“Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan
didalm kehidupan unia ini, adalah seperti perumpamaan angin yang mgandung hawa
yang sangat dingin, yang menimpa tanaman kaum yang menganiaya diri sendiri,
lalu lalu angin itu merusaknya. Allah tidak menganiaya mereka, akan tetapi
merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri (QS.Ali Imran : 117)
Memiliki banyak harta, menjadi kaya adalah godaan yang senantiasa
menghampiri kehidupan manusia. Keterbatasan dalam memenuhi kebuthan hidup
selalu membawa seseorang kepada kondisi dilematis antara tetap sabar menjalani
hidup atau keluar dari keadaan itu walau dengan mengerjakan perkara yang buruk
dan dilarang agama.
Benar ucapan hikmah bahwa setan tak hanya berusaha menjauhkan manusia
dari penyembahan yang sungguh-sungguh kepada Allah swt dengan menciptakan
berhala-berhala, tetapi juga menciptakan keinginan-keinginan atas harta yang
natinya menjadi berhala baru yang membuatnya menjauh dari naungan Allah swt.
Kisah yang terjadi beberapa puluh tahun yang lalu ini, yang terjadi di
sebuah desa kecil di Pulau Jawa bisa menjadi Ibrah bahwa ada banyak cara bagi
manusia untuk memiliki banyak harta dengan jalan yang batil, syirik, dan
mendzalimi diri sendiri.
Cara-cara ini umumnya memang terbukti berhasil membuat seseorang yang
tadinya miskin menjadi kaya, tapi kekayaan yang didapat adalah kekayaan yang
semu karena tak ada berkah Allah swt didalamnya.
Orang bisa kaya dengan menipu korupsi , berdagang, dengan batil, atau
membodohi orang lain, tapi semua itu adalah kesia-siaan karena tak memiliki
nilai dan perbuatan kejinya itu harus dibayar kelak yaumul akhir.
Sungguh Allah yang Rahman sama sekali tak pernah menganiaya makhluk-Nya
tapi makhluk-Nya itulah yang senantiasa menganiaya diri sendiri dengan
perbuatan –perbuatanny. Naudzubila min dzalik……
JENAZAH itu kembali kerumah
Sungguh kejadian yang menimpa pak Dama , bukan nama sebenarnya diluar
akal sehat dan kepatutan. Siang hari tadi keluarga dikejutkan dengan kematian
Pak. Dama dengan tiba-tiba.
Tak terdengar sakit, Pak Dama
yang merupakan orang terkaya di kampung Citerjal , bukan nama sebenarnya
diberitakan sudah wafat. Warga kampungpun terkejut dibuatnya.
Tapi mereka tak terlalu banyak omong karena Pak Dama adalah orang
terpandang di kampung Citerjal. Sebagai warga yang baik mereka melayat kerumah
Pak Dama dan membacakan Surat Yasin.
Dengan dipimpin seorang ustadz , warga kampung Citerjal bergotong royong
mengurus jenazah Pak Dama dari mulai memandikan, mengkafani hingga
mensholatkan.
Selepas diSholati, jenazahpun diantar ketempat istirahatnya terakhir,
sebuah lubang berukuran 1X2 m di pemakaman umum kampung itu. Pemakaman berjalan
dengan baik tanpa ada halangan sama sekali.
Setelah kubur ditimbun dengan tanah merah , sng ustadzpun memimpin doa
untuk almarhum Pak Dama. Setelah semua selesai, para pengantar jenazah dan
keluarga almarhum meninggalkan area pemakaman umum dengan nafas lega.
Karena jenazah sudah mereka kembumikan dengan baik. Para pngantarpun
langsung kembali kerumah masing-masing. Sore hari setelah dikuburkan dengan
layak, tak ada kejadian yang menghebohkan. Semua terasa biasa saja, seperti
hari-hari yang lain.
Namun setelah malam muali beranjak tengah malam, tiba-tiba keluarga Pak
dama dikejutkan dengan kejadian ganjil. Mereka mendengar seperti benda jatuh di
dalam rumah tepatnya berada di ruang tamu rumah Pak. Dama.
Suaranya “buuk’ terdengar begitu jelas di ruang tamu tersebut. Keluarga
Pak Dama bergegas mendatangi ruang utama tersebut. Alangkah terkejutnya mereka
begitu melihat sebuah benda berwwarna putih teonggok dihadapa mereka.
Yang lebih mengejutkan lagi setelah didekati, mereka mendapati bahwa
benda yang jatuh itu ternyata Jenazah Pak Dama yang baru saja dikuburkan sore
tadi lengkap dengan kain kafannya.
Sungguh hanya Allah saja yang mengetahui bagaimana kejadian ganjil
tersebut bisa terjadi. Kejadian tersebut tentu saja berada diluar nalar dan
akal manusia.
Tapi warga Citerjal sebenarnya hal itu bukan barang baru dan tak hanya
sekali terjadi. Jenazah”kembali” kerumah tak bisa dikuburkan ketanah atau
setelah dikuburkan tapi kemudian tiba-tiba diatas kuburan keesokkan harinya.
Konon hal serupa sudah sering terjadi di kampung tersebut. “ Bagi warga
disini itu disebut dengan mati ngepet”, biasanya terjadi pada orang yang
mencari ilmu atau kekayaan dengan jalan syirik.
Walau bagaimanapun diusahakan, biasanya tetap jenazah yang mengalami
mati ngepet itu tak bisa dikuburkan , “ujar kan Sardin, warga Citerjal bukan
nama sebenarnya kepada Hidayah.
Seperti pengetahuan warga Citerjal lainnya, keluarga Pak Damapun mahfum
dengan peristiwa ini mereka tahu, kemablinya jenazah Pak Dama pastilah
disebabkan karena semasa hidupnya kepala keluarga mereka itu mengamalkan laku
pesugihan.
Tak ingin kejadian ini sampai diketahui warga dan tetangga dan warga
lainnya mereka bergerak cepat. Mereka segera mendatangi beberapa petani yang
bisa menjadi kuli untuk mengurus jenazah Pak Dama yang kembali lagi itu.
“ Orang yang dihubungi itu ada delapan orang. Semua hal berkenaan dengan
Pak Dama itu dibicarakan dengan ringkas dan rahasia. Keluarga mewanti-wanti
jangan sampai kejadian itu bocor diketahui warga.
“ Oleh karenanya pihak keluarga Pak Dama menjanjikan imbalan yang tak
sedikit “, ujar kang Sardin lagi serius. Lalu apa yang dilakukan dengan jenazah
Pak Dama..?.
Sebagaimana laim pula diketahui oleh warga Citerjal, jika kejadian ini
berlaku hanya ada satu cara agar jenazah itu tidak kembali lagi, yaitu jenazah
tersebut dibuang kesungai.
Dan itulah yang akan dilakuakn oleh delapan orang yang ditugaskan oleh
keluarga Pak Dama. Kontur tanah dan keadaan alam desa Citerjal berbukit-bukit
dengan rumah warga yang jaraknya berjauhan. Misi rahasia ini karenanya menjadi
tak terlalu sulit dilakukan.
Beberapa orang mencari bamboo yang kebetulan banyak tumbuh dikampung itu
untuk membuat tandu penggotong jenazah Pak Dama.Demikianlah dalam kegelapan
malam karena listrik belum menyentuh kampung Citerjal, delapan orang melakukan
aksinya dalam keremangan.
Mencari tali akar pohon untuk mengingkat batang bamboo hingga menjadi
tandu yang layak. Setelah selesai, jenazah lalu diletakkan diatasnya. Dalam
keremangan malam mereka lalu berjalan menuju kawasan perbukitan , tempat hulu
sungai berada , dimana aliran sungai mengalir ke wilayah hutan yang belum
banyak penduduknya.
Arus Air,
Hujan lebat dan Petir
Walau dengan hati yang was-was kedelapan petani ini menyusuri jalanan
kampung. Di kampung Citerjal jika malam sudah tiba umumnya warga mengunci diri
didalam rumahnya. Suasana sangat hening dan mencekam, ahanya ada suara binatang
malam dan desau angin.
Menyusuri daerah persawahan dan perbukitan hutan kampung mereka berjalan
menuju daerah yang agak tinggi , tempat hulu sungai berada. Sekalipun medan
yang dilalui tak mudah, karena mereka mngenal baikdaerah disekitar kampung itu,
delapan orang tersebut akhirnya sampai juga di hulu sungai.
Pelan-pelan lalu jenazah dibawa turun kesungai. Tandu tersebut lalu
diletakkan begitu saja diatas bebatuan sungai diperciki aliran air yang
mengalir.
Baru saja kedelapan petani itu beranjak, tiba-tiba terdengar suara
gemuruh. Entah darimana datangnya tiba-tiba segulungan air menderu dan
menerjang tandu yang diatasnya ada jenazah Pak Dama
Tandu itu terhempas, bergulung, hingga hanyut bersama gulungan air
tersebut. Kedelapan orang itu melihat dengan merinding apa yang barusan terjadi
didepan mata mereka.
Namun belum lagi rasa kagetnya hilang, tiba-tiba terdengar bunyi petir
menggelegar, sekecap menerangi dikeramangan malam itu. Dan kemudian hujan hujan
pun turun dengan lebat.
Menjadikan suasan hati kedelapan petani tersebut semakin tak karuan. Tak
berpikir lama, mereka segera beranjak meninggalkan daerah huu sungai itu dengan
langkah tergesa-gesa.
Jalanan yang curam semakin sulit dilalui karena guyuran hujan malam itu.
Namun berkat pertolongan Allah swt, sekalipun dengan langkah tergopoh-gopoh,
mereka bisa sampai kembali kerumah masing-masing.
Kejadian it uterus membekas dalam ingatan delapan orang yang memanggul
jenazah Pak Dama. Mereka hanya dapat mengkirik dan tak mengerti apa hakekat
dari semua kejadian yang baru mereka alami.
Kaya
tapi jauh dari
Agama
Pak Dama terkenal sebagai orang yang memiliki banyak harta didesa
Citerjal. Sawahnya berpetak-petak dan ternaknya banyak. Tapi entah mengapa ia
terkenal pula jauh dari agama.
Warga tak pernah melihat Pak Da,a menjalankan syariah agam yang pokok
dalam hal sholat dan puasa. Tak hanya itu, sekalipun memiliki ternak yang
banyak ia juga tak pernah melakukan kurban.
“ Ia seperti jaug dari ajaran Islam, tak mau menjalankan apa yang
menjadi syariat agama yang ada “. Ujar kang
Sardin. Sehari-hari kehidupan Pak Dama diisi dengan mengurus hartanya yang
banyak itu. Ia seperti keasyikan sendiri dan tak memperdulikan hal lain.
Hartanya itu benar-benar ia urus dan dijaga setiap hari, hingga seperti
tak ada waktu untuk yang lain.Sampai kemudian warga mendengar kematian Pak Dama
yang mendadak pada siang hari itu.
“Setelah meninggal, Harta Pak dama jatuh ketangan anak-anaknya yang
kemudian sedikit demi sedikit habis dijual hingga tak tersisa sama sekali. Ujar
kang Sardin.
Apa yang sebenarnya berlaku dalam kehidupan Pak Dama, hanya Allah lah
yang mengetahuinya. Tapi kisah ini bisa menjadi pelajaran bahwa harta merupakan
sarana yang terus dipakai setan untuk membuat manusia lupa bersujud kepada
Tuhannya.
Keinginan memiliki harta yang banyak juga terus diapkai setan untuk
membuat manusia tega menjual akidah dan kehormatan dirinya dengan melakukan
hal-hal atau ritual-ritual mencari kekayaan dengan jalan syirik.
Allah yang Rahman tak pernah menganiaya makhluk-Nya, tapi makhluk-Nya
itulah yang menganiaya dirinya sendiri dengan perbuatanya
Kang Sardin,
Kerabat salah
satu penggotong jenazah Almarhum :
“ Almarhum Memang
Terkenal Sangat Kaya “
Dulu, didaerah ini, almarhum memang
terkenal sangat kaya, sawahnya banyak, kambingnya banyak.Sawahnya miliknya itu
bahkan juga ada dikampung lain. Pokoknya sangat terkenal. Tapi ya itu, dia
terkenal tak suka menjalankan ibadah.
Sama ajaran islam seperti jauh, tak
mau mengerjakan. Kalau buan puasa. Orang berkuran di hari Raya Idhul Adha, dia
tidak pernah melakukannya. Itu yang saya dengar.
Tapi dia tak pernah diberitakan jahat
sama orang lain. Memaki,mendzalimi dan sebagainya. Yao rang kampung bisalah
yang pendiam dan tak banyak tingkah. Pernah suatu ketika ia diberitakan ribut
dengan sesepuh desa karena ia membawa seorang perempuan bukan muhrimnya kegubuk
ditengah sawah tapi setelah itu tak ada kejadian lagi yang agak heboh tentang
diri almarhum.
Menurut Paman saya yang menjadi salah
satu dari delapan orang yang menggotong jenzah almarhum, jenazah almarhum
diletakkan di hulu atau kepala sungai. Letaknya diata bukit yang jalannya
terjal.
Waktu itu sudah malam jika sekarang
saja dikampung ini kalau malam gelap, bisa dibayangkan waktu itu bagaimana
gelapnya dan terjalnya jalan yang dilalui orang-orang yang menggotong jenazah
almarhum karena jalan aspal yang ada dikampung ini baru ada beberapa tahun ini
dibangun pemerintah.
Jenazah dibawa dengan tandu dari bambu,
karena tidak mungkin meminjam keranda dari masjid atau musholla. Waktu itu bisa
dikatakan perjalanan waktu itu dirahasikan. Setelah berada di kepala sungai
diatas bukit yang jauh dari pemukiman penduduk itu, jenazah diletakkan begitu
saja.
Nah disitulah terjadi kejadian ganjil
entah dari mana datangnya air ada segulungan air bah yang datang dan menyapu
jenazah tersebut hingga hanyut terbawa air sungai. Saat itu pula suara petir
mengggelagar dan disertai turun hujan yang sangat lebat.
Kedelapan orang yang membawa jenazah
itu harus pulang dengan guyuran air hujan yang sangat lebat. Setelah selesai
karena kesepakatan dengan keluarga almarhum, 8 orang yang menggotong jenazah
ini tutup mulut hanya keluarga-keluarga dekat saja yang diceritakan kejadian
itu.
Bagaimanapun setiap perbuatan orang
pastilah ada konskwensinya atau balasannya. Seperti Filosofi Orang Jawa …?
“ Sopo
nandur bakal ngunduh, Sopo utang bakal nyaur, Sopo nyilih bakal balekno “.
“ Siapa
menanam akan memanen, Siap berhutang akan membayar, Siapa meminjam akan
mengembalikan “
Dan sudah banyak orang mengetahui
bahwa orang yang menyekutukan Allah swt, meminta sesuatu selain pada-Nya, tak
akan diterima tanah. Kejadian seperti itu tak hanya sekali terjadi dan menjadi
pelajaran dari para orang tua pada anak-anaknya dikampung ini.
Wallahu
‘alam Bhisawab
No comments:
Post a Comment