Blog Konten Islam: KISWANTI : BERIBADAH DENGAN BUKU
Showing posts with label KISWANTI : BERIBADAH DENGAN BUKU. Show all posts
Showing posts with label KISWANTI : BERIBADAH DENGAN BUKU. Show all posts

Friday 25 May 2018

KISWANTI : BERIBADAH DENGAN BUKU

KISWANTI :   BERIBADAH DENGAN BUKU

KISWANTI :  BERIBADAH DENGAN BUKU

“Dialah perempuan yang beribadah dengan buku. Keterbatasan ekonomi, ternyata bukan penghalang baginya untuk mencintai buku dan menebar virus kebaikkan , menolong sesama. Ia sangat senang bila buku-buku yang dikumpulkannya selama bertahun-tahun itu dibaca orang”.

Tak ada tujuan dibalik kiprah mulia itu selain ingin melakukan perubahan dan membangun kehidupan yang gemilang bagi masa depan anak-anak di desa Pemagarsari, Parung dan sekitarnya agar gemar membaca. Perjuangan itulah yang diemban Kiswanti  selama belasan tahun. Ia berjuang mengajak anak-anak warga sekitar agar mencintai buku.

Kini, kiprah kiprah Kiswanti ini berhasil ; anak-anak diparung itu menyukai membaca buku. Dari sanalah, dirumahnya kini berdiri tempat belajar bagi anak-anak usia dini(PAUD), SD,SMP, dana SMA. Buku buku yang ia kumpulkan bertahun-tahun pun sudah menjadi taman bacaan Warabal. Tapi, dibalik semua itu dulu Kiswanti membangun dengan jerih payah.

Putus Sekolah, Tapi Gemar Membaca
Lahir disebuah kampung di Bantul, Yogyakarta, 4 Desember 1965, ia tergolong anak yang kurang beruntung. Keinginan terus sekolah harus kandas oleh kondisi ekonomo keluarganya yang pada akhirnya harus memaksa Kiswanti kecil tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi setelah lulus dari Sekolah Dasar. Meski demikian, sang ayah menanamkan jiwa membaca sejak kecil pada Kiswanti muali usia 5 tahun.

Baca Juga "Meluruskan Makna Zuhud"

”Bapak saya ini itu bukanlah orang yang setiap minggu atau bulan dapat gaji, karena bakap saya itu seorang penarik becak. Tapi Bapak itu orang pertama yang mengenalkan saya gembar membaca dan cinta buku.Saat saya berusia 5 atau 6 tahun , ia menggunting huruf-huruf dikoran kemudian mengajarkan bagaimana cara membaca dari guntingan Koran itu”, Kisah Kiswanti.

Saat temen-temen sebaya masuk SD, Kiswantipun meminta sekolah. “Waktu itu yang membuat saya bertekad sekolah , karena saya ingin saya bisa masuk TV , ikut cerdas cermat. Jika tidak sekolah, tidak mungkin ada kesempatan masuk TV.

Itulah yang membuat saya gemar membaca … kata Kiswanti. Tetapi cita-cita itu kandas. Bahkan setelah lulus SD, dengan getir ia mendengar permintaan maaf sang ayah. “Tahun 1980, saya lulus SD. Dengan berat Bapak meminta maaf karena tidak bisa membiayai saya masuk SMP. Tapi bapak berpesan jika ingin pinter kau banyak-banyak baca buku.. Pulang bekerja , bapak membelikan buku atau Koran bekas, kenangnya pilu.

Sang ayah tidak ingkar janji , ia membelikan buku-buku buat Kiswanti. Meski tak bisa melanjutkan ke SMP , minat Kiswanti pada buku tak pupus. Bahkan ia mulaimengoleksi buku. Akhirnya tahun 1987, ia mulai merantau ke Jakarta bekerja sebagai pembantu rumah tangga agar bisa beli buku. “Orang tua sempat melarang” Saya tak diizinkan. Dimata orang tua , semiskin-miskin kita masih ada pekerjaan lain selain itu. Tapi , saya beralasan , itu pilihan aman dan terlindungi. Disisi lain, saya yang lulusan SD tak mungkin bisa kerja di pabrik. Kebetulan niat kerja di Jakarta itu untuk menambah koleksi buku , dan majikan saya kebetulan memiliki koleksi buku banyak.

Saya sempat mengajukan untuk tak digaji engan uang, melainkan dengan buku. Itu karena saya ingin menambah buku saya yang waktu itu sudah mencapai 1500 buku. Tetapi majikan saya menolak, dan tetap menggaji saya dengan uang, kisah Kiswanti.

Tiga bulan kemudian, Kiswanti pun menerima gaji, sebagaimana niat awal kerja untuk menambah koleksi buku maka hasil kerja 3 bulan sebesar 120.000 ia belikan buku. Dari situlah , ia terus mengoleksi buku dan jumlah buku yang ia miliki terus bertambah.

Bersepada Ontel Meminjamkan Buku
Sekitar tahun 1998 , Kiswanti pindah ke Parung. Waktu itu, Parung masih sepi tak jauh beda dengan suasan Kampung halamannya. Tak tak sedikit anak-anak bermain kurang pengarahan , karena orang tuanya bekerja. Tapi yang lebih memeperihatikan di mata Kiswanti adalah anak-anak usia 5-6 tahun yang kerap berselisih dengan umpatan kata-kata kotor dan tidak senonoh Kiswanti mengelus dada.

Saya tak menyalahkan kenapa itu terjadi , tetapi saya berusaha mencari itu terjadi..?. Saya tak mungkin mengubah itu seperti membalik telapak tangan. Maka saya mengajak anak-anak itu bermain dan disaat bermain itu, mereka senang. Tapi kemudian saya menerapkan syarat-syarat bagi mereka yang ingin bermain dengan saya tak boleh mengucapkan kata-kata lu, gua, isi kebon binatang, isi toile dan sejenisnya.

Ada beberapa peraturan seperti itu, dan saat mereka terkondisikan dan senang saya mulai memperkenalkan buku dengan cara bercerita. Tetapi, cerita dari buku bacaan itu tidak saya selesaikan karena saya ingin tahu ; apakah ada minat baca dalam diri anak-anak itu..?” ujar Kiswanti yang oleh anak-anak dipanggil Bude.

Perjuangan mengajak anak-anak bermain untuk menanamkan minat baca itu berjalan kurang lebih 4 tahun. Setelah enam tahun para wargapun mulai menyadari peran Kiswanti dan buku yang dimilikinya. Tentu saja hal itu membuat Kiswanti ingin merambah wilayah lebih jauh. Maka, niat mengajak orang-orang yang jauhpun menjadikan Kiswanti harus keiling kampung dengan sepeda Onthel seraya menjua jamu.

“Karena saya ini ingin orang yang jauh dari saya tahu tentang keberadaan saya dan buku, maka saya mengayuh sepeda onthel menawarkan buku-buku saya untuk dipinjam dengan geratis. Kebetulan orang tua itu tua saya pedagang jamu dan saya hanya bisa meracik kunyit asem. Akhirnya saya berkeliling bersepeda menjual jamu dan menawarkan kepada orang-orang untk membaca buku-buku yang saya bawa . Maka setiap kali saya keliling itu, saya menawarkan jamu dan buku. Siapa yang ingin sehat minum jamu..?. Siapa yang ingin pintar baca buku..?. Uang dari kalian membeli jamu , bisa saya belikan buku-buku baru dan kalian pinjam kembali. Itu satu-satunya jalan untuk menambah koleksi buku saya, kisah Kiswanti saata masih keliling  menawarkan pinjaman buku kepada warga Parung.

Warabal dan Tempat Belajat
Kini, koleksi-koleksi buku bisa dinikmati warga Parung. Sebidang ruangan pun menjadi Taman Bacaan yang diberi nama Warabal. Taman Bacaan yang dirintis Kiswanti inipun tidak hanya menjadi tempat belajar, namun lantaran keterbatasan ruang, sedang animo masyarakat tak terbendung , tempat belajar pun kurang memadai. Bahkan Kiswanti merelakan ruang tamunya untuk menjadi tempat ruang Komputer.

Demikianlah kiprah dan perjuangan tak kenal lelah Kiswanti. Dalam keterbatasan , ia tetap berjuang meminjamkan buku-buku harta berharga yang ia miliki saya mau sedekah uang namun kebutuhan saya hanya cukup untuk kami sekeluarga, ingin sedekah senyum sedang saya dikasih wajah begini oleh Allah. Ya saya syukuri tapi belum tentu semua orang menerima senyum saya meski senyum saya berusaha tersenyum ikhlas.

Sementara saya punya banayak buku , karena itu saya ingin mengajak mereka membaca buku saya dengan geratis. Saya meminjamkan buku geratis bisa dimasukkan dalam Katagori beribadah, jelas Kiswanti “Beribadah dengan Buku” seperti yang tertulis jelas di Warabal.

Kiprah Kiswanti tentu saja mengundang decak kagum. Kita patut berterima kasih kepadannya. Apalagi jika diantara kita ada yang mau menyisihkan tenaga, pikiran dan materi untuk ikut membantu perjuangan Kiswanti ini.

Semoga kisah diatas dapat menginspirasi dan lebih banyak interopeksi diri terutama bagi guru-guru sekarang ini yang jauh lebih beruntung dari sosok Kiswanti diatas menjadikan lebih mempunyai tanggungjawab moral terhadap anak didiknya dalam memandaikan atau mencerdasakn murid-murinya sebagai generasi penerus bangsa yanga lebih baik, dengan gaji yang jauh lebih dari cukup dibandingkan seorang sosok Kiswanti diatas.

Sosok Kiswanti tidak ada yang membayar berjuang sendiri dengan ikhlas tanpa pamrih, dan seharusnya malu jika guru-guru sekarang ini yang nasibnya sudah diperhatikan pemerintah apalagi yang sudah mempunyai label dan menyandang guru Profesional lebih malu lagi jika dalam mencerdasakan anak bangsa hanya berorientasi dan berbasis Sertifikasi saja dan apa yang ia lakukan hanya sekedar gugur kewajiban saja, tanpa mengedepankan mutu dan kwalitas atau input siswa.

Dan lebih memalukan lagi jika Guru Profesioanal hanya lebih mengedepankan Tunjangan Profesinya daripada mencerdaskan anak didiknya seakan tanggungjawabnya sebagai guru sudah mulai bergesar dari tempatnya dan hanya berorientasai dunia semata tanpa sedikitpun memikirnya amal yang sangat mulia yang diemban seorang guru, jika setiap individu memahami makna guru sejati apalagi jika diniati dengan ibadah yang terkandung didalamnya sungguh sangat mulia.

Dan semoga dunia pendidikan yang ada di negeri ini jauh lebih baik dan banyak bermunculan mental-mental guru seperti Kiswanti yang berjuang tanpa pamrih untk mencerdasakan anak-anak generasi penerus bangsa ini dan dunia pendidikan yang sudah mulai dipenuhi dengan ambisi,kepentingan, politik, dan jabatan tanpa memikirkan efek dan apa yang akan dipikul anak cucu kita mendatang.

Semoga di masa mendatang banyak bermunculan Kiswanti-Kiswanti baru di negeri ini dan dapat mengubah pendidikan dan membangun generasi mudah yang lebih baik dan amanah di negeri ini yang sudah mulai banyak krisis kepercayaan rakyat terhadap pejabat-pejabat yang sudah menjamur budaya Korupsi
Semoga Amiiiin.

Wallahu ‘alam Bhisawab

Tri Yudiono Publishing https://blogkontenislam.blogspot.com -

BUKIT SINAI, SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL

BUKIT SINAI,   SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL Dasbor Kisah Nabi" BUKIT SINAI, SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL “Selaman...