PERJALANAN HAJI TERAKIR
RASULULLAH sawSA
“ Pada hari init telah Ku-sempurnakan
untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu sebagai agamamu “ (QS. Al-Ma-idah :3) .
Setelah kota Mekkah berhasil ditakhlukkan Rasulullah saw. Dan kaum muslimin , tanah
Arab laksana tanah subur yang cepat menumbuhkan benih. Keelapan yang
berabad-abad membutakan mata orang-orang kafir, secepat kilat berubah menjadi
terang sejak matahari kebenaran Islam merekah dalam hidup mereka.
Org-orang miskin dan budak belia pun memandang kedatangan islam sebagai
juru selamat yang isa mengentaskan mereka dari jurang penderitaan. Tak salah,
jika orang kemudian berbondong-bondong memeluk islam.
Peristiwa ini kian mengharukan ajaran islam dimata orang-orang Arab.
Bahkan orang-orang di Jazirah Arab menyaksikan sendiri bagaimana Raslullah
hanya dengan pertolongan dan kekuatan Allah berhasil mengembangkan pengaruh
Islam ke Seantero wilayah Timur Tengah. Kebenaran yang diajarkan Rasulullah saw
itu memang benar, bukan dusta. Maka, pada tahun 9 Hijriyah pengaruh islam telah
meluas dan pada tahun 10 Hijriyah pun, hampir seluruh tanah Arab penduduknya
memeluk Islamdan hanya tinggal sedikit suku-suku bangsa Arab yang masih
menyembah berhala.
Jelas, kenyataan ini berbeda jauh jika dibandingkan dengan awal
kelahiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad saw yang dipandang dengan
sebelah mata. Ketika itu jumlah orang kuat yang memeluk islam bisa dihitung
dengan jari. Awal diutusnya Rasulullah sa dimana ajaran Islam hanya diikuti
keluarga terekat beliau lalu disusul oleh Abu Bakar, Utsman, Hamzah, Umar bin
Khatab, dan Abu Ubaidah Amir bin Al-Jarrah.
Selama 13 tahun Nabi berdakwah di Mekkah, Nabi pun kerap kali mengalami
cobaan berat berupa, penghinaan , penganiayaan, cercaaan, cemoohan, dan bahkan
upaya pembunuhan. Saat Allah menurunkan firman-Nya yang menceritakan tentang
pengalaman dakwah Nabi Nuh as, “Dar kaumu tidak aka nada yang mau beriman , kecuali
yang sudah beriman saja “. (QS. Hud :36)., nabi sangat bersedih.
Maka dimusim haji tahun itu , ketika Nabi Muhammad saw mengajak
orang-orang Mekkah memeluk Islam dan menerima kenabiannya, beliau tak mendapat
tanggapan dan bahkan ia diacuhkan. Lebih tragis lagi ada yang menuduh Nabi
sebagai orang gila.
Tapi, setelah Mekkah ditakhlukkan keadaan bangsa Arab berubah total
pada tahun 10 Hijriyah, orang-orang seluruh tanah Arab pun menanggapi dengan
lain. Makannya, tatkala kaum muslimin di tanah Arab mendengar rasulullah saw
hendak menunaikan ibadah haji pada tahun 10 Hijriyah itu, dari berbagai pelosok
Arab datang berbondong-bondong datang ke Madinah untuk menyertai beliau pergi
ke tanah suci Mekkah guna menunaikan ibadah haji.
Tidak tanggung-tanggung, jumlah orangyang hendak mengikuti kepergian
nabi Muhammad saw ke Baitullah itu sangat banyak. Menurut sebagian penulis
sejarah Islam, jumlah kaum muslimin yang menyertai ibadah haji tahun itu
termasuk mereka yang berangkat ke Mekkah langsung dari daerah-daerah mencapai
114.000 orang. Bahkan ada pula yang mengatakan berjumlah 120.000 orang.
Baca Juga "Apakah Lailatul Qadar Bisa Dibuktikan"
Baca Juga "Apakah Lailatul Qadar Bisa Dibuktikan"
Tentu jumlah yang besar itu mencengangkan apalgi mereka itu semua
berangkat dari berbagai peloso jazirah Arab yang kemudian turut bersama
rasulullah saw untuk menunaikan ibadah haji dengan kalbu diliputi keimanan dan
keyakinan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Padahal, mereka semua dahulu ingkar
atas kebenaran yang dibawa oleh Rasulullah saw dan bahkan ada yang menghina dan
melecehkan beliau.
Tetapi, kini semua orang yang turut dalam perjalanan haji menaati
perintah Nabi. Dengan penuh hikmah, Nabi memberi petunjuk tentang manasik haji
(cara-cara menunaikan ibadah haji). Ada kalanya Nabipun menjelaskan dengan
lisan tetapi ada kalanya pula memberikan contoh dengan amal perbuatan.
Orang-orang yang ikut berpergian itu dengan khidmah mematuhi perintah
Nabi. Setelah Rasulullah memberi petunjuk mengenai manasik haji, kemudian
beliau berkhutbah : “Wahai manusia sekalian, dengarkanlah baik-baik apa yang
kukatakan. Aku tak tahu, mungkin aku tidak akan bertemu dengan kalian sesudah
tahun ini dan di tempat ini.
“Hai manusia sekalian .., (ketahuilah) bahwa darah (jiwa) dan harta
benda (milik) kalian adalah suci bagi kalian (yakni tak boleh diperkosa oleh
orang lain), seperti hari dan bulan suci (sekarang) ini, (yakni bulan
dzulhijjah) hingga saat kalian menghadap Allah swt. Dan kalian pasti akan
menghadap Allah sawt, Tuhan kalian. Pada saat itu kalian dituntut bertanggung
jawab atas segala perbuatan yang telah kalian lakukan. Itu telah kusampaikan.
Barang siapa diserahi amanat itu ditunaikan kepada yang berhak menerimanya”…
(Ketahuilah) bahwa semua riba tidak boleh berlaku lagi. Akan tetapi
kalian berhak menerima kembali uang pokok (modal)-nya. (dengan demikian) kalian
tidak berbuat dzalim dan tidak diperlakukan secar dzalim. Allah telah
menetapkan tak boleh ada riba lagi. Riba Al-Abbas bin Abdul Muththalib (pun)
semuanya tidak berlaku (tak boleh ditagih …
“(Ketahuilah) bahwa tuntutan darah (balas dendam atas pembunuhan)
semasa jahiliyah tidak berlaku lagi , dan tuntunan darah pertama yang
menghapuskan ialah darah Rabia’ah bin Al-Harits bin Abdul Muththalib…..
“Kemudian, hai manusia sekalian, hari ini dan untuk selama-lamanya
setan sudah tak punya harapan untuk disembah-sembah dinegeri ini. Akan tetapi
jika kalian menuruti , meski dalam hal yang remeh dab yang akan memerosokkan
amal perbuatan kalia, dia pasti akan puas (senang). Karena itu, jagalah
baik-baik agama kalian.
“Wahai manusia sekalian, menangguhkan berlakunya larangan – larangan dalam
bulan suci berarti menambah kekufuran dan dengan itu orang-orang kafir
tersesat. Mereka menghalalkan larangan-larangan itu pada tahun yang satu dan
menghalalkan pada tahun yang lain agar mereka bisa menyelesaikan bilangan
9jumlah bulan) yang telah ditetapkan kesuciannya oleh Allah. Lalu mereka
menghalalkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan mengharamkan apa yang
dihalalkan oleh – Nya…
“Zaman berputar (silih berganti) sebagaimana keadaan sewaktu Allah
menciptakan langit dan bumi. Jumlah bulan menurut (bilangan) Allah adalah 12,
Empat diantaranya adalh bulan-bulan suci (yaitu) tiga bulan berturut-turut dan
bulan Rajab, antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban.
“Kemudian wahai manusia sekalian…. Sebagaimana kalian mempunyai hak
atas istri-istri kalian, merekapun mempunyai hak atas kalian. Hak kalian atas
mereka adalah melarang mereka mengizinkan orang yang tidak kalian sukai menginjakkan
kaki diatas lantai kalian (yakni memasuki rumah) kalian. Dan merakpun jelas
diwajibkan menjaga diri dari perbuatan tidak senonoh. Apabila mereka melakukan
hal itu Allah mengizinkan kalian berpisah tempat tidur dengan mereka dan kalian
diizinkan memukul mereka dengan pukulan yang tak mengganggu (kesehatan badan).
Bila mereka sudah tak lagi melakukan hal itu maka kalian wajib memberi
nafkah dan pakaian kepada mereka secara baik-baik. Hendaklah kalian berlaku
baik terhadap istri-istri kalian , mereka itu adalah mitra yang membantu
kalian. Mereka tidak memiliki sesuatu untuk diri mereka sendiri. Kalian
mengambil mereka sebagai amanat Allah dan kehormatan mereka dihalalkan bagi
kalian berdasarkan ketentuan Allah.
“Wahai manusia sekalian, perhtikan kata-kataku yang telah kusampaikan
(kepada kalian). Aku tinggalkan ditengah kalian suatu masalah yang jelas, jika
kalian berpegang teguh pada-nya , kalian tidak akan tersesat selama-lamanya,
(yaitu) Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.
Baca Juga "Memilih Pemimpin Merujuk Al-Quran"
Baca Juga "Memilih Pemimpin Merujuk Al-Quran"
“Wahai manusia sekalian, dengarkanlah kata-kataku dan pahamilah
baik-baik. Kalian mengerti bahwa setiap muslim adalah saudara bagi muslim
lainnya dan semua kaum muslimin adalah bersaudara. Namun seseorang tidak
dihalalkan (mengambil sesuatu) dari (milik) saudara kecuali yang diberikan
dengan senang hati kepadanya. Janganlah sekali-kalikalian berlaku dzalim
terhadap diri kalian sendiri. Ya Allah bukankah (semua) telah kusampaikan..?
Khutbah yang disampikan Rasulullah saw dihadapan sekitar 114.000 orang
itu sungguh menyentuh kalbu dan hati. Jamaah pun tertunduk khidmat. Khotbah
yang menerangkan tentag prinsip-prinsip Islam itu tak lain adalah Risalah yang
akan menyelamatkan manusia dari kesesatan pikiran dan kegelapan. Karena
sejatinya prinsip-prinsip itu tidak berubah, prinsip-prinsip moral Islam yang
Universal.
Ketika Rasululah saw menyampaikan khutbah itu , suara Rasulullah saw
mengalun dengan suara yang sedang, tidak cukup keras. Tetapi setiapkalimat yang
beliau ucapkan menurut Ibnu Ishaq diulang dengan suara yang keras oleh seorang
sahabat yang bernama Rabi’ah bin Umayyah bin Khalaf
supaya khutbah nabi itu bisa didengar oelh jamaah yang jumlahnya mencapai
114.000 orang.
Setelah Rasulullah berpesan agar kaum muslimin mengingat baik-baik akan
pesan yang beliau sampaikan , lalu ia bertanya kepada jamaah , “ Tahukah
kalian, hai apakah sekarang ini..?”.
Serentak menjawab, “Hari haji Akhbar”. Beliau lalu berkata lagi , “Jiwa
dan harta kalian disucikan Allah swt seperti hari yang suci ini hingga tiba
saatnya kalian menghadap Allah. Ya Allah …, sudah kusampaikan..?.
Jamaah menyahut “Ya..!”. rasulullah kemudian menengadah kelangit , dan
berucap dengan penuh kekhusyukkan “Ya Allah, saksikanlah!”.
Usai menyampaikan khutbah Rasulullah kemudian turun dari untanya ,
Al-Qushwa dan tetap berada ditempat hingga tibalah waktu sholat dzuhur dan
asar. Setelah itu, Rasulullah saw bersama jamaah berangkat menuju Shakarat
(Arafah). Di Arafah itulah Rasulullah saw kemudian mendapat wahyu , “Pada hari
ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamudan telah Ku-cukupkan kepadamu
nikmat-Ku ,dan telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agamamu”. (QS. Al-Ma’idah :3).
Saat mendengar firman Allah swt itu, Abu Bakar seketika menitikkan air
mata.Abu Bakar seperti tidak kuasa untuk menahan air mata. Karena dalam hati ,
Abu bakar merasakan bahwa dari ayat tersebut , dia mengerti tugas risalah telah
selesai dilaksanakan oleh Rasulullah saw dan dia menduga tak lama lagi beliau
akan kembali ke hadapan Allah swt.
Sebagian besar ulama’ini turun pada hari Jum’at tanggal 9 Dzulhijjah
ketika Nabi Sedang wuuf di Arafah. Seteah matahari tenggelam, beliau bersama
semua jamaah meninggalkan Arafah, kemudian berangkat ke Muzdalifah dan bermalam
disana. Pagi harinya beliau ke Masy’arul haram, kemudian pergi ke Mina.
Dalam perjalanan itu beliau melempar jumrah. Usai menunaikan manasik
tersebt, beliau kembali ke kemah lalu menyembelih 63 ekor unta, tiap ekornya
untuk masa satu tahun umur beliau. Selebihnya dari jumah 100 ekor yang beliau
bawa dari Madinah yakni 37 ekor beliau menyerahkan penyembelihannya kepada Ali
bin Abi Thalib. Usai melaksanakan semua itu, Rasulullah saw lantas mencukur
rambut dan berakhir ibadah haji yang beliau tunaikan bersama dengan jamaah pada
tahun 10 Hijriyah itu yang dalam sejarah islam dikenal dengan sebutan haji wada’.
Setelah haji wada’ ditunaikan degan tuntas , dan Nabi pun menerangkan
kepada jamaah berbagai cara ibadah haji (manasik) , rombongan haji wada’ pun
lalu beranjak meninggalkan Mekkah pulang menuju Madinah.
Itulah perjalanan haji terakhir Nabi Muhammad saw dan haji itu dikenal
dalam sejarah Islam dengan nama haji wada’ (perpisahan). Dinamakan haji wada’
karena ibadah haji itu adalah ibadah haji perpisahan lantaran beberapa saat
kemudian beliau pulang keharibaan Allah swtmeninggalkan kaum muslimin untuk
selama-lamanya.
Tetapi, ada juga orang yang menyebut ibadah haji tersebut sebagai hijjatul
balagh itu disebabkan dalam ibadah haji itu nabi telah menyampaikan
khutbah , tentang tugas risalahnya dan menyampaikan semua yang diperintahkan
oleh Allah swt kepada umat manusia. Karena haji tersebut ada juga sebagian
ulama menyebut dengan ‘Hijjatul Balagh’ yang berarti “ibadah haji penyampaian”.
Selain itu, ada pula orang yang menyebut perjalanan haji Rasulullah saw
tahun 10 Hijriyah itu dengan nama Hijjatul Islam. Dinamakan demikian,
karena dalam ibadah haji tersebut Allah swt telah menyempurnakan agama Islam
bagi seluruh umat manusia , sebagai agama satu-satunya yang agama yang
diridhai-Nya. Tak salah pula, jika haji tersebut dinamakan Hijjatul Islam.
(disarikan dari Membangun Peradaban Sejarah Muhammad
Sejak Sebelum Diutus Menjadi Nabi, H.M.H Al-Hamid Al-Husaini,penerbit Pustaka
Hidayah, Jakarta, 2000).