Blog Konten Islam: SHOLAT & KESALEHAN SOSIAL
Showing posts with label SHOLAT & KESALEHAN SOSIAL. Show all posts
Showing posts with label SHOLAT & KESALEHAN SOSIAL. Show all posts

Friday 1 June 2018

SHOLAT & KESALEHAN SOSIAL

SHOLAT   & KESALEHAN SOSIAL


Dasbor"SIRAMAN RUHANI"

SHOLAT
 DAN  KESALEHAN SOSIAL
“ Ketaatan Ritual harus melahirkan kesalehan sosial ”..

Sebagai salah satu pilar islam dan tiang pancang bagi tegaknya agama, sholat disebut pada banyak ayat Al-Quran. Diantaranya, QS. Al-Baqarah : 3 menyatakan bahwa mendirikan sholat, iman kepada yang ghaib dan menafkahkan sebagian rezeki, merupakan cirri orang bertaqwa.  .

QS. Al-Baqarah  45 dan 153 memerintahkan untuk memohon pertolongan kepada Allah dengan sabar dan mendirikan sholat. Dalam ayat ini juga ditegaskan bahwa mendirikan sholat sebagai sarana memohon pertolongan kepada Allahn itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk.

Dalam QS. AlBaqarah :83, perintah mendirikan sholat disertakan dengan perintah menyembah hanya kepada Allah, berbuat baik pada kedua orang tua , kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, mengucapkan kata-kata yang baik kepada sesame manusia dan menunaikan zakat.

QS. Al-Baqarah :177 menyertakan sholat dengan kewajiban beriman kepada Allah, hari kemudian, para malaikat, kitab-kitab, para nabi, memberikan harta yang dicintai kepada kerabat, anak yatim, orang miskin,musafir yang memerlukan pertolongan dan orang-orang yang meminta-minta ; memerdekakan hamba sahaya, menunaikan zakat, menepati janji, sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Ayat ini memberi pelajaranbahwa kebajikan sejati terdiri dari dua unsure : tashawwur dan suluk.

Baca Juga "Apakah Lailatul Qadar Bisa di Buktikan"

Tashawwur adalah pemahaman yang benar dan penghayatan. Dalam hal ini, beriman kepada Allah, Hari kemudian, Malaikat kitab, dan Nabi merupakan cermin dari tashawwur. Sedangkan Sulu adalah tindakanlanjut dan perilaku berupa kesalehan sosial. Dalam hal ini, memberi harta yang dicintai kepada kerabat, anak – anak yatim, orang-orang miskin, ibn al sabil dan seterusnya merupakan perwujudan dari suluk tersebut ayat ini mengguratkan bahwa kebajikan sejati (birr) adalah terpenuhinya kedua unsure itu.

QS. Al-Baqarah :238 menyuruh memelihara sholat dengan khusyuk. Dalam hal QS. An-Nisa :142 dijelaskan bahwa orang yang munafik jarang melaukan sholat dan seandainya pun sholat maka sholatnya bercirikan malas dan riya’. Dalam QS. Hud : 87 diceritakan bahwa kaum nabi Syu’aib yang membangkang berkata kepada beliau, “Apakah sholatmu yang menyuruh kamu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak – bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami,,?. Mereka, seperti kata At-Thabari, hendak mengatakan, “Ini adalah harta kami.

Kami berhak melakukan apa saja yang yang kami inginkan terhadap harta ini. Kami bisa mengambil sebagiaannya atau mengolahnya atau bahkan membuangnya”. Syu’aib menolak pola pikir egois mereka. Benar-bahwa harta itu milik mereka.

Tetapi dari sudut pandang sosial mereka tidak memiliki hak dan untuk mempermainkan timbangan dan takarannya, sebab itu merugikan orang lain. Dengan kata lain pengakuan atas kepemilikkan pribadi tidak berarti setiap orang mempunyai kebebasan mutlak. Yang ada adalah kebebasan yang dibatasi oleh kemaslahatan umu.

Baca Juga "Alasan Berjamaah di Masjid"

Dalam QS. Al-A’raf :85 dikisahkan bahwa Nabi Syu’aib menyuruh kaumnya untuk menyembpurnakan takaran dan timbangan setelah menyuruh mereka menyembah Allah. Hal ini menunjukkan bahwa makna ibadah menyakup kejujuran dalam bermuamalah (interaksi sosial), tidak terkecuali kejujuran dalam hal takaran dan timbangan (dunia bisnis).

Diantara kaum Nabi Syu’aib orang-orang yang mempermaikan harta milik pribadi seenaknya sehingga merugikan orang lain adalah para pembesar, orang-orang kaya, dan para penjabat yang tidak punya tujuan hidup selain mengumpulkan harta dengan cara apa saja. Mereka tidak pernah segam mengorbankan kepentingan umum demi kepentingan pribadi. Sementara itu, Syu’aib berjuang mewwujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Seperti biasa, yang menolak ajaran yang diserukan Nabi Syu’aib adalah mereka yang disebutkan Al-Quran sebagai al-mala’ ; kaum elite, para pembesar, kalangan terkemuka, mereka yang punya kuasa dan harta.Mereka menantang Nabi Syu’aib bukan hanya karena ia menyerukan menyembah Allah tetapi terutama karena ia memerintahkan meninggalkan perbuatan – perbuatan yang bertentangan dengan tuntunan iman kepada Allah seperti mengurangi takaran dan timbangan serta kegiatan ekonomi lainnya.

Ajaran islam yang dibawa Syu’aib mengancam kepentingan pribadi mereka.Maka berbagai cara mereka gunakan untuk melawan Syu’aib dan memberantas ajarannya. Di lain pihak, sebagaimana digambarkan QS> AlA’raaf :88, kelompok masyarakat yang oleh Al-Mala’ bisa dijuluki aradzil (orang-orang hina dan rendah) antusias menyambut dakwah Syu’aib. Dan seperti biasa, guna membendung pengaruh ajaran Syu’aib, al-mala’ mengancam, menindas, dan mengintimidasi para aradzil.

Sementara itu, QS. Al-Jumu’ah : 10 menyatakan bahwa tawazun (keseimbangan) merupakan salah satu cirri ajaran islam. Keseimbangan antara pemenuhan tuntutan hidup dunia, seperti bekerja, banting tulang, beraktivitas dan kasab, dengan keharusan mengasingkan ruh, menenangkan dan mensyunyikan hati barang sesaat untuk berdzikir.

Sholat merupakan kebutuhan mendasar bagi kehidupan hati. Tanpanya ia tidak akan sanggup memikul beban amanah yang amat besar. Zikir juga mutlak harus ada dalam usaha mencari pemenuhan kebutuhan hidp. Merasakan kehadiran-Nya membuat kegiatan pemenuhan kebutuhan hidup menjadi bernilai ibadah. Namun demikian, perlu adanya watu tersendiri untuk melaukan dzikir murni, pengasingan dan penyendirian yang total dari kehidupan dunia.

Sedangkan dari QS. Al-Ma’un :4-7 dapat ditari pengertian bahwa sholat yang dilaukan secara lalai (asal-asalan), karena riya’ dan tidak melahirkan kesalehan sosial, pelakunya mudah diancam kecelaaan. Surah Al-Kautsra : 2 menegaskan apa yang sudah berulang kali dikatakan bahwa ketaatan ritual harus melahirkan kesalehan sosial. Pada ayat ini perintah mendirikan sholat disertakan langsung dengan menyembelih hewan kurban, “Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah “. Yang pertama sebagai symbol ketaatan ritual, sedang yang kedua merupakan salah satu manifestasi kesalehan sosial.

Lagi-lagi ini menegaskan bahwa ketaatan ritual harus melahirkan kesalehan sosial. Surah, Al-Ma’un betapapun singkatnya, menolak ibadah yang formalistic. Surah ini memandang bahwa menolong orang yang membutuhkan merupakan syarat iman, sama seperti mendirikan aholat dan menjalankannya dengan khusyuk.


Ia juga mengancam orang-orang yang enggan menolong orang yang membutuhkan dengan wayl (kecelakaan). Melalui Surah Al-Ma’un Al-Quran menamai orang yang tidak memiliki kesalehan sosial sebagai orang yang mendustakan agama. QS.Al-Ankabu :45 sangat tegas menyatakan adanya hubungan tak terpisahkan antara sholat sebagai symbol ketaatan ritual dengan kesalehan sosial.

Wallahu ‘alam Bhisawab

Tri Yudiono Publishing https://blogkontenislam.blogspot.com - 2 Juni 2018

BUKIT SINAI, SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL

BUKIT SINAI,   SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL Dasbor Kisah Nabi" BUKIT SINAI, SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL “Selaman...