Dasbor" Rasasia Illahi 1"
DARAH MENETES
SAMPAI AJAL
“Ini tentang Mario, lelaki yang
dirundung sesal karena ketamakan dan kesalah-kesalahannya dimasa silam, lelaki
yang selalu menganggap sepele hal-hal kecil dan selalu tidak peduli nasehat
siapapun“.
wewenang
Sebagai pejabat desa yang memiliki
kedudukan lumayan, tentu saja Mario memiliki wewenang diwilayah kekuasaannya;
wewenang yang semestinya dijalani sesuai aturan tanpa harus mengintimidasi,
menakut-nakuti apalagi memeras orang-orang yang seyogyanya dibantu, diringankan
atau diperlakukan dengan sebaik-baiknya.
Sayang, ia mampu menerapkan hal tersebut diawal-awal
jabatannya saja. Selebihnya Mario seperti menemukan ladang untuk menimbun
ketamakan. Ia mulai berani menekan hingga memeras.
Banyak orang yang datang untuk meminta bantuannya sebagai
pejabat desa, seperti penyelesaian konflik antar tetangga, urusan administrasi
kemasyarakatan, urusan tanah, bangunan ataupun yang lainnya. Sayang Mario malah
bukan membantu mereka, tetapi memandang merekasebagai ‘santapan empuk’.
Terlebih jika yang datang dari golongan berduit. Mario selalu menakut-nakuti
mereka.
“waduhh.., Pak ini bukan masalah sepele..!” begitu yang
diucapkan jika seseorang melapor dan meminta bantuan. “Saya tahu, karena ini
saya datang ke bapak “, ucap orang yang butuh bantuan.
Biasanya Mario tersenyum sambil mengangguk-anggukkan
kepala, seolah sangat peduli sekali dengan kesusahan orang itu. Selanjutnya,
kalimat-kalimat maut yang menjeratpun akan dilontarkan. “Bapak dapat kepada
orang yang tepat”, ucap Mario sambil memandang wajah pelapor. “Persoalannya
tidak sepele ini akan mendatangkan kerugian yang besar bagi bapak. Bahkan bapak
bisa dipenjara.
Si pelapor terkejut. Wajahnya terlihat pias”. Jangan hal
tersebut terjadi Pak, “ucapnya ketakutan”, Bantulah saya”. Mario tertawa “Pasti
aku bantu, asal …”, sengaja dijeda kalimat itu. Mario menunggu reaksi lelaki
berpenampilan lumayan, yang jika dicermati bukanlah seperti lelaki dari
kalangan bawah. Setidaknya lelaki itu masih lumayan, jika tak ingin dibilang
tajir.
“Saya sungguh takut, tolonglah Pak”, ucap lelaki itu
sambil menyodorkan sebuah amplop sogokkan. Mario tersenyum saja dan mengambil
amplop yang pastinya berisi uang. Gaya Mario dibuat seperti meremehkan apa yang
disodorkan lelaki yang membutuhkan pertolongan itu.
“Kalau persoalan ini tuntas dan tidak berbuntut lagi,
saya akan kembali memberi imbalan yang lebih besar “, si pelapor semakin jauh
masuk perangkap.
Mario tersenyum saja dan bilang , “Ini bukan persoalan
ringan, pemalsuan surat-surat tanah ini cukup kuat untuk membawapelakunya masuk
sel. Untuk menangani kasus seperti ini cukup rumit. Banyak meja yang harus
dilalui dan itu memerlukan dana yang juga tidak sedikit. Aku tidak mungkin
menuntaskan persoalan ini dengan baik jika dana yang bapak berikan tidak
seimbang”, kata Mario terdengar sangat menakutkan bagi pelapor, ia semakin
gugup.
Baca Juga”Jalan
pertobatan Sang Germo”.
“Baik pak, baik. Saya akan menambahnya lagi. Ini nomor
telepon saya. Jika bapak butuh dana, bapak tinggal telepon saya saja dan saya
akan segera mengantarkannya”, begitulah ketakutan si pelapor dan Mario hanya
menanggapinya dengan sesungging senyum sambil memandang nomor ponsel handphone
ditangannya. Oke lah ucap Mario sambil berdiri, sebagai tanda pengusiran halus
kepada si pelapor.
Begitulah kehidupan Mario menekan dan memeras mereka
dengan dengan begitu mudah. Kemudahan itu didapat karena wewenang yang
bertengger dibalik pakaian pejabat yang disandangnya.
NASIHAT YANG DIACUHKAN.
Suaru hari, kakak ipar Mario berkunjung
kerumah. Dia juga seorang pejabat, tapi dengan lingkup dan wewenang yang
berbeda. Kata orang, lingkup wewenang kakak ipar Mario itu adalah wilayah yang
‘Tandus’, tidak seperti wilayah Mario yang basah yang setiap orang datang ada
kesempatan pastilah mengucurkan kocek yang cuku lumayan.
Kedatangan kakap ipar itu,ternyata
beriringan dengan aduan sang istri yang ‘notabene kurang berkenan’ dengan cara
Mario menggunakan wewenang. Semalam memang Mario habis bertengkar dengan
istrinya.
“Baang janganlah abang menakut-nakuti
mereka dengan persoalan yang semestinya dapat abang bantu tanpa harus mengeluarkan
biaya yang besar. Apa abang tidak takut jika suatu saat nanti segala wewenang
yang abang selewengkan itu tercium dan akan menjadi sebuah persoalan yang
menakutkan, bahkan dapat menghancurkan karier dan diri abang sendiri. Lagi
pulahasil, yang abang dapatkan itu bukan hasil yang halal dan barokah”, itu
yang diucapkan istri Mario tadi malam.
Dan Mario membantah semua ucapan itu,
bahkan balik menghardiknya, sampai mengatakan bahwa istrinya itu adalah wanita
yang tidak tahu diuntung. Seharusnya dia bangga punya suami yang begitu mudah
mendapatkan uang, begitu lihai mencari uang. Uang yang bisa memenuhi segala
kebutuhan hidupnya. Yang bisa memberikannya kemewahan. Tetapi istri Mario tetap
tidak bergeming, meski Mario menghardiknya, ia terus memintanya untuk
menghentikan apa yang telah dilakukan selama ini. Namun Mario tetap saja
mengacuhkannya.
Rupanya, kedatangan kakak ipar Mario ingin
menasehati Mario atas persoalan tadi malam. Nasehat-nasehat kakak ipar meluncur
bagai mitraliur,begitu banyak dan terasa sejuk kalimat-kalimat begitu bijak.
Seharusnya Mario terbuai dengan kesejukkan dan kebijakan itu, tetapi, …Mario
tetaplah Mario yang berjalan dengan pikiran, dengan otaknya. Pikiran tak
termakan oleh kesejukkan tausiah-tausiah kakap iparnya. Mario tidak membantah,
tetapi tidak juga menerima kebijakkan tausiah sang kakak ipar Mario.
MENJELANG AJAL.
Suatu hari Mario kedatangan seorang warga. Ia masuk
kerumah kerja Mario dan menuding-nuding dengan mengatakanMario sebagai pejabat
yang korup dan menyelewengkan uang negar. Waduh ! bernyali juga itu
warga,lelaki itu juga menuduh Mario menyelewengkan pajak yang telah ditagih
secara kolektif.
Mario, dengan segala kesombongannya dan wewenangnya tentu
saja tidak takut malah balas menghardik, bahkan mengancam. Dan ia berada jauh
dibawahnya tentu saja berbalik takut. Cuma, ketika hendak keluar ruang kerja
Mario lelaki itu bergumam, “Orang yang suka memeras pasti matinya kurus
kering”, Gumaman itu lucu terdengar ditelinga Mario.
Gumaman itu memang ditanggapinya sebagai kelucuan, tetapi
kenapa kalimat tersebut terasa membekas. Mario tak bisa melepaskannya kata-kata
itu terus terngiang ditelingannya, meski Mario tetap melaju diatas Moge.
Terusik juga pikirannya, terngiang kata-kata itu. Untuk mengusirnya Mario
menambah kecepatan motor gedenya itu yang dikendarainya akan tetapi….
Rem motor gede yang ditekan mendadak menimbulkan bunyi
yang membikin bising. Masih untung, karena motornya tak membentur keras motor
lain yang muncul tiba-tiba ditikungan jalan Hanya saja, kaki kanan Mario
sedikit tercucuk ujung injakan kaki motor yang hampir saja tertabarak Moge nya.
Dengan kejadian itu , membuat Mario tidak tinggal diam ia
menghardik pengendara motor yang muncul secara tiba-tiba dari tikungan. Tapi
dia tidak menerima hardikan Mario, lelaki itu melawan dan menyalahi Mario
karena mengendarai motor terlalu kencang. Sempat terjadi keributan disitu,
namun orang-orang yang ada ditempat kejadian melerai.
Mario kembali kerumah dengan perasaan kesal. Mario segera
duduk di sofa memeriksa kaki yang sedikit berdenyut karena tercucuk bagian Moge
Mario menyingkap celana kerjanya. Ia melihat ada luka yang meneteskan darah.
Kemudian Mario membersihkannya dengan kapas yang direndam dengan air hangat dan
meneteskan di lukanya dan luka itu pasti akan sembuh tak lama lagi, batin dalam
hati Mario.
Namun, keyakinan Mario berangsur hilang, bila mendapatkan
luka kecil itu semakin melebar dan banyak meneteskan darah. Mario juga tambah
merasakan kesulitanuntuk melangkah. Kenyataan ini membuat Mario tidak bisa
bertugas. Berhari-hari ia tinggal dirumah, bahkan utnuk berobatpun ia
mendatangkan dokter kerumah. Hal itu dilakukan terus menerus, namun luka
dikakinya tetap tidak sembuh dan terus meneteskan darah.
Mario kehilangan gairah. Ia merasa tak bias berbuat
apa-apa lagi untuk untuk menyembuhkan penyakitnya. Makin hari keadaan tubuhnya
makain kurus, staminanya pun kian merosot. Diatas tempat tidur , Mario hanya
bisa merenungkan nasib seiring badannya yang semakin kurus kering dan terus
menyusut sehingga yang nampak kulit membungkus tulang.
Seiring waktu yang terus berjalan. Mario semakin tak
berdaya, sampai datang ajal menjemputnya darah terus menetes dikakinya. Seolah
sesuatu yang terperas dan meneteskan darah tak henti. Apakah kejadian yang
dilakukan Mario itu sebagai balasan atas perbuatannya yang selalu memeras..?
(Wallahu A’lam Bisshawab)