DASBOR "RAHASIA ILLAHI 1"
AKHIR MEMILUKAN
SUAMI PREMAN
“Jong tak senang dinasehati seperti
itu, Ujung-ujungnya, Jong marah dan memukul wajah sang ustadz. Astagfirullah !“.
Musridah, gadis kemayu itu sangat
mencintai lelaki bernama Jojong. Meski banyak yang tidak merestui perasaannya,
Mursidah tetap memupuk rasa yang dianggapnya sacral itu. Ia yakin dengan
kekuatan perasaannya sebagaimana keyakinannya bahwa perangai seorang bisa
diubah, bisa dibentuk ketika kekuatan dan kelembutan cinta membelai dan
mengembuskan kearifan.
Baca Juga "Mantan Pegawai Bank Jadi Pemulung"
Baca Juga "Mantan Pegawai Bank Jadi Pemulung"
Kawan dan saudara dekat Musridah sudah meyampaikan
keberatan mereka atas hubungan Musridah dan Jojong. Namun Muesridah tetap pada
pendiriannya, bahwa hati Jojong bukanlah hati yang tidak bisa dilunakkan. Hati
Jojong adalah segumpal daging yang tetap memiliki serat-serat halus yang dapat
disentuh oleh nasehat, oleh masukkan yang disampaikan dengan kesabaran.
Musriah terus membangun perasaannya, meskipun orang tua
sudah menyampaikan keberatan mereka dengan memaparkan kemungkinan-kemungkinan
terburuk yang akan dialaminya.Bahkan orang tua Musridah juga berpesan, jika
kemungkinan buruk itu terjadi jangan ada sesal dan menyesali orang lain, sebab
dari awal sudah diberi masukkan dan nasehat. Tapia pa jawaban Musridah..?.
“Semua resiko baik dan buruk dalam rumah tangga, seorang
istri yang baik harus berani dan tabah menghadapinya. Aya, ibu dan semuanya
mohon bantu dengan doa, semoga rumah tangga Ridah dan Jong tidak terkendala
dengan perilaku Jong yang seperti sekarang ini. Doakan juga agar Jong dapat
mengubah kebiasaannya dan kembali sebagaimana fitrahnya sebagai seorang suami
yang dapat melindungi dan membahagiakan keluarganya”.
Pada bulan –bulan oertama perkawinannya dengan Jong ,
Musridah merasakan kebahagiaan yang sempurna. Jong selalu berada didekanya. Jong
jarang keluyuran bersama teman-temannya. Jong juga hampir tidak pernah keluar
malam. Malam-malam Jong selalu di Kamar bersama Musridah. Dan yang
menggembirakan, dari mulut Jong tidak lagi tercium aroma minuman keras Apakah
itu karena masa-masa pengantin baru.
Ternyata tidak. Berbulan lamanya Jong menjadi suami yang
baik bagi Musridah, menjadi suami yang penuh perhatian dan kasi sayang.
Musridah sangat bahagia , terlebih ketika bidan menyatakan bahwa dirinya telah
berbadan dua. Lengkap rasanya kebahagiaan Musriah. Jong juga merasakan hal yang
sama.
Namun, setelah janin dalam kandungan Musridah ikut
meramaikan dunia yang fana ini, setelahbayi laki-laki itu berusia tujuh bulan,
Jong mulai menampakkan penrangai lamanya. Ia kembali dalam habitatnya,
berkumpul dengan temen-temen lamanya Keluyuran malam. Miras dan berkelahi
Astagfirullah !.
“Kenapa kamu kembali kepada kebiasaan lamamu,bang..?.
Bukankah ditahun-tahun pertama kamu bisa mengekang, bahkan bisa melupakan
kebiasaan tidak baik itu..?
Jong tidah menjawab pertanyaan Musridah.
“Saya adalah istri abang yang sejak dulu siap dinikahi
dengan konskwensi apapun. Saya istri abang yang sabar dan akan selalu sabar
menunggu perubahan abang yang sesungguhnya, sebab saya percaya abang pasti
mampu untk berubah menjadi ayah dan suami yang baik, “Musridah terus berusaha
memberi keyakinan.
Lagi-lagi Jong hanya berdiam saja tidak mengambil
tindakan yang baik untuk anak istrinya. Bahkan, berbilang bulan kemudian tahun
bertambah, perilaku Jong semakin parah. Ia menjelma menjadi sosok preman yang
bukan saja meresahkan hati istri dan anaknya tapi juga meresahkan masyarakat.
Fisik Musridah yang pada awalnya pernikahan berisi dan
sehat, kini berubah menjadi kurus kering seperti tertekan ditambah lagi
Musridah harus mengurus tiga orang anak. Mendidik dan mencari makan untuk
mereka. Sedangkan Jong ..? Ia seolah lupa dengan keluarganya. Ironisnya Jong
memeras istrinya untuk mendapatkan kebutuhan membeli minuman keras.
KERESAHAN WARGA.
Tujuh tahun usia pernikahan Musridahdengan Jong yang didapat Musridah
hanya kepiluan. Tapi Musridah masih mampu bertahan, bahakan harus bertahan demi
keutuhan rumah tangga mereka. Sekalipun Musridah tidak pernah melontarkan kata
cerai pada Jong. Karena harapan Musridah masih utuh, bahwa Jong akan sadar.
Namun, kesabaran Musridah harus kembali mengadapi batu ujian. Disamping
kawan, saudara dan orang tuanya yang telah memberi ultimatum , Musridah juga
harus menghadapi tatapan mata sinis masyarakat yang berada di lingkungannya.
Pasalnya Jong, telah banyak membuat keonaran. Siang itu, Jong
mendatangi sebuah sanggar kreatif dilingkungan tempat tinggalnya. Kedatangan
Jong bukan ingin mengbah diri menjadi lelaki yang kreatif , ia datang untuk
menciptakan keonaran , membuat kekacoan didalam sanggar tempat berkumpulnya
anak-anak muda berbakat yang kreatif.
Melihat kedatangan Jong seorang penghuni sanggar dengan lagak seperti
jagoan mencoba menekati dan mengajak bicara Jong dengan baik-baik, tetapi Jong
menyambutnya dengan peralakuan kasar. Jong mendorong tubuh lelaki itu dengan
kasar. Lelaki itu terhuyung. Untungnya dinding sanggar lebih dekat kedudukannya
hingga tubuhnya lelaki sanggar yang terhuyung itu tersangga dan tidak jatuh
terjengkang kebelakang.
Lelaki penghuni sanggar itu tak mengira akan diperlakukan sekasar itu
oleh Jong, tidak berani lagi mendekati Jong. Karena itu si lelaki penghuni
sanggar hanya tetap bersandar di dinding. Ia berharap Jong tidak lagi melakukan
kekerasan yang membuat jantungnya berdegup cukup kuat. Namun harapan lelaki it
tidah terwujud sebab Jong dengan langkah dipercepat kembali mendekati lelaki
sanggar dan mencekeram kerah baju dengan keras.
“Lu pengen mati heh “, begitu ancam Jong. Keringat dingin mebanjiri
sekujur badan lelaki sanggar, terlebih ketika Jong mencabut sebilah pisau dari
selipan pinggang dan mendekatkan pisau tajam itu kewajah.
Wajah lelaki sanggar itu pucat pasi dibuatnya, ia sudah pasrah dengan
keadaan. Ia tidak mungkin melawan Jong yang berada dalam keadaan mabuk. Tapi
untungnya, Jong tiba-tiba menjauhkan pisau tajam itu dan kembali menyelipkan
kedalam selipan celananya.
“Kalau gue mau, lu pasti gue habisin!” begitu ucap Jong. Dan ia
melepaskan cengkraman dileher lelaki penghuni sanggar ,kemudian berlalu keluar.
Senyap seketika keadaan sanggar. Penghuninya berusaha terbalut ketegangan yang
menyesakkan, seolah baru saja mendapatkan bantuan oksigen. Mereka dapat
bernafas meski dengan keadaan lunglai karena terkejut.
SANG UTADZ.
Keresahan warga akan perilaku Jong makin lama semakin
terasa. Ada keingin segelintir warga yang ingin menghakimi Jong, tapi sebagian
lagi takut menanggung resiko. Bagaimana jika Jong mengamuk dan main hantam dan
merusak.
Keresahan warga yang juga terbaca oleh ustadz ,membuat
guru yang dihormati oleh warga itu mencoba mengambil langkah pendekatan kepada
Jong.
Saat keduanya bertemu, sang ustadz mencoba berbicara
degan baik-baik, kemudian memasukkan nasihat-nasihat dengan harapan Jong dapat
tergugah hatinya. Syukur-syukur Jong Insyaf atau mendapat hidayah melalui
nasihat ustadz. Apakah keinsyafan yang didapat Jong setelah berhadapan dengan
sang ustadz..?.
Jong telah membutakan mata hatinya sendiri. Siraman air
sejuk sang ustadz yang menerpa kalbu seolah tak terasa sebaliknya, Jong tak senang dinasihati seperti itu.
Ujung-ujungnya, Jong marah dan memukul wajah sang ustadz. Astagfirullah.
Sang ustadz tentu saja sudah siap dengan keadaan apa yang
akan terjadi.Keinsyafan atau kemarahan dan nyatanya keinsyafan itu masih jauhn
pada Jong, sehigga kemarahanlah yang mencuat. Sang ustadz tidak marah atas
kemarahan Jong dan perlakuan yang didapatnya, namun murid-murid si ustadz tidak
bisa menerima kalau guru yang dihormati nya diperlakukan seperti itu. Sang
murid ingin membuat perhitungan , namun dengan kearifan dan kebijaksanaan sang
guru (ustadz) kemarahan sang murid mampu diredam.
JENAZAH JONG DIGANG SEMPIT.
Beberapa hari setelah keonaran dan perlakuan Jong
terhadap sang ustadz. Di pagi buta yang masih berembun dingin , seorang warga
yang tengah berjalan disebuah gang sempit merasa sangat terkejut ketika
langkahnya terantuk sesuatu. Keterkejutan semakin nyata saat warga tersebut
melihat dengan jelas sesuatu yang membuat kakinya tersandung, adalah mayat..!
Mayat siapa..? Warga itu tak mengenali sebab posisi mayat tersebut menelungkup.
Ketika pagi semakin jelas, cahaya dan langitsduah membias
dan memasuki gang sempit melalui celah genting rumah warga. Barulah terlihat
jelas sosok yang tertelungkup dengan ceceran darah disekitar tubuhnya itu
adalah Jong..!
Kematian Jong menggembaprkan warga, sekaligus menenangkan
warga. Warga lega karena beranggapan tak ada lagi orang yang selalu membuat
cemas dan bikin onar. Jong sudah menemui hukuman atas perilakunya selama
hidupnya. Begitu menurut warga apakah kematian Jong tragis itu adalah hukuman
atas perilakunya yang telah mendzalimi anak istrinya, membuat resah masyarakat
atau telah menganiaya sang ustadz..?
(Wallahu A’lam Bisshawab)