Selain terkenal kaya
minyak, “Sudan”
terkenal juga sebagai Negara yang kaya konflik, Silih berganti muslim negeri
ini menghadapi konflik politik dan sosial.
Konflik, konflik dan konflik. Itulah kata yang kerap menyertai “Sudan” selama ini. KOnflik terjadi
berturut-turut sejak kemerdekaan 1956 dari penjajahan Inggris dan awet
berlangsung sampai sekarang.
Konflik yang terjadi ada 3 : konflik “Sudan”
Selatan, konflik “Sudan” Utara,
konflik Front Timur dan konflik Darfur. Sejak masih dijajah Inggris, “Sudan” dipisahkan secara
politikmenjadi “Sudan” Selatan yang
mayoritas beragamKristen dan animism dan “Sudan”
Utara yang mayoritas Muslim.
Inggris melarang penduduk utara pindah keselatan dan sebaliknya.
Kebijakan itu diklaim untk mencegah penyebaran malaria. Namun, sejatinya ada
misi terselubung dari Inggris mendukung para misionaris guna menyebarkan
Kristen di “Sudan” Selatan dan
menghalangi penyebaran Islam dan tradisi muslim yang sudah berakar di Utara.
Untuk memuluskan niatnya , Inggris membangun kesadaran identitas penduduk
“Sudan” Selatan merekalah penduduk
afrika asli yang berbeda dengan utara yang dianggap Arab.
Ini menjadi bibit menjadi bibit konflik di kemudian hari. Tidak hanya
itu, Inggris pun membangun pola pemerintahan tradisional dibawah pemimpinan
para Syeikh di utara dan pemimpin suku di selatan yang memberikan adil terhadap
lemahnya system pemerintahan “Sudan”
dikemudian hari.
Setahun menjelanag kemerdekaan, pada tahun 1955 perang sipil mulai
terjadi anatara “Sudan” Selatan dan “Sudan” Utara. “Sudan” Selatan yang tentu saja lebih loyal kepada Inggris takut
kalau paska kemerdekaan akan didominasi oleh “Sudan” Utara yang dinilai dekat dengan Mesir yang loyal kepada AS.
Kemerdekaan “Sudan” pada 1
Januari 1956 itu akhirnya disertai terjadinya perang sipil pertama ( Civil war
1 ) anatar “Sudan” Selatan dan “Sudan” Utara yang berlangsung 18 tahun
dari 1955 – 1972.
Pada tahun 1972 disepakati perjanjian penghentian perang dalam perjanjian
Addis Ababa ( Addis Ababa Agreement –AAA ) yang disponsori oleh Dewan Gereja
Dunia ( World Council of Churches ).
Konflik Selatan Utara ini berjalan seiring dengan gejolok politik di
pemerintahan “Sudan”. Saat “Sudan” merdeka, terjadi perebutan
pengaruh antara Inggris dan Amerika yang menggunakan tangan Presiden Mesir
waktu itu, Gamal Abdul Nasher.
Meski yang menjadi PM “Sudan” Ismail Azhari yang dekat dengan Nasher
dan termasuk loyalis Amerika, namun kekuasaan sebenarnya kekuasaan di “Sudan” masih berada di tangan
orang-orang yang loyal kepada Inggris yang membuat ketegangan dan pesetruan
terus berlangsung.
Pada tahun 1958, Jendral Ibrahin Abbound
melakukan kudeta dan merebut kekuasaan. Dia termasuk yang loyal kepada Amerika
namun memperlihatkan perhatian kepada islam dan sering dikatakan proses
Arbisasi.
PAda tahun 1969 , kelompok komunis dan sosialis yang dipimpin kolnel Jafar Muhammad Numairi berhasil meraih kekuasan dan Numairi menjadi
presiden. Saat berkuasa Numairi berusaha merubah batas antara “Sudan” Selatan dengan “Sudan” Utara.
Ia juga membatalkan AAA (Addis Ababa Agreement ) dan menampakkan
keinginan untuk menerapkan Syariah. Langkah itu kembali memeansakan konflik “Sudan” Selatan dan “Sudan” Utara.
Konflik ini terus berlangsung sampai sekarang sebagai konflik tradisional
yang pernah hilang sekalipun pemerintahan “Sudan”
berganti.
Krisi lain yang terjadi di “Sudan”
adalah di kota Darfur, krisis Darfur ini pada beberapa sisi berbeda dengan
konflik selatan utara, karena 100% penuduk Darfur adalah muslim. Krisis Darfur,
menurut pengamat, jika ditelisik lebih jauh memiliki 3 faktor penyebab sehingga
sampai pada tingkat yang ruwet seperti sekarang.
Ketiga fakto itu adalah adanya konflik lama yang sudah terjadi puluhan
tahun di anatara suku-suku yang berkaitan dengan tanah, padang gembalan dan
masalah air, adanya marginalisasi Darfur oleh pemerintah pusat di Kharthoum,
Ibu kota “Sudan”, dan terjadi
kedzaliman dan ketidak adilan, dan terakhir adalah factor dari luar yaitu
pertarungan pengaruh AS melawan Eropa ( Perancis, Inggris dan Jerman ).
Konflik Darfur disulut oleh suku Zaghawa yang tak puas dengan pemerintah.
Seiring waktu, mereka juga berusaha memasukkan suku-suku lain sebagai sekutu
dengan cara menaku-nakuti dan menyerang suku-suku lain dan memaksakan pungutan.
Maka suku-suku lain dihadapkan pada 2 piliha bergabung dengan pemberontak
atau membentuk milisi untuk melindungi diri dari serangan. Maka terbentuklah
berbagai milisi cepat menjadi kuat karena tersebarnya senjata di Darfur yang
dimasukkan dari Negara tetangga.
Maka konflik pun semakin krusial. Ribuan nyawa melayang, ratusan kampung
musnah terbakar, ratusan ribu kehilangan tempat tinggal dan terpaksa beralaskan
bumi, beratapkan langit dan sebagian dari mereka mengungsi ke Chad.
Bayak pengamat memandang konflik Darfur bermotif ekonomi. AS dan Negara Eropa
bersaing merebutkan Darfur yang terbukti memiliki cadangan Uranium yang cukup
besar selain minyak yang melimpah. Berbagai cara dan strategi dijalankan AS dan
Eropa untuk menguasai Darfur dengan cara menciptakan situasi tidak stabil.
Saat ini peta konflik di Darfur dapat dilihat dari dua sisi : Pemerintah
dan Pemberontak. Pemerintah didukung AS sementara pemeberontak didukung Eropa.
Semuanya tak lain hanya untuk menguasai sumber-sumber ekonomi Darfur sementara
rakyat yang sama-sama muslim harus saling membunuh.
Hal yang tak jauh berbeda juga terjadi pada konflik front timur ,
kelompok pemberontak di “Sudan” Timur
yang juga disetir AS dan Eropa demi tujuan ekonomi menguasai kekayaan “Sudan”.
Nil Biru dan Nil Putih
“Sudan” adalah Negara yang terletak di Afrika tengah bagian Timur
, yang dalm peta dunia masuk kategori Afrika Utara ( north Africa ) berbatasan
dengan banyak Negara, antara lain Mesir, Libya, Eritrea, Ethiopia, Chad,
Republik Dekmokratik Congo, Uganda dan Kenya.
Nama lengkap “Sudan” adalah
Jamahouriyah es-”Sudan” ad-
Democratiya, terbagi dalam 26 Provinsi, dengan ibukotanya Khartoum.Hari
kemerdekaan “Sudan” adalah 1 Januari
(1956). Luas Wilayah “Sudan” adalah
2,5 juta kilometer persegi. Mata uang “Sudan”
adalah ““Sudan”ese Dinar ( SDD ).
Wilayah “Sudan” Umumnya
dataran dan pemandangannya monoton. Pegunungan ada di wilayah darat yaitu Jabal
Marra dan diselatan, yaitu gunung Kinyeti Imatong.
Wilayah selatan beriklim tropis sehingga di wilayah selatan ini
terdapat rawa-rawa dan dan sedikit hutan
hujan, sedangkan wilayah utara berupa gurun pasir yang kering yaitu gurun Nubia.
Di wilayah utara ini sering terjadi badai pasir yang disebut Habub dan
kekeringan secara berkala.
Hulu sungai Nil, sungai terpanjang di dunia, ada di “Sudan” yaitu Nil Putih dan Nil Biru. Sungai Nil Putih ( White Nil ) dan Nil Biru ( Blue Nil )
bertemu dan Kharthoum dan membentuk sungai Nil dan mengalir ke utara
selanjutnya melewati Mesir dan bermuara
di laut tengah.
Nil Biru membentang sepanjang 800 km dan bertemu dengan sungai Dinder dan
Rahad di daerah antara Sennar dan Kharthoum dan selnjutnya bertemu dengan Nil
Putih di Kharthoum.
Saat ini sedang dibangun bendungan Merowe atau Hamdab di daerah Merowe
350 km sebelah utara Kharthoum dijadikan fasilitas PLTA yang merupakan PLTA
terbesar di Afrika saat ini.
Ekonomi “Sudan” menurut
laporan New York Times termasuk 10 negara I dunia dengan pertumbuhan ekonomi
paling tinggi pada dua tahun terakhir. Minyak bumi saat ini menjadi tulang
punggung ekonomi.
Ekspor minyak bumi dimulai pada paruh 1999 dan sejak saat ini baik
produksi maupun perannya bagi perekonomian meningkat pesat. Sekitar 15 juta
Barel minyak “Sudan” disedot setiap
bulan. Sementara data jelas mengenai cadangan minyak “Sudan” tak pernah diketahui.
Selain minyak “Sudan” memiliki
cadangan gas, mineral, berharga diantaranya Emas, Perak, Chrome, Asbes, mangan,
Gypsum, Mica, Seng, Timbal, Uranium, Tembaga, Marmer, Nikel dan Timah.
Sejak perang sipil II tahun 1972 – 1982 “Sudan” sudah dikuasai oleh militer. Kudeta silih berganti. Jumlah
penduduk “Sudan” adalah 38 juta jiwa
dimana 70% Nuslim ( Sunni ), Kristen 5% dan Animisme 25%. Bahasa Nasional
adalah Arab, disamping bahasa local : Nurbia , Ta Bedawie, serta bahasa
Inggris. Etnik terbesar adalah52% asli Afrika dan 39% Arab.
Dalam data populasi muslim dunia “Sudan”
berada di peringkat 13 dengan 27 juta penduduk muslim. Kepemimpinan Umar Hasan Ahmad al-Bashir diperoleh setelah
melakukan kudeta tak berdarah atas pemerintahan Ja’far Numairi pada Juni 1989.
Merakkan Islam
Kehidupan keras dalam konflik berkepanjangan di “Sudan” ternyata tak membuat perkembangan keilmuan islam di “Sudan” menurun. Dengan mayoritas
penduduk muslim dan tradisi yang mengakar , “Sudan” memiliki ulama serta pemikir Islam yang dikenal di dunia
luar.
Hasan Turabi barangkali yang terdepan untuk disbut.
Tokoh yang satu ini bisa dikatan seorang aktivis dan pemikir gerakkan islam
papan atas dikawasan Afrika yang garis perjuangannya bertalian dengan Hasan
al-Banna dari Mesir.
Turabi dilahirkan pada tahun 1932 dari keluarga yang mewarisi 400 tahun
tradisi keilmuan islam. Beliau mempelajari islam sejak kecil dan menguasai
ilmu-ilmu yang terkandung didalamnya.
Beliau lulus dalam bidang undang-undang di Universitas Kharthoum pada
tahun 1955. Pemikiran Turabi dikenal keras yang membuatnya masyur sebagai
idiologi dan praktisi gerakkan islam. Ia menulis beberapa buku tentang
pemikiran politiknya yang sangat berpengaruh di “Sudan” dan sekitarnya.
Persoalan-persolan penting di sekitar politik dan dakwah, gerakkan dan
organisasi islam tarbiyah, dan sebagainya merupakan hal yang menjadi perhatian
Turabi yang ia tuangkan dalam berbagai tulisan yang kemudian tersebar dikawasan
islam lain du dunia.
Turabi bisa dikatakan salah satu tokoh dibalik penerapan hokum Syariah
dalam Negara yang ada di “Sudan”
sekarang. Tokoh tenar “Sudan” lain
adalah Mahmud Thaha dan muridnya. Abdullah Ahmad Al-Nuaim dua tokoh ini
melahirkan konsep tentang dua periode doktrin Islam : Islam Mekkah dan Islam
Madinah.
Pesan-pesan Al-Quran di Mekkah banyak menekankan segi universitas islam,
isu persamaan, kebebasan dan anti kekerasan. Sementara Islam Madinah melakukan
kompromi dengan kehidupan masyarakat setempat sehingga pemahan akan konteks
penerpan hokum islam menjadi penting.
Organisasi-organisasi Islam di “Sudan”
saat ini tumbuh cukup subur. Beberapa
diantaranya adalah turunan dari ikhwanul Muslimin , yang berkembang di Mesir.
Di “Sudan” juga terdapat cabang
Hizbut Tahrir yang memperjuangkan Khilafah Islamiyah.
Tak heran jika di “Sudan”
isu-isu Islam dunia direspon keras, seperti isu Kartu Nabi di Denmark dan fobia
islam. Pada isu Kartun nabi pemerintah “Sudan”
adalah salah satu Negara yang melarang semua prodik Denmark masuk ke negeri itu
termasuk tak menerima pejabat Denamrk di “Sudan”
saat itu sedang hangat.
Pengaruh gerakkan Islam “Sudan”
bahkan dirasakan langsung oleh Indonesia yang membuat “Sudan” memiliki hubungan baik dengan Indonesia sampai saat ini.
Menurut Mantan wakil DPR RI AM Fatwa,
Umat muslim di Indonesia berhutang budi kepada rakyat “Sudan” karena pemikir pembaharu silam dari “Sudan” turut berperan dalam membantu rakyat Indonesia
memperjuangkan kemerdekaannya. Pemikiran itu pulalalh yang memberi Inspirasi
bagi KH. Ahmad Dahlan untuk
mendirikan Muhammadiyah.
Kemudian ketika Indonesia menyelenggarakan Konfrensi Asia Afrika di
Bandung tahun 1955 .”Sudan” yang
ketika itu masih tergabung dengan Mesir juga telah mengirimkan wakilnya. Hasilnya,
seruan Dasa Sila Bandung mempercepat
rakyat “Sudan” untuk mendapatkan
kemerdekaan dari inggris dan Mesir pada 1 Januari 1956.
Saat ini tercatat 170 mahasiswa Indonesia menempuh pendidikan S1 dan S2 –nya
di Kharthoum sebagian besar dari mereka mendapat beasiswa dari pemerintah “Sudan”. Konflik di “Sudan” saat ini sebanranya bisa
menjadi cermin bagi kita. Kekayaan “Sudan”
yang diperebutkan Barat dan melahirkan pertikaian mirip dengan kondisi kita
jika melihat kondisi Aceh dan Papua kerakusan Barat inilah yang telah
merongrong kehidupan tentram di “Sudan”.
Hal ini sudah disadari bergai pihak karena konflik “Sudan” Selatan-”Sudan”
Utara, Darfur dan “Sudan” Timur tak
lain adalah strategi barat untuk menguasai minyak dan kekayaan “Sudan” yang lain.
Sejatinya “Sudan” tak pernah
mengenal pertikaian anatar warga yang berbeda agama , apalagi bertentangan suku
seagama yang keras seperti sekarang. Oleh sebab itulah, pertanyaan bagi muslim “Sudan” kiranya sama dengan muslim kita
: Apkah kita terus melawan atau menderita dalam cengkraman ?