Blog Konten Islam: ZAKAT FITRAH MENGGUNAKAN UANG, SAHKAH..?

Thursday 7 June 2018

ZAKAT FITRAH MENGGUNAKAN UANG, SAHKAH..?

ZAKAT FITRAH   MENGGUNAKAN UANG SAHKAH..?

Baca Juga " Ketika Jenazah siti Maryam dimandikan"

Dasbor " EDUCASI ISLAM"
ZAKAT  FITRAH MENGGUNAKAN  UANG, SAHKAH..?

“Zakat fitrah menggunakan uang yang senilai  boleh saja asal konsisten dengan pendapat yang ita yakini kebenarannya “

Zakat fitrah itu berupa makanan pokok, mungkin itulah yang kita kenal dan pahami selama ini. Pasalnya dari berbagai  keterangan yang dapat kit abaca dari kitab-kitab klasik disebutkan bahwa zakat fitrah selalu berhubungan dengan makanan pokok daerah setempat. Tiak ada satupun dalil kita temukan tentang adanya mata uang sebagai pengganti zakat fitrah.

Mari kita simak dia hadits ini. Rasulullah saw mewajibkan zakat fitrah dari bulan Ramadhan 1Sha’ gandum atas hamba, orang merdeka laki-laki, perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kalangan Muslimah (HR. Ibnu Umar). Demikian pula hadits Abu Sa’id ra, ia berkata, “Kami memberikan zakat fitrah dizaman Nabi sebanyak 1 sha’ dari makanan , I sha’ kurma, 1 sha’ gandum, ataupun 1 sha’ kismis (anggur kering) ”.        (HR. Bukhari).

Kedua hadist tersebut menerangkan kadar jumlah dan jenis bahan apa yang harus dikeluarkan. Para ulama berbeda pendapat dalam memahami isi hadits tersebut, seperti beragamnya jenis bahan yang harus dibayarkan (kurma, gandum, keju, dan lain-lain).Ada yang menyatakan kebolehan memilih, dan pilihan itu diserahkan kepada yang berkewajiban yang mengeluarkannya.

Baca Juga "Beberapa Penyebab Islam Hancur"

Namun sebagian ulama yang lain menyatakan, beragamnya jenis bahan makanan tersebut menunjukkan adanya realitas keragaman makanan pokok di suatu daerah. Menurut pendapat kedua ini, yang harus dipilih untuk zakat fitrah adalah jenis makanan pokok yang umumnya berlaku disuatu daerah. Di Indonesia, misalnya beraslah, beraslah yang kita keluarkan jika waktunya tiba.

Adapun kadar yang dikeluarkan adalah satu sha’. Satu sha’ sama dengan 4 mud, dan satu mud sama dengan 6,75 ons. Jadi jadi satu sha’ sama dengan 27ons (2,7kg). Ini menurut Mazhab Imam Maliki. Sedangkan menurut Mazhab Syafi’I dan hambali satu sha’ sama dengan 2,75kg. Di Indonesia berat satu sha’ dibakukan menjadi 2,5 kg.

Jika ada pertanyaan kenapa zakat fitrah mesti berupa makanan pokok..?. Sebab zakat fitrah bertujuan untuk menggembirakan para fakir dan miskin. Jangan sampai pada hari Raya Idul Fitri yang penuh kebahagiaan, ada orang muslim yang kelaparan karena tidak memiliki bahan makanan yang bisa dimakan. Sehingga seandainya diberi sesuatu yang bukan dari makanan pokoknya, maka tujuan itu menjadi kurang tepat sasaran.

Di samping itu, syariat telah menyebutkan apa yang mesti dilkeluarkan sehingga tidak boleh menggantinya dengan yang lain. Zakat sendiri juga tidak lepas dari nilai ibadah, maka yang seperti ini bentuknya harus mengikuti perintah Allah. Jika zakat fitrah berupa uang, bisa jadi membuka peluang untuk menentukan sendiri harganya.

Sehingga lebih selamat jika menyelaraskan dengan apa yang disebut dengan hadits. Inilah pendapat jumhur ulama, seperti Maliki, Syafi’I dan Hambali, yang menyatakan bahwa zakat fitrah harus berupa makanan pokok..

Mengganti Dengan Uang
Pendapat mayoritas ulama memang jelas bahwa makanan pokok daerahlah yang mesti dikeluarkan untuk zakat fitrah. Hanya persoalannya menimbang tingkat keefektifan dan kepraktisan di zaman sekarang banyak orang yang terkadang berfikir bahwa uang bisa menggantikan posisi makanan pokok sebagai zakat fitrah. Toh uang yang senilai dengan zakat fitrah itu juga fungsinya bisa sama dengan kebutuhan pokok..

Munculnya ijtihat penggantian makanan pokok dengan sejumlah yang senilai ini sesungguhnya sudah pernah menjadi perbincangan para ulama salaf, bukan hanya terjadi belakangan ini saja, Imam Abu Hanifah, Hasan al-Bisri, Sufyan ats-Tsauri, bahkan Umar bin Abdul Aziz sudah membicarakannya. Mereka inilah orang-orang yang menyetujuinya.

Beda dengan pendapat ketiga mazhab besar diatas, Mazhab Hanafi justru membolehkan membayar zakat dengan uang senilai dengan bahan makanan pokok yang wajib dibayarkan. Namun ukuran satu sha’ menurut mazhab ini lebih tinggi dari pendapat para ulama yang lain, yakni 3,8 kg. Satu sha’ menurut Imam Abu Hanifah 8 rithl ukuran Irak. Satu rithl Irak sama dengan 130 dirham atau sama dengan 3,83 kg (www.gp-ansor.org).

Malahan seperti dilansir http://majalah.hidayatullah.com, membayar zakat fitrah fitrah dengan uang bukan saja boleh, tetapi justru dalam keadaaan tertentu lebih utama. Mungkin saja saat Idul Fitri jumlah makanan yang dimiliki fakir miskin jumlahnya berlebihan. Karena itu, mereka menjualnya untukepentingan yang lain. Dengan membayar dengan menggunkan uang, tentu mereka tidak perlu repot-repot menjualnya kembali yang justru nilainya menjadi lebih rendah. Dan dengan uang itu pula, mereka dapat membelanjakannya sebagian utuk makanan, selebihnya untuk kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya.

Tetang penggantian dengan uang ini juga dibenarkan oleh KH. Ali Yafie. Menurutnya, ketika uang sudah menjadi alat utama dalam kehidupan sehari-hari manusia seperti perkembangan dunia sekarang ini, uang senilai dengan kebutuhan pokok yang harus dikeluarkan untuk zakat fitrah bisa menggantikan kebutuhan pokok. Jadi zakat fitrah tidak harus berupa kebutuhan pokok melainkan juga bisa berupa uang. Hanya saja, lanjut ulama fiqih saat ini, tetap yang afhal adalah berupa barangnya (kebutuhan pokok). Artinya mengeluarkan zakat fitrah berupa kebutuhan pokoklah tetap lebih utama ketimbang menggantikan dengan uang mengacu dengan nash-nash yang sudah ada.

Yang Penting Konsisten
Khilafiyyah diantara para ulama diatas perlu tak perlu dimasalahkan bahkan suatu kewajiban mengingat tidak ada nash qath’I (pasti) yang menyebut berzakat fitah dengan uang. Karena itu maslah zakat fitrah dengan mengganti uang ini masuk area ijtihadiyah, dimana antara satu ulama (mujtahid) mungkin berbeda dengan mujtahid yan lain.

Kendati khilafiyah, kita sebagai muslim tidak perlu bingung. Kita bisa mengacu salah satu pendapat yang kita yakini kebenarannya dan kita anggap rasional asalkan konsisten. Artinya jika seseorang itu memang menunaikan zakatnya berupa makanan pokok, maka mau tidak mau harus sesuai dengan pendapat jumhur ulama yakni sebesar 2,75 atau 2,5 kg ukuran di Indonesia.

Sebaliknya jika seseorang mebayar zakat fitrah berupa uang maka harus konsisten dengan pendapat yang membolehkannya dengan uang (Mazhab Hanafi) yang memutuskan ukuran satu sha’ sama dengan 3,8 kg dengan kata lain, orang yang ingin mengeluarkan zakatnya berupa uang tidak boleh senilai 2,5 kg atau 2,7 kg melainkan harus berpatokan 3,8 kg. Menurut semua mazhab, orang tidak boleh mengambil enaknya sendiri yang mudah dan ringan.

Bahkan tidak sah ketika membayar dengan uang (pendapat Hanafi yang menetapkan senilai 3,8 kg makanan pokok) di satu sisi, namun disisi lainnya menyesuikan dengan pendapat Syafi’I atau mazhab lain yang menetapkan 2,75 kg atau 2,5 kg.

Kesimpulannya jelas, zakat fitrah berupa kebutuhan pokok daerah setempat maupun dengan uang yang senilai sama-sama diperbolehkan dengan agama.Semuanya ada argumentasi dan acuannya yang benar. Mungkin saja tentang hadits keharusan berzakat fitrah dengan kebutuhan pokok disebabkan konteks waktu itu dimana geliat perekonomian masih dominan dengan barter barang, sementara seiring kemajuan zaman seperti sekarang ini, semuanya bisa tergantikan dengan uang karena sudah menjadi alat utama untuk semua transaksi.
( Berbagai Sumber )
Tri Yudiono Publishing https://blogkontenislam.blogspot.com - Juni 2018

Share on :

No comments:

BUKIT SINAI, SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL

BUKIT SINAI,   SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL Dasbor Kisah Nabi" BUKIT SINAI, SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL “Selaman...