“Haji Mabrur adalah haji yang maqgul,
yang diterima ibadahnya oleh Allah. Didalamnya tersimpan sejuta rahasia
kesucian hati, keagungan Allah dan rahasia – rahasia yang besar lainnya dari
sang Rabb “..
Teidak
ada balasan bagi hajimabrur kecuali surga, “Demikian bunyi hadits masyur
riwayat Bukhari dan Muslim yang sudah sering berkali-kali kita dengar. Dari
sabda Nabi tersebut , banyak yang harus kita tanyakan ; Mengapa haji mabrur
langsung jaminannnya surga..? Apa gerangan riteria seseorang disebut haji
mabrur sehingga langsung berhak masuk surge..?.
Kata mabrur berasal dari bahasa Arab
yang artinya,”Mendapat Kebaikkan”, Akar kata mabrur berasal dari kata barra
(birr-un, Al-Birr) yang artinya berbuat baik atau patuh. Dengan demikian haji
mabrur berarti haji yang mendapatkan kebaikkan. Dengan kata lain , haji mabrur
adalah haji pelakunya menjadi sosok orang yang lebih baik dari sebelum haji.
Dengan demikian, seseorang bisa disebut
haji mabrur atau tidak bisa dilihat dari perilaku sosialnya setelah ia
melakukan ibadah haji. Mabrur dan tidaknya haji seseorang itu bisa diukur dari
amal shaleh sosial yang dilakukannya. Demikian menurut Muhamad Wahyuni Nafis dalam
“Haji mabrur , Komitmen, Sosial dan Hak Asasi Manusia “.
Menurut Drs. M. Hamdan Rasyid , MA, secara harfiah haji mabrur berarti haji
yang baik atau haji yang diterima oleh Allah swt. Sedangkan menurut syar’I
ialah haji yang dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah dan Rasul-Nya dengn
memperhatikan berbagai syarat , rukun, dajib, serta menghindari hal-hal yang
dilarang (muharramat) dengan penuh konsentrasi dan penghayatan semata-mata atas
dorongan iman dan mengharap ridha Allah.
Ibnu Kholawaih mengartikan al-Mabrur
sebagai al-Maqbul yaituditerima. Sedang Imam al-Nawawi mengartikannya dengan
sesuatu yang tidak bercampur dengan dosa.
Berdasarkan definisi diatas dapat
diketahui bahwa ibadah haji yang dilakukan seseorang baru dapat memeproleh
predikat haji mabrur jika dilaksanakan dengan penuh keimanan dan keikhlasan ,
dengan penghayatan serta memenuhi aspek aqidah , syari’ah dan tasawuf.
Menurut Prof.Drs. Quraish Shihab, haji
mabrur ditandai dengan berbekasnya setiap makna setiap amalan yang dilakukan di
tanah suci sehingga terwujud dalam sikap dan tinggkah laku sehari-hari seperti
menanggalkan segala bentuk kemewahan sekambalinya dari ibadah haji, tidak ada
perbedaan status karena semuanya sama dihadapan Allah, tidak angkuh dan
sebagainya.
Dalam Shahih Bukhari, Imam
Bukhari mengulas persoalan haji mabrur ini alam bab, “Kelebihan Haji
Mabrur” Sedangkan Imam Muslim dalam shahih muslim mengulasnya dalam bab “Iman
kepada Allah Taala Seutama-utama Amalan”.
Baca juga "Mengajak Si kecil ke Masjid"
Baca juga "Mengajak Si kecil ke Masjid"
Jalan Syariat - Hakekat
Karena demikian istiewa haji mabrur
maka jalan meraihnya adalah tidak mudah. Jalan yang mesti ditempuh saat jamaah
berkemas dari rumahnya untuk berangkat haji bak dua sisi mata uang yang. Yang
satu tak akan berarti tanpa yang lain. Itulah jalan syariat dan hakekat.
Jalan syariat dimulai pada hal yang
sangat normative, yakni pengetahuan akan dalil haji. Inilah titik pemahaman
awal yang menjadi ikatan erat di hati dan pikiran bahwa ibadah haji ini memang
mesti dikerjakan, Surat Al-Hajj ayat 27 menyebut hajiadalah sebuah kewajiban,
“Dan berserulah untukmengerjakan haji , niscahya mereka akan datang kepadamu dengan
berjalan kaki , mengendarai unta yang kurus dari segala penjuru yang jauh “.
Bahasa yang lebih lugas bagi kewajiban
haji ada pada sebuah hadits riwayat Ahmad Bin Hambal Muslin dan Nasai,
dri Abu
Hurairah bahwa Rasulullah berkhutbah, “Wahai manusia ! Allah telah
menfardhukan haji bagimu, maka laksanakanlah!”.
Ulama’fiqih menetapkan bahwa amalan
yang harus dikerjakan seseorang dalam ibadah haji ada sebelas macam,
sebagaiman termaktub dalam Kitab Hadits yang enam : Shahih Bukhari , Shahih
Muslim, Sunan Tirmidzi, Au Daud, Nasai, dan Ibnu Majah.
Pertama : Ihram, yaitu, berniat dengan ibadah
haji lafadznya adalah “Saya berniat melaksanakan ibadah haji dan untk itu saya
berikhram ikhlas karena Allah swt. Jika ibadah haji dilakukan sealigus dengan
Umrah Haji (haji Qiran) maka niatnya adalh “Saya berniat melaksanakan ibadah
haji dan umrah dan untuk itu saya berihram dengan ikhlas karena Allah swt.
Kedua : memasuki Kota Mekkah, kemudian memasuki Masjidil Haram untuk
melaksanakan Thawaf Qudum (selamat datang) sebanyak tujuh kali, yang dimulai
dari hajar Aswad.
Baca Juga "Tragedi Berdarah di Malam Pengantin"
Baca Juga "Tragedi Berdarah di Malam Pengantin"
Ketiga : Thawaf yaitu mengelilingi Ka’bah sebanyak
tujuh kali. Selain Thawaf Qudum, ada empat jenis Thawaf lainnya yakni , Ifadah,
yang dilaksanakan setelah wukuf di Arafah, Thawaf Wada’ (perpisahan) ketika
hendak meninggalkan Kota Mekkah, Thawaf Umrah, yakni Thawaf dengan niat ibadah
Umrah, dan terakhir Thawaf sunnah yang dilakukan kapan saja untuk mendekatkan
diri kepada Alah swt.
Keempat : Sai, yaitu
berjalan dan berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwah dengan niat ibadah
tujuh kali putaran. Jumhur ulama’ menyebut Sa’i adalah rukun haji yang apabila
ditinggalkan akan membatalkan haji orang yang bersangkutan.
Kelima : wukuf, Arafah yaitu berada di Arafah setelah
tergelincir matahari tanggal 9 Dzulhijah lalu melaksanakan sholat jamak dzuhur
dan asar berjamaah , berdzikir dan berdoa sampai sebelum tebenamnya matahari.
Keenam : Mabit Muzdalifah yakni berdiam di Muzdalifah sekalipub
beberapa saat saja.
Ketujuh : Melontar Jumrah Aqabah yakni melontar batu tujuh kali dengan
niat ibadah. Menurut madzab Sayfi’I dan Hanbali waktu melontar Jumrah Aqabah
ini sejak tengah malam setelah mabit, di Muzdalifah , tetapilebih afdal setelah
terbit matahari tanggal 10 dzulhijah.
Kedelapan : Mabit Mina yang menurut ulama’ fiqih ada dua
macam, Mabit sebelum awukuf yang disebut hari tarwiyah dan berhubungan dengan
melontar Jumrah yakni tanggal 11 dan 12 Dzulhijah.
Kesembilan : Bercukur atau memotong
beberapa helai rambut.
Bercukur lebih afdhal bagi laki-laki sedangkan bagi perempuan cukup memotong
beberapa heai rambut saja.
Kesepuluh : Menyembelih hewan setelah melempar Jumrah Apalagi bagi
jamaah haji yang melaksanakan haji Tamatuk dan haji qiran. Apabila tidak mampu
maka diganti dengan puasa 10 hari dengan syarat 3 hari dilaksanakan di tanah
suci dan sisanya dan sisanya ditempat asal.
Sementara yang kesebelas : Tahallul yaitu menanggalkan ihram karena telah
selesai melaksanakan amalan/rukun haji seluruhnya dan sebagainya.
Amalan – amalan pokok haji diatur
secara detail dalam ilmu fiqih yang bervariasipenjabarannya pada tiap-tipa
madzab, syafi’I , Hanbali, Maliki dan Hanafi.
Diluar itu adap beberapa halyang mesti
dicermati dan diperhatikan dengan sungguh-sungguh :
Pertama : membaca doa-doa sesuai
petunjuk Rasulullah saw. Diantara isi doa-doa yang perlu dimohonkan kepada
Allah swt adalah ampunan dari segala dosa , kesalahan dan kekhilafan , harapan
agar semua amalan ibadah kita diterim-Nya ;keselamatan dan kebahagiaan hidup
didunia dan di akhirat dan sebagainya.
Kedua : Menghindari hal-hal yang
diharamkan saat melaksanakan Ihram.
Ketiga : Menghindari hal-hal yang dapat
mengurangi atau bahkan menghilangkan kemabruran haji , seperti, rafats, mengeuarkan
perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh ; fusuq
perbuatan dosa yang disebabkan oleh sifat-sofat yang tercela. Seperti takabur,
iri hati, nammimah (adu domba) dan sebagainya ;jidal (berbantah-bantahan).
Keempat membayar denda (denda) sesuai
dengan pelanggaran yang dilakukan. Jika melakukan pelanggaran-pelanggaran dalam
ibadah haji , maka jamaah haji harus membayar dan sesuai dengan jenis
pelanggaran yang dilakukan. Terakhir, saling mengingatkan dan menolong sesame
jemaah haji.
Sebagai rangkaian ibadah yang
disyariatkan amalan-amalan diatas tentu saja meniscahyakan kemestiaan muntuk
melaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku dengan tepat. Disinilah kemabruran
haji dapat disibak kesempurnaan tuntunan ini diteruskan dengan kesempurnaan
batin yang merupakan inti dari ibadah haji ini.
Ada suatu kisah cukup masyur yang dapat
diambil hikmah tentang hakekat haji sebagai amal batin. Pada suatu masa,
seprang tukang sepatu telang bertahun-tahun menabung untuk biaya haji. Ketika uangnya
cukup ia memutuskan pergi haji tahun itu. Tapi, saat hendak berangkat, ia
berjumpa dengan tetangganya yang sangat butuh pertolongan keuangan. Tukang
sepatu itu akhirnya membatalkan berangkat haji dan uang yang telah
dikumpulkannya ia serahkan kepada si tetangga. Ketika musim haji berlalu,
tersiar kabar bahwa pada musim haji tahun itu tak satupun ada yang hajinya
mabrur , kecuali si tukang sepatu.
Dari kisah diatas tampak bahwa haji
mabrur tak lain adalah derajat bagi batin seorang hamba. Rangkaian rukun dan
wajib haji adalah thariqnya atau jalan menuju kondisi batin itu.
Dalam sebuah hadits Nabi menjelaskan
indikasihaji mabrur ; yakni thibul kalam (baik perkataannya) , ith’amu
al-tha’am (memberi makan) dan yang terakhir adalah ifsyau al-salam (menyebarkan
kedamaian). Jadi, haji mabrur terkait akhlaq budi pekerti yang luhur dan amal
shale. Karena menjaga hubungan baik dengan sesama manusia dalam ajaran islam
sama pentingnya menjaga hubungan baik dengan Tuhan. Setiap muslim harus
seimbang menjaga keduanya tetap terpelihara.
Al-Quran mengancam kaum muslimin dengan
siksa api neraka yang sangat pedih bila hanya menjaga hubungan baik dengan
Tuhan, sedang hubungan baik dengan sesame manusia terlupakan (QS.Al-Maun ;
[107] : 4-5).
Nabi bersabda, bahwa diantara
cirri-ciri orang yang mendapat “Haji mabrur” adalah ketaatan ibadahnya
bertambah , tidak keluar dari mulutnya ungkapan tak baik dan empati sosial pada
sesame semakin baik, termasuk dalam hal menyantuni anak yatim dan orang-orang
yang tidak mampu. Jika seseorang melaksanakan hal itu , berarti sudah
mendapatkan haji mabrur.
Ka’bah merupakan lambang dari wujud dan
Keesaan Allah. Berthawaf di sekelilingnya melambangkan aktivitas manusia yang
tidak pernah terlepas dari-Nya. Ka’bah bagai matahari yang sebagai pusat tata
surya dan dikelilingi oleh planet-planetnya. Pertanyaanya, Apakah setelah
berthawaf, segala aktivitas masih terikat oleh daya tarik Tuhan Yang Maha
Esa..?. Kalau tidak, maka poros haji anda keluar dari orbitnya. Artinya haji
belum mencapai maqam Haji Mabrur.
Karenanya menurut Reza M. Starief
serang spiritualis muda muslim , haji mabrur tak lain adalah pencerahan yang
sebenar-benarnya yang berlangsung terus seumur hidup dimana hati tersentuh
dengan pusat kesucian yakni Allah swt.
“Jika Ramadhan adalah terminal tahunan
bagi muslim maka haji adalah terminal seumur hidup “. Ujar Reza. Darisinilah
karakter kenaikkan terpatri dan dengan kebaikkan juga akan tersebar
Kita berdoa semoga musim haji mendatang
jamaah kita yang memperoleh predikat haji mabrur semakin bertambah karena
negeri kita yang masih banyak dirundung nestapa dan dibanjiri pelbagai bentuk
kezaliman ini sangat butuh pencerahan, kedamaian dan hembusan sejuk dari
petuah-petuah mereka orang-orang pilihan Allah yang menyandang sebagai Haji
Mabrur semoga Amiiin.
( Berbagai Sumber)
Wallahu ‘alam Bhisawab
No comments:
Post a Comment