Blog Konten Islam: Mohammad Natsir Pejuang sejati Idiologi Islam
Showing posts with label Mohammad Natsir Pejuang sejati Idiologi Islam. Show all posts
Showing posts with label Mohammad Natsir Pejuang sejati Idiologi Islam. Show all posts

Sunday 25 March 2018

Mohammad Natsir Pejuang sejati Idiologi Islam

Mohammad Natsir Pejuang Sejati Idiologi Islam  
Muhammad Natsir  
Mohammad Natsir  memang unik dan luar biasa. Ia kerap bersebrangan pendapat dengan lawannya, tapi tetap santun dan bersahaja dalam keseharian.



Di meja sidang, ia sering beradu mulut bahkan emosional hingga memeprlihatkan permusuhan yang tajam. Diluar sidang, suasana cair justru ia ciptakan. Oleh karena itu ia disegani oleh banyak orang dan pelbagai kalangan.



Sebagai putra bangsa, Natsir merupakan pejuang yang ulet mempertahankan prinsip dan idiologinya. Ia tak gentar sedikitpun berhadapan dengan pucuk penguasa demi memperjuangkan prinsip-prinsip perjuangannya.



Tak mengherankan jika sikapnya terkadang berakibat pada intimidasi dan perlakuan sewenang-wenang terhadap dirinya. Sikap konsisten Natsir terhadap idiologi yang digenggamnya antara lain disebabkan rasa jengkel Natsir  kepada pemerintah Soekarno yang dinilai lebih dekat dengan PKI dengan kecenderungan kepemimpinan nasional yang semakin otoriter.



Partai Masyumi yang didirikannya diberangus oleh Soekarno. Demikian pula saat terlibat dalam Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), ruang gerak Natsir dipersulit hingga akhirnya ia dijebloskan kedalam penjara.



Setelah masa Orde Lama selesai , Natsir sebenarnya berharap Orde Baru bisa lebih baik. Artinya , Ia ingin penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada masa sebelumnya bisa diluruskan. Sayang , era Orde Baru pun akhirnya menampakkan sangarnya pada masa 80-an.



Terlebih setelah Natsir dan kawan-kawan yang tergabung dalam Lembaga Kesadaran Berkonstitusi turut menandatangani Petisi 50 pada 5 Mei 1980, yang lahir atas keprihatinan mereka terhadap kondisi bangsa yang carut marut dan pemerintahan yang otoriter.



Natsir dan teman-teman Petisi 50-annya kembali mendapatkan perlakuan tidak adil , dicekal. Ironis memang perlakuan yang diterima Natsir ditengah kemerdekaan yang semestinya menghargai beda pendapat. Sikap tidak demokratis justru ditunjukkan oleh pemerintah , entah itu dimasa Soekarno maupun di masa Soeharto.



Terlepas dari semua itu, dikalangan umat islam, Natsir dikenal sebagai sosok pemikir, da’i, politisi, sekaligus pendidik islam terkemuka. Sebagai tokoh ia tidak hanya masyur ditingkat nasional (Indonesia) , tapi juga skala Internasional (luar negeri)


Pendidikan Natsir
Masakecil Natsir tak seindah bayangan orang.Ia lahir dari keluarga sederhana yang taat beribadah. Ibunya bernama Khadijah dan ayahnya Moh. Idris Sutan Saripado   Semangat mengaji sudah tumbuh di dirinya sejak kecil. Semasa kecil, hidupnya sering berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Ia mengikuti langkah ayahnya yang bekerja sebagai pegawai kolonial Belanda.

Malahan di usia 7-8 thn, sekolah Natsir kurang menentu. Dari tempat kelahirannya, Alahan Panjang, ia pindah ke Maninjau, Kabupaten Agama, Sumatra Barat. Di Maninjau, ia belajar di sekolah rakyat berbahasa Indonesia, di Jawa dikenal sekolah Ongko Loro.

Setelah itu Natsir ke HIS ( Holand Inlander School/Sekolah Rakyat ) , namun hanya beberapa bulan saja. Selanjutnya, Natsir sekolah kelas II HIS Solo.Ia dititipkan dirumah Haji Musa, seorang saudagar.Di tempat ini Natsir belajar bahasa Arab  dan mengaji fiqih. Siang hari, ia belajar di HIS , sorenya di Madrasah dan malam mengaji Al-Quran. Tiga tahun ia tinggal bersama haji Musa.

Tapi kakak Natsir , Uni Rabiah, mengajak Natsir kembali ke padang. Ia diterima di kelas V HIS. Setelah lulus Natsir melanjutkan ke MULO ( Meer Uitgebraid Lager Onderwijs/Setingkat SMP) Padang. Disini ia duduk berdampingan dengan murid-murid Belanda.


Lulus dari MULO , pada tahun 1927, Natsir melanjutkan di AMS ( Algemene Middlebare School/setingkat SMU) Bandung yang tergolong elite. Natsir termasuk beruntung karena mendapatkan Beasiswa. Tiap hari sepulang sekolah ia intens datang ke perpustakaan Gedung Sate untuk membaca buku-buku.

Walau Natsir mengenyam pendidikan barat , semangat menuntut ilmu agamanya terus menggebu-gebu dan kian ia perdalam. Natsir muda sesungguhnya kutu buku. Ia melahap buku-buku filsafat barat, sejarah, sastra dan rajin mengikuti berita internasional dari berbagai jurnal.

Bahkan Natsir juga merajang habis buku-buku Snouck Hurgronje , diantaranya adalah Netherland en de Islam, yang memaparkan strategi Hurgronje menghadapi islam Buku ini pula yang memotivasi Natsir untuk melawan Belanda melalui pendidikan.

TERJUN KE KANCAH POLITIK
Hidup dalam didikan sekolah Belanda membuat Natsir tahu persis dampak buruk penjajahan. Jiwanya bergolak ia mulai tertarik terjun ke kancah politik. Apalagi setelah bertemu dan sering berdiskusi dengan A. Hassan , lelaki keturunan India asal Singapapura yang kemudian menjadi ahli agama di Persatuan Islam.

Natsir juga masuk di JIB ( Jong Islamiten Bond ) cabang Bandung. JIB didirikan oleh Haji Agus Salim dan Wiwoho Purbohadijoyo. Natsir mulai berkenalan dengan banya tokoh, seperti : Moh. Roem, Prawoto Mangkusasmito, dan Kasman Singodimejo, yang kemudian menjadi tokoh politik masyumi.

Di tempat ini pula ia bertemu gadis Nur Nahar yang nantinya menjadi pendamping hidupnya. Sebagai aktivis politik Natsir rajin berinteraksi dengan tokoh penggerak waktu itu. Ia pun mendengar pidato Soekarno. Juga pada rapat umum Partai Nasional Indonesia yang diselenggarakan 17 Oktober 1929 di Bandung.

Soekarno mengundang para pemimpin organisasi islam yang ada di Bandung. Natsir tak sependapat dengan Soekarno soal memandang memandang islam. Pemikiran-pemikiran Natsir seputar islam sendiri kerap dimuat dimajalah bulanan Pembela Islam. Dalam tulisan-tulisannya Natsir, memperjuangkan dasar Negara berdasarkan system islam, karena Negara tidak bisa dipisahkan dengan agama.

Ia sangat anti dengan sekulerisme, hal ini dikuatkan dengan artikel dengan judul “ Kebangsaan Muslim “, dimana tulisan ini merupakan reaksi atas penghinaan kaum nasionalis terhadap islam yang menggemparkan hingga “Pembela Islam” disebut sebagai “Pembelah islam”.

Kendati mengkritik tajam Natsir tetap membela Soekarno saat diadili pemerintah kolonial Belanda sebelum dibuang ke ende. Keduanya bersahabat baik. Akan tetapi hubungan Natsir dengan Presiden Soekarno kembali memanas setelah rencana Soekarno yang akan membubarkan Uni Indonesia Belanda ditolak oleh 12 menteri. Hanya 3 menteri yang mendukung gagasannya.

Natsir-Perdana menteri waktu itu meminta masalah pembubaran Uni Indonesia Belanda dilakukan melalui konfrensi para menteri, bukan melalui pidato Presiden secara sepihak. Persetruan kian menjadi. Dan puncaknya, Natsir menyerahkan mandatnya sebagai perdana menteri karena kabinetnya terus direcoki Partai Nasional Indonesia di parlemen.


Setelah tak berada di eksekutif Natsir mencurahkan waktunya di partai Masyumi dan parlemen. Pada pemilu 1955, Masyumi menduduki peringkat 2 dibawah Partai Nasional Indonesia, diikuti paratai Nadhatul Ulama dan Partai Komunis Indonesia. Presiden Soekarno mengusulkan dibentuk Kabinet Kaki Empat Masyumi menolak Karas bersebrangan secara politik dengan Partai Komunis Indonesia. Natsir mengungkapkan sejumlah dalil Islam yang menyebutkan Komunis bertentangan dengan Al-Quran dan hadits.

Disaat bersamaan, kesadaran akan bahaya komunis di Indonesia menguat Kekhawatiran makin bertambah tatkala Pemilihan Daerah di Jawa Pada Juni – Agustus 1957, PKI mengungguli semua Partai lain Partai-partai anti Komunis  seperti Masyumi dan PSI mempertaruhkan semua kekuatan untuk menghambat PKI.

Tapi dimata Soekarno Partai Masyumi dan PSI merupakan antek barat padahal bagi kedua partai itu keberpihakan mereka pada barat adalah strategi untuk menghambat berkuasanya PKI di Indonesia. Situasi Jakarta semakin tidak menentu  tatkala pemerinth Soekarno memaksakan paham Nasakom ( Nasionalisme, Agama,Komunisme )

Keterlibatan dengan PRRI memaksa Natsir dan keluarga meninggalkan, Jakarta setelah memanasnya konflik politik dengan pemerintah Soekarno. Demikian pula dengan teman seperjuangan mereka, seperti Sjafoedin Prawiranegara, Burhanudin beserta keluarga. Tetapi dipadang pun, Pergerakkan Natsir dan teman-temannya tetap diincar oleh pemerintah.

Sehingga Natsir memindahkan markas PRRI dari padang  ke pedalaman. Keluarga Natsir ditampung oleh aktivis masyumi, Buya H. Jusuf paman Buya Hamka di Maninaju. Tetapi setahun kemudian tempat persembunyian mereka diketahui oleh tentara Jakarta. Natsir dan teman-teman perjuangannya beserta dan keluarganya mencari tempat yang lebih aman, berpindah dari satu tempat ketempat lain, tak terkecuali di hutan.

Tiga setengah tahun setelah meninggalkan Jakarta , pada Agustus 1961 melalui siaran radio pemerintah meminta para tokoh PRRI menyerah. Natsir pun menyerah setelah semua  teman-temannya menyerahkan diri terlebih dahulu.

PENDIDIKAN DAN DAKWAH
Setelah Pergerakkan PRRI habis, Natsir mendekam didalam penjara selama 4 tahun (1961-1965), tepatnya di Wisma keagungan, rumah tahanan di daerah kota Jakarta. Bigitu keluar dari penjara, awalnya Natsir ingin menghidupkan lagi Masyumi, partai yang berdiri pada tahun 1945 dan dibubarkan oleh Soekarno 15 tahun  kemudian.


Namun ide tersebut ditolak oleh pemerintah Soeharto . Bahkan Soeharto menolak para pemimpin Masyumi memimpin partai yang baru didirikan, yaitu parmusi ( Partai Muslimin Indonesia ). Natsir kemudian menyingkir dari dunia Politik, dan selanjutnya kembali focus di dunia dakwah dan pendidikan.

Ini ditandai dengan aktivitasnya di Dewan Dakwah pada 1967 melalui organisasi ini, ia menyerukan pentingnya membangun system, mutu dan teknik dakwah islam. Selain itu ia pun perlu merumuskan program kerja melatih mubaligh membuat riset penyokong dakwah serta menyediakan berbagai buku, majalah dan brosur untuk membekali juru dakwah ilmu keagaman serta ilmu pengetahuan umum.

Dewan dakwah membangun strategi dakwah disemua lini, termasuk sekolah, kampus,pesantren dan daerah terpencildi Indonesia.Natsir ingin Dewan Dakwah menggarap lapangan dakwah yang tidak dikerjakan Nadhatul Ulama, Muhammadiyah, dan Persatuan Islam.

Natsir punya modal penting untuk mewujudkan gagasan terebut, karena di kancah Internasional, kiprah Natsir didunia dakwah juga terbilang tidak sedikit. Ia pernah memimpin sidang Konggres  Islam Dunia di Damaskus Suriah (1957), wakil presiden Muktamar Alam Islami yang bermarkas di Karachi ,Pakistan (1967), anggota World Muslim League. Mekkah, Arab Saudi(1969).

Setelah itu Natsir pun pernah menjadi anggota Dewan Masjid Sedunia yang berpusat di Mekkah pda tahun 1980, ia mendapat penghargaan dari Raja Faisal dari Arab Saudi karena berjasa pada Islam.

Pada 1985, ia menjadi anggota Dewan Pendidikan The International Islamic Charitable Foundation, Kuwait. Setahun kemudian, ia menjadi anggota Dewan Pendiri The Oxford Centre For Islamic Studies, London Inggris, dan anggota Majelis Umana International Islamic University, Islamabad Pakistan.

Sementara itu dibidang pendidikan Natsir pun merupakan salah satu penggagas lahirnya perguruan tinggi swasta islam yang pertama di Indonesia. Bahkan Jauh-jauh hari pada 17 Juni 1934, Natsir menyampaikan pidatonya dalam rapat kaum muslimin bahwamaju atau mundurnya suatu kaum tergantung sebagian besar pada pelajaran dan pendidikan yang berlaku dalam kalangan mereka.

Natsir juga menyoroti sistim pendidikan ala Barat. Menurutnya, sistim pendidikan yang diberikan pada masa penjajahan belanda semata-mata untuk mencuci otak semata. Natsir menilai jiwa murid tetap kosong. Disisi lain pendidikan di pesantren dan madrasah bisa menghasilkan orang-orang yang berakhlaq baik, tapi sayangnya mereka buta terhadap perkembangan dunia.

Nah dua hal penting inilah yang menjadi pemikiran Natsir. Kepedulian Natsir di bidang pendidikan ini kemudian dibuktikan dengan upayanya mendirikan sejumlah Universitas islam Indonesia. Universitas Islam Bandung, Universitas Sumatra, Universitas Riau, Universitas Ibnu Khaldun Bogor, dan sebagainya.

PENUTUP
Pada Februari 1993 , Natsir telah kembali kepangkuan Allah swt. Ia meninggalkan 5 orang anak : Siti Muchliesah, Asma Faridah, Hasna Faizah, Aisyatul Asriah, dan Fauzie Natsir. Tepat pada 17 Juli 2008 lalu genap seribu tahun kelahirannya. Meski ia telah tiada kontribusinya terhadap Negara, agama, dunia pendidikan, serta dakwah tetap melekat dikenang sepanjang masa.
(H/Sumber: Majalah Tempo, 20 Juli 2008 )



BUKIT SINAI, SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL

BUKIT SINAI,   SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL Dasbor Kisah Nabi" BUKIT SINAI, SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL “Selaman...