“Sa’ad bin Abi Waqas adalah sahabat
yang pertama kali menyebarkan dakwah di negeri tirai bambu ini “..”
Catatan
tentang kehadiran islam di China sebenarnya telah lama terekam dalam sejarah
negeri ini. Kehadiran islam di negeri ini bukan hanya terpaut sedikit dari masa
Nabi Muhammad saw menyebarkan islam di tanah Arab. Sebuah catatan kuno dari
zaman dinasti Tang menyebutkan bahwa babak baru kehadiran Islam ke negeri itu
ditandai dengan ‘kunjungan agung Sa’ad
ibn Abi Waqas, salah seorang sahabat Nabi saw pada tahun 650 atau 29 H.
Sa’ad merupakan delegasi pertama yang diutus khalifah ketiga, Ustman bin Affan.
Ia ditugaskan untuk menyeru kaisar China memeluk islam.
Dengan berani, Sa’ad memperkenalkan
islam kepada rakyat China. Ia memaparkan inti ajaran islam kepada khalayak
didalam kerajaan, yang saat itu disaksikan langsung oleh kaisar China. Usai
beberapa lama menyimak penjelasan Sa’ad , Kaisar Yung Wei, pemimpin yang
berkuasa waktu itu, tidak menutup kegusarannya terhadap islam.
Kendati demikian, sang kaisar, tetap
menaruh hormat terhadap ajaran yang diserukan oleh Sa’ad. Kaisar Yung Wei
merasa bahwa antara ajaran islam dan ajaran Konfusius, keyakinan penduduk China
waktu itu, terdapat kemiripan. Itulah sebab mengapa dia merasa yakin bahwa
ajaran islam bisa disandingkan dengan ajaran Konfusius.
Untuk menunjukkan rasa simpatik kepada
islam, Kaisar Yung Wei memberi izin kepada kaum muslimin untuk membangun sebuah
masjid di kawasan Chang’an. Masjid yang kemudian diberi anama Canton (Memorial
Mosque) ini merupakan masjid pertama yang dibangun di China. Walau telah
berusia 14 abad sampai kini Canton Mosque masih tetap berdiri kokoh.
Sebenarnya, sebelum islam masuk ke China,
hubungan bangsa Arab dan China sudah lama terjalin melalui jalur perdagangan.
Hubungan ini semakin terlihat semakin erat tatkala islam telah benar-benar
masuk ke negeri itu. Bahkan sejak itu , hubungan perdagangan tersebut mengalami
kemajuan yang cukup signifikan.
Eratnya hubungan perdagangan semakin
terlihat ketika seorang bernam Cheng Aan, dimasa pemerintahan dinasti Tang,
mencetuskan membangun sebuah perkampungan islam. Pedirian perkampungan islam
ini ternyata banyak mengundang warga Negara lain untuk menetap di China.
Mereka banyak berdatangan dari kawasan
Arab, Persia, dan Asia Tenggara. China yang berada dimasa puncak peradaban,
rupa-rupanya menjadikan kawasan yang menjanjikan untuk mengail penghidupan.
Sejak itu, China kemudian menjadi Bandar
perdagangan yang banyak didatangi pedagang muslim dari berbagai penjuru. Saat
Dianasti Umayyah dan Abasiyah berkuasa, pernah ada enam delegasi yang diutus
untuk terlibat dalam aktivitas perdagangan itu.
Mereka diterima baik disana,
sebagaimana islam akhirnya banyak dianut oleh sebagian besar warga China. Umat
muslim secara perlahan tapi pasti , mulai mendominasi bidang ekspor-impor selama
dinasti Sung (960-1279) berkuasa. Terlebih saat pemerintahan dinasti Ming
(1368-1644) berkuasa. Inilah fase dimana Islam sedang menunjukkan
kegemilangannya.
MUATAN LOKAL.
Tak bisa dipungkiri, kondisi islam di China
nampak lebih mirip dengan kondisi islam yang tersebar di Indonesia. Akulturasi
budaya kerap mewarnai kehidupan beragama kaum muslimin China. Sebagian besar
dari mereka masih banyak yang meyakini kepercayaan leluhurnya. Mereka masih
percaya kepada konsep Yin dan Yang sebagai unsure kekuatan hidup makhluk.
Dari sisi arsitektur bangunan,
seringkali dibuat mengikuti arsitektur bangunan China. Ini bisa dilihat dari
desain kubah. Sedang dibagian pintu , biasanya terdapat tabir tipis dari plastic,
yang yang diyakini dapat mencegah bala. Selain itu, dalam kepercayaan
masyarakat China pintu terlarang menghadap ke depan. Biasanya pintu dibuat agak
berliku. Jika pintu dipaksakan langsung menghadap ke depan, biasanya akan ada tirai
yang menghalangi.
Bukan hanya masjid, rumah-rumah hunian
kaum muslimin China pun banyak yang tetap mengikuti unsur budaya setempat.
Uniknya, di sejumlah gedung-gedung bersejarah islam, tulisan-tulisan Tuntutlah
ilmu walaupun sampai ke negeri China nampak banyak terlihat.
Kaligrafi yang tertera di gedung-gedung
sejarah itu merupakan bentuk takzim ungkapan terima kasih masyarakat muslim China
kepada nabi Muhammad saw. Nabi seolah memberikan perhatian khusus kepada China,
dengan menyebut – nyebut negeri China dalam sabdanya.
Yang tak kalah menarik adalah
menyaksikan dari dekat berbagai pusat – pusat kerajinan khas China berupa kain
sutra serta keramik-keramik bertuliskan bahasa mandarin dan khat Arab. Sampai
saat ini kegiatan demikian masih terus berlangsung.
Asimilasi kebudayaan tak bisa dihindari
ketika kaum muslim bertintegrasi dalam komunitas Han. Mereka mengadopsi nama
dan kebudayaan Han. Banyak dari mereka yang menikahi wanita dari suku itu ,
untuk kemudian mencantumkan nama sang istri kepada nama anaknya. Tapi ada juga
yang memakai nama semisal MO, Mai, dan MU, adopsi nama dari asal kata Muhammad
Mustafa atau Ma’oud.
Sedang dibidang literature keagamaan,
telah banyak buku-buku agama ditulis kedalam bahasa Han, seperti buku-buku
hadits, fiqih, akhlaq, dan sejarah. Penulis seperti Ma Chu, Leo Tse dan Chang
Chung (1500-1700 Masehi) adalah tokoh yang berjasa menerjemahkan teks Arab dan
Parsi kedalam bahasa lokal. Bahkan diantara buku-buku tersebut ada yang ajarannya bercampur ajaran filsafat Konfusius.
Dibidang penerjamahan, pada abad 19, Ma
Pu Shu, cendikiawan yang terkenal kala itu, telah berhasil menerjemahkan
Al-Quran kedalam bahasa lokal, walau hanya lima juz saja. Meski belum lengkap,
apa yang dikerjakan Ma Pu Shu tentu berarti bagi warga muslim China. Cara ini
sekaligus menunjukkan cara ‘elegan’
dalam menyebarkan Islam agar mudah diterima.
Memasuki abad ke 20 , umat islam China
terus menuai sukses. Sejumlah ulama’ berusaha meneruskan langkah Ma Pu Shu.
Bukan saja Al-Quran, penerjemahan juga dilakukan terhadap teks-teks keagamaan lain,
seperti Hadits Arbain an-Nawawy Syaikh
Wang Jing Chai dan Yang Shi Chian adalah orang yang berjasa menerjemahkan
kitab-kitab tersebut.
Pasang Suru Kejayaan Islam.
Pada tahun 133 H, terjadi pertempuran
besar yang menentukan sejarah islam di Asia Tengah dibawah pimpinan Ziyad.
Meski tak jelas berapa korbannya, China termasuk Negara yang harus mengalami
kekalahan menyedihkan dalam pertempuran. Sebaliknya, islam meraih
kemenangan.Kemenangan itu membuka pintu lebar-lebar bagi umat islam. Mereka
mengontrol penuh hampir seluruh wilayah Asia Tengah.
Pada tahun138 H, Jendral Lieu Chen
melakukan pemberontakkan melawan Kaisar Sehwan Tsung. Untuk menumpas
pemberontakkan itu Kaisar meminta bantuan Khalifah Al-Mansur dari dinasti Abbasiyah.
Al-Mansur menyanggupi dengan mengirimkan Kaisar Sehwan empat ribu tentaranya ke
China. Dengan bantuan tersebut, Kaisar bisa menakhlukkan para pemberontak.
Peristiwa ini sekaligus awal sejarah tentara muslim mulai hadir di China.
Islam terus menunjukkan perkembangan
baik dalam bidang ilmu agama maupun filsafat dan aktifitas sosial. Bahkan tidak
sedikit para ulama islam ikut mewarnai filsafat Konfusius. Sayang, keadaan yang
tenang adem ayem kini akhirnya terganggu
manakala dinasti Manchu(1644-1911 Masehi) naik tahta.
Akan tetapi menurut sumber www.masjid_cina.or.id dinasti yang
tengah berkuasa saat itu adalah dinasti Ching.hanya saja, dinasti ini
didominasi etnis Manchu, sehingga segala kebijakkan yang dikeluarkan tak lepas
dari pengaruh dinasti Manchu. Padahal, waktu itu Manchu tak lebih dari kelompok
minoritas belaka.
Etnis Manchu banyak mengembangkan
taktik pecah belah untuk melanggengkan kekuasaanya. Karena itu, dimasa ini
banyak terjadi pertikaian antara etnis. Seperti pertikaian yang terjadi antara
orang Han, Tibet, Kaum Muslim dan bangsa Mongolia. Bahkan, sentimen anti islam
pun merebak luas. Muslim China terus mengalami cobaan dan tekanan. Mereka
dianggap sebagai warga Negara kelas dua, merekapun tak jarang mendapat
intimidasi dari penguasa.
Keadaan semakin diperparah dengan
banyaknya peperangan yang sering terjadi. Sedikitnya telah terjadi lima kali
peperangan ; lanchu, Che Kanio, Singkiang, Uunanan, dan Shansi. Kelima
peperangan itu merupakan perang yang paling menegangkan dan banyak memakan
korban.
Dalam kelima peperangan itu, kaum
Muslim terlibat didalamnya dan harus mengalami kekalahan. Korban akhirnya
berjatuhan tak terhitung jumlahnya.Ini berakibat pada jumlah kaum muslimin yang
menyusut drastis. Diperkirakan, jumlah umat islam waktu itu hanya sepertiga
dari jumlah sebelum peperangan terjadi.
Pada titik ini, wajar bila kemudian
Manchu dituding bertanggungjawab telah menggunakan tentara Han menekan kaum
Muslim di seantero negeri. Ketika dinasti Manchu runtuh tahun 1911, Tampilah
Sun Yat Sen menggantikannya. Dalam kepemimpinannya ia meproklamirkan persamaan
hak dan kewajiban diantara etnis Han, Hui (Muslim), Man (Manchu), Meng
(Mongol), dan The Tsang (Tibet). Kebijakan ini pada akhirnya menghadirkan
hubungan yang lebih baik diantara kelompok etnis tersebut.
Umat islam memulai babak baru.
Peradaban di masa Mao Zeong (1893-1976). Negarawan besar ini punya andil dalam
membentuk peradaban Islam di China. Bahkan, sebagian kaum Muslimin China banyak
yang bersimpatik kepadanya. Ini bisa terbaca manakala dia menetapkan markasnya
pindah ke Niyan, warga Muslim mendukung penuh keputusan itu. Bahkan ada pula
yang turut serta bergabung dalam tentara Merah pimpinan Zedong.
Namun tidak bisa di pungkiri, dalam
catatan sejarah Islam, justru pada fase inilah keadaan kembali memburuk. Ketika
itu China dilanda revolusi Budaya dan paham Komunisme digembar-gemborkan
Zedong. Bahkan bukan hanya umat islam, kaum minoritas lainnya, kembali hidup
dalam tekanan. Mereka harus berjuang melawan pengaruh Komunis.
Pada 1953, akhirnya meletus perlawanan
dari kaum Muslimin. Mereka mengingingkan pembentukkan Negara Islam sendiri.
Namun hal ini dilawan secara represif oleh militer China yang disusul dengan
penggiatan propaganda anti islam di seluruh wilayah negeri.
Sepanjang pemerintahan rezim Mao Zedong,
umat Muslim terus hidup dibawah tekanan. Kaum minoritas terus berlangsung.
Keadaan makin diperparah dengan munculnya upaya untuk menghilangkan jejak-jejak
peradaban Islam dan identitas etnis muslim China.
Bahasa Uygur contohnya, yang Selama berabad-abad
menggunakan tulisan Arab, dipaksa mengadopsi tulisan alphabet latin. Seang
etnis Uygur dan kaum Muslim lainya, menjadi obyek utama pekerja paksa sejumlah
privinsi.Para pekerja paksa waktu itu diperkirakan sejumlah sekitar 30 ribu.
Pemerintah juga telah menutup paksa 29
ribu Masjid. Di bawah tekanan pula, dibidang penididikan, sejumlah sekolah
islam ditutup dan para murid dipindahkan ke sekolah yang hanya mengajarkan
ajaran Mao dan Marxis. Sedang sekitar 360 ribu muslim ditangkap.
Setelah kematian Mao dan berakhirnya
rezim garis keras komunis , barulah pemerintahan komunis China beralih
mendorong Liberalisasi. Pada masa ini pemerintah mulai memberi kelonggaran
kepada umat Islam dan kelompok minoritas. Maka lambat laun, komunitas islam
khususnya etnis Uygur Turki mulai mendapatkan kebebasan dalam mengekspresikan
identitas budayanya.
Kendati demikian, pemerintah tetap belum
mengizinkan menggunkan huruf Arab untuk pemakaian Bahasa Uygur. Pada sisi ini,
kebijakkan yang diskriminatif terhadap etnis Uygur Turki,oleh warga non Muslim
China yang saat ini menetap diprovinsi berpenduduk Muslim terbesar China,
Xinjiang, masih berlanjut.
Secercah Harapan.
Pada 1954, pemerintah menjamin
kebebasan warga Muslim China untuk kembali melaksanakan sholat, upacara ritual
dan budaya serta mengekspresikan kehidupan sosialnya sendiri. Sebagai
perbandingan terhadap etnis minoritas lainnya, mereka juga diberi kebebasan,
terutama menjalin hubungan dengan Muslim lain di dunia. Belakangan Pemerintah
China perlakuan khusus bagi mereka. Caranya dengan memberikan otonomi atau
provinsi khusus.
Pemerintah China memberi hak khusus
kepada etnik minoritas. Sebagai bukti, di luar dari 22 provinsi , ada 5 daerah
otonomi penuh yang didasarkan pada pengakuan atas hak warga minoritas, bukan
saja muslim tapi juga etnik lain. Wilayah itu adalah : Zhuang di
Guangxi Zhuangzu, Hui wilayah Muslim di Ningxia Huizu, Uygurs di Xianjiang
uygurs, Tibet di Tibet, dan Mongol di
wilayah khusus Mongol. Wilayah khusus lain dibedakan lantaran perjanjian dengan
Inggris seperti Hongkong, yang telah dikembalikan secara resmi.
Islam terus menemukan setitik harapan
pada saat kebebasan beragama dideklarasikan tahun 1978. Kesempatan ini tidak
disia-siakan oleh Muslim China untuk bangkit kembali.
(
Berbagai Sumber)