PINTAR DI
DUNIA PINTAR DI AKHIRAT
“Apabila dikatakan kepada mereka :
“Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang telah beriman,”mereka menjawab :
“Akankah kami beriman sebagaimana orang-orang itu beriman..?”. Ingatlah,
sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu “. (QS.
Al-Baqarah :13).
Sebut
namanya Rozak, pekerjaannya sehari – hari sebagai sopir taksi di Jakarta.
Meskipun hanya seorang sopir taksi , tetapi wawasan keagamaan lelaki berusia 30
tahun itu lumayan luas. Maklum, ia jebolan sebuah pondok pesantren di Jawa
Timur.
Bukan hanya wawasan keagamaannya saja
yang luas , yang membuatnya berbeda dari rekan seprofesinya , tetapi ia
terkenal sebagai lelaki yang shaleh yang pandai mengamalkan agama yang
dimilikinya , terutama untuk urusan ibadah sholat.
Meskipun profesinya sebagai seorang
sopir taksi mengharuskan dirinya untuk selalu mobile, tetapi jika waktu sholat
tiba, ia selalu berusaha menunaikan tepat waktu. Bahkan jika bisa ia
menyembpatkan sholat jamaah di masjid terekat yang dilaluinya. Kecuali jika ia
terlanjur sedang membawa penumpang.
Kebiasaan yang selalu menyempatkan diri
mampir di masjid begitu waktu sholat tiba ketika belum ada penumpang di
taksinya membuat teman-teman seprofesinya geleng-geleng epala. Bahkan, Rudi ,
teman satu pullnya sering protes dan justru mengingatkan Rozak agar lebih
mendahulukan mencari penumpang ketimbang buru-buru mencari masjid begitu waktu
sholat tiba.
“Kayak gak ada waktu lain aja, Zak.
Cari rezeki dulu yang banyak , baru ibadah Tuhan juga tahu kita sedang bekerja
mencari nafkah. Kan ibadah juga, “Kata Rasulullah saw teman satu pullnya yang
juga teman semasa di pondok dulu.
“Bukan begitu Rud,. Kalau memang belum
ada penumpang , apa salahnya mampir dulu ke masjid , bukankah lebih utama
sholat di awal waktu dengan berjamaah ..?. Toh rezeki sudah diatur Allah
swt.Kalau kita ngoyo cari penumpang terus , aku khawatir justru kita gak sempat
sholat , karena mengejar setoran terus, “ Begitu alasan Rozak.
“Kalau gak sempat ya maklum aja. Tuahn
juga bisa memaklumi kesulitan kita.yang penting kita punya niat untuk sholat.
Kalau memang waktunyamempet, buat apa dipaksa –paksain..?. Cari penumpang itu
susah , zak, jadi kalau lagi dijalan, yaudah cari penumpang sebanyak-banyaknya.
Nanti kalau sudah selesai baru mikir sholat “, timpal Rudi.
Pandangan kdua sahabat diatas
sebenarnya pandangan yang umum dalam masyarakat. Rudi mewakili golongan yang
lebih mementingkan dunia dan menyepelekan urusan akhirat. Sementara Rozak
mencoba mengimbangi aktivitas duniawinya dengan menyempatkan diri menunaikan
kewajiban yang beruhubungan dengan kehidupan akhirat.
Orang-orang seperti Rudi umumnya
terbiasa mengolok-olok manusia seperto Rozak sebagai manusia malas , tak punya
otak, gak pecus kerja atau sok suci.Padahal apa yang dilakukan oleh Rozak
adalah bukti kecerdasan akalnya untuk menyeimbangkan kehidupan dunia dan
akhirat.
Ayat diawal tulisan ini mengutarakan
perihal oknum kaum munafik dan fasik terhadap kaum beriman. Munafik adalah
orang yang bermuka dua. Perkataan dan perbuatan tak pernah sesuai. Sementara
fasik adalah orang yang senang mencampur adukkan perkara haq (benar) dan bathil
(jahat).
Di Zaman Nabi , ketika Nabi dan para
sahabat tinggaldi Madinah , banya kaum munafik Madinah menyebut kelompok Islam
sebagai orang bodoh. Ketika para sahabat mengajak kaum pribumi Madinah untuk
meninggalkan agama terdahulu dan kemudian beriman kepada Allah dan Rasul-Nya,
mereka tak pernah menggubris. Bahkan, mereka menganggap bahwa ajakan itu adalah
seruan kebodohan.
Jadi, Apabila dikatakan kepada mereka
“Berimanlah kamu sebagaimana orang-orang lain telah beriman “, maka mereka
tetap saja tak beriman. Menurut mereka, Islam adalah agama baru yang tak
diajarkan para pendahulu mereka. Bahkan, mereka justru menjawab, ajakan itu
dengan olokan, “Akankah kami berima sebagaimana orang-orang (as sufaha’) itu
beriman..?”.
Tetapi jawaban mereka itu dibalas oleh
Allah secara tegas, “Ingatlah , sesungguhnya merekalah orang-orang yang bodoh,
tetapi mereka tidak tahu “. (QS. Al-Baqarah :13).
SIAPA YANG BODOH..?
Kata as-sufaha, yang berarti
orang-orang bodoh dalam konteks QS. Al-Baqarah :13 ini adalah bentuk jamak dar
kata tunggal safihum sama seperti kata ulama , yang berarti “orang-orang
pintar” , yang merupakan bentuk jamak dari kata alimun.
Secara bahasa kata safihun (bodoh)
berarto bodoh secara akal , lemah pikiran dan tidak banyak mengetahui mana yang
berguna adan yang berbahaya. Adapun masuknya Alif , lam ta’arif (tanda
ma’rifat) pada kata sufaha menunjukkan bahwa orang bodoh yang dimaksud tidak
keseluruhan, melainkan hanya sebagian.
Kata as0sufaha juga disebutkan dalam
Al-Quran pada surat An-Nisa : 5. Namun, di ayat ini, ulama tafsir sepakat bahwa
kata as-sufaha ditujukan kepada kaum wanita dan anak-anak kecil , karena mereka
lemah akal dan tak banyak tahu tentang baik dan buruk dalam mengelola harta
kekayaan. Tapi, paa ayat yang dibahas ini sangat beda. Kata as-sufaha ditujukan
pada para sahabat Nabi Muhammad saw, sebagai sindiran dan olok-olokan dari kaum
munafik dan fasik di Madinah.
Pendapat ini diantaranya dikemukakan Iu
Katsir. Ulam tafsir yang satu ini dalam kitab tafsirnya menyebutkan bahwa yang
dimaksud orang-orang bodoh dalam QS.Al-Baqarah : 13 ditujukkan pada para
sahabat Nabi. Mereka yang mengucapkan tuduhan itu adalah orang munafik yang
tinggal di kota Madinah.
Bagi mereka, para sahabat Nabi dianggap
membelot dari ajaran nenek moyang kaum Arab. Itulah sebabnya umat islam
dianggap bodoh. Senada dengan pandangan ini adalah Ibnu Abi Hatim dalam Kitab
Tafsirnya , As-Suyuthi alam Kitab Al-Durr Al – Mantsur, dan Asy-Syaukani dalam
Kitab Fath Al-Qadir.
Pendapat tersebut bersumber dari
beberapa riwayat hadits. Salah satunya adalah riwayat dikemukakan Ibnu Abbas.
Kata Ibnu Abbas , yang dimaksud “Orang-orang bodoh” pada ayat tersebut adalah
tuduhan orang munafik kepada para sahabat Nabi, lantaran mereka iri terhadap
perkembangan umat islam yang begitu pesat di Madinah.
Salah satu orang yang menjuluki para
sahabat Nabi dengan sebutan bodoh adalah Abdullah Ibnu Salam. Ia dan
kawan-kawannya dalam komunitas rahib di Madinah menyebut kaum mukmin dengan
sebutan orang bodoh. Mereka menilai bodoh dan dungu kaum Mujahirin karena
dianggap terlalu sembrono memusuhi kaum dan keluarga di Mekkah , serta rela
meninggalkan kampung halaman hanya untuk ikut Muhammad. Kaum Anshar juga
dijuluki kaum bodoh dan dungu karena telah membagikan harta benda dan rumah
mereka untuk menolong kaum Mujahirin.
Olokan dan cacian Abdullah Ibnu Salam
ini sebenarnya sama dengan apa yang dilakukan kaum jahil Murakkab (sangat
bodoh) di Kota Mekkah. Sebab, pikiran mereka sebenarnya tidak waras. Pikiran
mereka membalikan pengertian sebenarnya. Akibatnya masalah yang baik dianggap
buruk, dan maslah yang buruk dianggap baik. Padahal hakekatnya, mereka ini
bodoh (safih), bukan orang yang mereka tuduhkan itu.
Ini disebabkan karena mereka tak tahu
apa manfaatnya iman. Yang mereka lihat hanya apa yang tampak dimata. Ketika
kaum Mujahirin rela meninggalkan kota Mekkah demi mengikuti jejak Muhammad
untuk hijrah ke Madinah, maka itulah sikap bodoh menurut mereka. Begitu juga
dengan apa yang dilakukan kaum Anshar yang rela berbagi kehidupan dengan kaum
Mujahirin itupun dianggap tindakan bodoh.
Padahal itu salah besar. Ahmad Mustafa
Al-Marghi dalam Kitab Tafsir Al-Maraghi justru menyebutkan bahwa kaum Mujahirin
naupun Anshar adalah orang beriman yang sangat pandai. Mereka adalah orang yang
mengikuti akal sehat , sebab telah mengambil jalan kebenaran hakiki. Orang
seperti ini didadanya penuh dengan perasaan iman, yang menjadi tumpuan segala
persbuatan. Mereka tergolong cerdas dan pintar karena memilih islam sebagai
jalan hidup.
Menjawab Tuduhan Bodoh
Orang bodoh, menurut para sufi, ada dua
macam. Pertama, orang yang menjual agama dengan dunia, dan menjual kekekalan
kerusakkan karena kebodohan dan ketidak tahuan mereka. Kedua, orang-orang yang
memperbodoh diri sendiri. Mereka tidak mengetahui kesiapan mereka untuk
memperoleh derajat yang lebih tinggi disisi Allah. Mereka lebih menyukai
kehidupan dunia, membenci orang-orang yang taqwa bermartabat dan menyukai orang
yang melanggar larangan.
Dimata orang munafik dan fasik,orang
beriman itu bodoh. Hal ini sebenarnya bisa dimengerti. Sebab, kebanyakkan kaum
mukmin di zaman Nabi banyak berstatus ekonomi lemah atau miskin. Bahkan, ada
berstatus masih hamba sahaya seperti Suhaib dan Bilal bin Rabah.
Hal ini dibenarkan oleh Muhammad
Mutawalli Sya’rawi. Pengarang KItab tafsir Sya’rawi ini berpandangan
bahwa tuduhan bodoh yang dilontarkan kaum munafik kepada kaum mukmin kala tu
tidak serta merta meunjuk pada akal pikiran saja. Namun, hal itu merujuk pada
kondisi umat islam kala itu Lebih jelasnya adalah bahwa umat islam kala itu
tergolng miskin. Terutama pada masa-masa awal kedatangan Nabi di Kota Madinah.
Kenapa orang mukmin dianggap miskin..?.
Pertama ,karena pengikut Nabi banyak berstatus lemah atau miskin. Hanya
beberapa sahabat saja yang kaya. Sewaktu berdakwah di kota Mekkah, parapemimpin
Quraisyyang kaya tak mauberiman.Akibatnya, yang mengikrarkan diri mengikuti
Nabi berasal dari kalangan ekonomi bawah.Kedua, kaum Muhajirin meninggalkan
begitu saja kekayaan mereka di kota Mekkah sewaktu hijrah dengan Nabi ke Kota
Madinah.
Kondisi sosial seperti ini lalu menjadi
olok-olokkan kaum munafik. Mereka menyebut umat Islam sebagai kelompok miskin.
Namun begitu, ketika mereka mengecap orang mukmin bodoh , sebenarnya mereka
mengecap diri mereka dengan sifat bodoh. Bahkan , mereka lebih pantas dicap
orang bodoh.
Hal ini sangat logis, karena mereka
ketika mencap umat mukmin dengan kebodohan dan kemiskinan , sebenarnya mereka
telah mencap mereka sendiri. Ayat ini menunjukkan bahwa pada diri mereka
terdapat banyak kontrasiksi (tanakudh), baik antara diri mereka dengan logika
maupun diri mereka dengan jiwa. Hatimereka bertentangan dengan lidah. Perbuatan
mereka juga bertentangan dengan akidah.
Sifat bodoh menunjuk arti lemah dan
kurang akal, sehingga kelembutan kadang dipadu dengan kekerasan,perilaku baik
dicampur dengan jahat, dan yang benar diaduk dengan yang salah. Inilah yang
terjadi pada orang – orang munafik pada masa Nabi di kota Madinah. Lantas,
bagaimana kalau ternyata orang munafik tersebut kemudian bertanya seperti ini;,
“Kenapa kami harus beriman seperti orang bodoh itu..?”.
Nah, dalam konteksini, beberapa ulama’
tafsir menjawab dengan beragam pandangan. Pertama, sebenarnya orang yang
mengucapkan perktaan itu tidak langsung dengan mulut ,melainkan dalam hati.
Tetapi, Allah mengetahui hal itu lantaran, Allah membuka tirai mereka dan
menampakkan rashasia mereka sebagai hukuman atas sikap permusuhan mereka dengan
orang mukmindi Kota Madinah.
Kasus seperti ini terjadi seperti
halnya Allah menampakkan apayang disembunyikan orang-orang ikhlas, yaitu
berupaperkataanyang baik. Niat yang tersimpan dalam hati kemudian ditampakkan
oleh Allah demi memuliakannya. Pandangan ini dikemukakan oleh Ismail
Haqqi Al-Burusywa. Dalam Kitab ruhul Bayan. Tapi sebaliknya, jika hal
tersebut terjadi pada orang munafik, maka tujuannya untuk merendahkan mereka.
Kedua, sesungguhnya kaum munafik
melontarkan tuduhan itu dikalangan mereka sendiri, dan bukan pada kalangan
mereka sendiri, dan bukan pada kalangan kaum mukmin. Kemudian Allah mengabarkan
itu kepada Nabi dan kaum mukmin. Pendapat ini dikemukakan Al-Baghawi. Dalam Kitab
Tafsirnya. Artinya, senidiran dan olokkan tersebut tak lain bersumber dari
orang munafik senidir, dan hakikatnya ditujukan bagi komunitas mereka.
Ketiga, ini merupakan pendapat Abu
Su’ud dalam Kitab Al-Irsyad. Ia
berkata, tuduhan itu terlontar dikalangan kaum mukmin yang memberikan nasehat
kepada mereka. Artinya, perkataan itu menunjukkan sifat pembakangan mereka
terhadap ajaran Nabi. Perkataan itu merupakan sejenis kekafirandan kemunafikan
yang mungkar.
Lengkapnya seperti ini, “Apakah kami
mesti beriman seperti imannya orang-orang bodo dan gila yang keimanannya tidak
dianggap sah ..?. Kalau mereka sudah menyatakan beriman dan kami belum beriman
seperti imannya orang-orang bodoh itu, tak sepatutnya kalian (kaum mukmin)
menyuruh kami beriman!”.
Namun begitu, menanggapi kata seperti
ini Allah swt tentu membela kaum mukmin. Allah member kecaman keras keapada
yang menghina para pengikut Nabi.Firman Allah, “Ingatlah, sesungguhnya
merekalah orang-orang yang bodoh, tetapi mereka tidak tahu (QS. Al-Baqarah
:13). Artinya, kaum munafiklah yang bodoh , dan bukan orang beriman. Orang
beriman adalah orang serba pintar, baik untuk urusan dunia, maupun urusan
akhirat. Sebab, mereka tahu apa hakikat hidup di dunia dan apa hakikat hidup di
akhirat.
Wallahu ‘alam Bhisawab