MEMAHAMI KATA TADARUS
“Imam Nawai menyarankan agar setiap muslim
bisa menghatammkan Al-Quran sebulan sekali. Atau, dirasa masih berat, ya
semampunya saja. Yang penting, jangan berlalu satu hari pun kecuali kita
membaca Al-Quran, walau hanya beberapa ayat.“”
Secara Etimologi, kata
tadarus berasal dari asal kata Darasa – Yadrusu, yang artinya
mempelajari, meneliti, menelaah, mengkaji dan mengambil pelajaran.
Lalu ditambahkan huruf Ta’
didepan hingga menjadi Tadarrasa – Yatadarrasu, yang
maknanya berubah menjadi saling belajar, atau mempelajari secara lebih
mendalam.
Adapaun kegiatan tadarus
yang kerap kali kita dengar dan kita lihat hanay membaca Al-Quran. Seperti
halnya membaca kitab suci tersebut pada hari-hari biasanya.
Baca juga " Larangan Ilmiah Mecabut Uban "
Baca juga " Larangan Ilmiah Mecabut Uban "
Bahkan benar tidaknya bacaan
itu kadang tidak terjamin. Karena tidak ada ustadz yang ahli dalam membaca
Al-Quran yang ikut mendampinginya.
Bentuk tadarusan seperti itu
sebenarnya lebih tepat menggunakan istilah “ Tilawah Wal Istima’ “. Kata “Tilawah”
berarti membaca , dan kata “Istima; “berasal darita “Sami’a Yasma’u “ yang
berarti mendengar.
Kebiasaan Tadarus telah
dicontohkan sejak zaman nabi dan para sahabat. Imam Bukhari meriwayatkan
sebuah hadits bahwa Rasulullah saw tadarusan Al-Quran bersama Malaikat Jibril
di setiap bulan Ramadhan.
Di situ riwayat Rasulullah
saw yang membaca Al-Quran dan Malaikat Jibril yang menyimak bacaannya.
Sedangkan dalam riwayat yang lain. Malaikat Jibril yang membaca Al-Quran dan
Rasulullah saw menyimak bacaannya.
Jadi, kebiasaan atau tradisi
tadarus Al-Quran di bulan Ramadhan itu memang ada contohnya dari Rasulullah saw.
Menurut Shodiqiel Hafily dalam
Tadarus ala Sahabat, tadarus yang disimak malaikat Jibril itu menyiratkan pesan
untuk membangun budaya intelek ( budaya baca dan budaya kritis )
serta budaya sharing. Nabi begitu tekun dan istiqamah menyimakkan bacaan Al-Qurannya
kepada Jibril.
Ibnu Mas’ud ra
menyebutkan “adalah seorang dari kami jika telah mempelajari 10 ayat maka ia
tidak menambahnya sampai ia mengetahui maknanya dan mengamalkannya”.
Hadits ini di shahihkan oleh
Syekh
Ahmad Muhammad Syakir dalam tahqiq-nya
atas Tafsir
At-Thabari. Sementara
itu
Imam
Nawawi menyarankan agar setiap muslim bisa menghatamkan Al-Quran setiap
sebulan sekali.
Atau dirasa masih berat , ya
semampunya saja, yang penting jangan berlalu satu hari pun kecuali kita membaca
Al-Quran, walau hanya beberapa ayat.
Namun, kebanyakkan dari kita
kalau tadarusnya hanya sekedar membaca, menurut Abdul Mu’ti, Ketua Umum PP
Pemuda Muhamdiyah , ada beberapa sebabnya.
Pertama :
Sebagian muslim berpendapat bahwa membaca Al-Quran secara verbal sudah
merupakan ibadah.
Kedua :
Kegiatan membaca verbal didasarkan alasan historis dengan meilhat praktik para sahabat.
Selam Ramadhan, para sahabat bertadarus dengan membentuk Halaqah Al-Quran.
Mereka melakukan seaman seorang
membaca Al-Quran dan yang lainnya menyimak : mendengar dengan seksama.
Mereka memang tidak
melakukan dengan penerjemahan. Tadarus lebih banyak ditunjukkan untuk
memelihara hafalan Al-Quran.
Tetapi, praktik tadarus
sahabat yang tidak disertai pemahaman atau tafsir nampaknya disebabkan oleh dua
hal.
Pertama :
Mereka tidak mengalami kendala bahasa. Sebab Al-Quran memang ditulis dan dibaca
dalam bahasa Arab.
Kedua :
Apa bila menemui kesulitan, mereka dapat bertanya langsung kepada Rasulullah
saw.
Sementara kondisi muslim di
Indonesia sangat jauh berbeda dengan sahabat. Di Indonesia , bahasa Arab adalah
bahasa asing. Mayoritas muslim tidak menguasai bahasa Arab.
Disamping itu, jarak
kehidupan juga sangat jauh dari masa Rasulullah ; baik dari segi waktu maupun
sisi kompleksitas masalah yang dihadapi. Jika kita ingin menjadikan Al-Quran
sebagai pedoman, apakah dengan membaca saja sudah cukup..?
Jadi, dalam tadarus
sebaiknya disertai pemahaman yang mendalam.
Wallahu ‘alam Bhisawab