para ulama diatas perlu tak perlu
dimasalahkan bahkan suatu kewajiban mengingat tidak ada nash qath’I (pasti)
yang menyebut berzakat fitah dengan uang. Karena itu maslah zakat fitrah dengan
mengganti uang ini masuk area ijtihadiyah, dimana antara satu ulama (mujtahid)
mungkin berbeda dengan mujtahid yan lain.
Kendati khilafiyah, kita sebagai muslim tidak perlu
bingung. Kita bisa mengacu salah satu pendapat yang kita yakini kebenarannya
dan kita anggap rasional asalkan konsisten. Artinya jika seseorang itu memang
menunaikan zakatnya berupa makanan pokok, maka mau tidak mau harus sesuai
dengan pendapat jumhur ulama yakni sebesar 2,75 atau 2,5 kg ukuran di
Indonesia.
Sebaliknya jika seseorang mebayar zakat fitrah berupa
uang maka harus konsisten dengan pendapat yang membolehkannya dengan uang
(Mazhab Hanafi) yang memutuskan ukuran satu sha’ sama dengan 3,8 kg dengan kata
lain, orang yang ingin mengeluarkan zakatnya berupa uang tidak boleh senilai
2,5 kg atau 2,7 kg melainkan harus berpatokan 3,8 kg. Menurut semua mazhab,
orang tidak boleh mengambil enaknya sendiri yang mudah dan ringan.
Bahkan tidak sah ketika membayar dengan uang (pendapat
Hanafi yang menetapkan senilai 3,8 kg makanan pokok) di satu sisi, namun disisi
lainnya menyesuikan dengan pendapat Syafi’I atau mazhab lain yang menetapkan
2,75 kg atau 2,5 kg.
Kesimpulannya jelas, zakat fitrah berupa kebutuhan pokok
daerah setempat maupun dengan uang yang senilai sama-sama diperbolehkan dengan
agama.Semuanya ada argumentasi dan acuannya yang benar. Mungkin saja tentang
hadits keharusan berzakat fitrah dengan kebutuhan pokok disebabkan konteks
waktu itu dimana geliat perekonomian masih dominan dengan barter barang,
sementara seiring kemajuan zaman seperti sekarang ini, semuanya bisa
tergantikan dengan uang karena sudah menjadi alat utama untuk semua transaksi.
( Berbagai Sumber )