JALAN
PERTOBATAN SANG
GERMO
“ Bertahun-tahun Sukardi (40 tahun) berprofesi
sebagai Germo. Ia hidup berkecukupan dari bisnis haram ini.Namun suatu ketika
ia menyadari jika pekerjaannya menyimpang dari agama .“
Karena kebiasaan nongkrong
ditempat-tempat hiburan dan tempat remang-remang, ia mengenal betul seluk beluk
dunia malam yang identik dengan dunia yang penuh kemaksiatan. Sukardi acuh
dengan norma-norma agama yang mengikatnya.
Hingga suatu ketika,
datanglah seorang lelaki setengah baya , bertampang BOS. Lelaki ini menghampiri
Sukardi yang sedang duduk-dududk sambil mengamati tingkah laku para pengunjung
dari pojok café.
“Selamat malam, saya Dandy
‘, lelaki itu memperkenalkan dirinya.
“Malam, Sukardi” lelaki itu
menyapa Sukardi, “Malam” jawab Sukardi
“Saya perhatikan anda sering
datang ketempat ini, dan saya sedikit tahu tentang siapa Anda”,
“Darimana Anda tahu tentang
saya”..?.
“Sudahlah tak perlu darimana
saya tahu . Maukah Anda berbisnis dengan saya..?. kata lelaki itu.
Bisnis apa ya yang bapak
tawarkan…?.
Sukardi sepertinya kepincut
dengan bisnis yang ditawarkan lelaki yang belum lama dikenalnya itu.
“Mudah sekali”, Anda cari
saja gadis cantik yang mau kerja dengan ku. Aku butuh mereka yang berpenampilan
menari. Jika berhasil, Anda akan mendapat fee yang lumayan. Itu saja tugas
Anda. Soal-gadis-gadis itu, biar saya saja yang mengurus. Pekerjaan ini tak
akan mengganggu pekerjaan Anda saaat ini.
Bagaimana..?’, kata Dandy
menegaskan.
Sukardi tak segera menjawab.
Pikiran melayang jauh. Memang sekarang ia masih bekerja di instansi dimana
setiap minggunya, ia tetap mendapatkan gaji. Ia membayangkan setumpuk uang yang
bakal diterimanya jika berhasil memenuhi tawaran itu.
Agaknya setelah sejenak
memutar-mutar otaknya Sukardi seolah
sudah mengantongi jawabannya. Ditenggaknya sesloki bir yang ada didepan mejanya.
Dipandangi lelaki yang ada didepannya dengan penuh penasaran dan keinginan
bisnis dengannya.
“Bagaimana sudah ada
jawaban…?”.
“Baiklah, Nanti saya kabari
jika ada info’, ucap Sukam sedikit menjanjikan kepada lelaki itu.
“Bagus Hubungi saja saya,
sambil menyodorkan secarik kertas kecil berisi nomor HP.
Inilah awal Sikam terjerumus
kedalam kubang dosa yang dalam dan bergelut dalam dunia hitam pelacuran.
Iming-iming uang yang besarlah yang membuat Sukardi mata hatinya buta,
nuraninga tak lagi bisa lagi membedakan mana benar dan mana yang salah.
Baginya, apapun yang bisa
mendatangkan uang dan penghasilan untuk mempertebal pundi-pundi uangnya akan
dilahapnya. Toh tak ada orang yang dirugikan dan juga mengganggu orang lain
yang penting sama-sama menguntungkan.
Tersesat Dalam Dunia Hitam
Mulailah petualangan Sukardi
memburu mangsanya, mendekati gadis-gadis cantik sambil meniming-imingi
penghasilan besar yang bakal diterima jika mau bekerjasama dengannya.Tentu
tidak asal sembarangan ia menggaet gadis-gadis cantik yang mau diajaknya
bekerja. Ia sengaja mencari gadis-gadis yang mabuk akan kenikmatan dunia.
Mereka yang tercepit oleh tekanan ekonomi dan membutuhkan banyak rupiah, bukan
saja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari namun juga menghiasi dirinya dengan
penampilan yang mempesona.
Perkaraseperti itu tak sulit
bagi Sukardi, karena telah lama ia akrab dengan dunia malam. Pergaulannya juga
cukup luas sehingga memungkinkan bagi dirinya untuk menemukan
sasaran-sasarannya. Setiap ia mendapatkannya, ia langsung menghubungi Dandy
sang BOS yang dikenalnya di café saat itu, Transaksi disepakati dan rupiah pun
dibayar kepada Sukardi.
Lama-kelamaan Sukardi mulai
berpikir, senadainya ia sendiri yang menyediakan para gadis cantik dan
berhubungan langsung dengan peminat ( para lelaki hidung belang) tentu hasilnya
lebih menggiurkan. Karena ia bisa medapatkan langsung dari pelanggan tanpa
dipotong oleh orang lain. Dan ia sendirilah yang akan memberi bayaran kepada
para gadis binaannya.
Mengingat Sukardi sudah
paham betul dengan liku-liku bisnis hitam ini, maka ia berupaya menjaga betul
agar gadis binaanya bisa betah bekerjasama dengannya. Ia memberikan penghasilan
yang lumayan yang telah dijanjikan lebih dulu agar kedua belah pihak yang
berkepentingan tidak ada yang saling menjegal dan tidak ada yang dirugikan.
Disamping itu dia juga
merasa nyaman dan merasa di-orangkan , tidak merasa dieksploitasi. Semula ada
4-5 orang perempuan yang setia dengan Sukardi, tapi karena perlakuan baik sang
majikan, membuat gadis-gadis lain tertarik bekerjasama dengannya hingga
kemudian ada sekitar belasan para gadis cantik yang bernaung dibawahnya.
Profesi ini dilakoni Sukardi
selama beberapa tahun. Segalanya telah didapatkan. Surga dunia sepertinya telah
berhasil direngkuhnya. Kemana, ia pergi dan apapun yang ia inginkan seakan
dapat dipenuhi dengan penghasilan yang ia dapat dari lembah hitam ini.
Ia tak perlu mondar-mandir
lagi, cukup duduk manis dirumah sambil ongkang-ongkang kaki menikmati segelas
kopi manis sama membaca Koran pagi. Tatkala ada lient yang menggunakan jasanya,
cukup, komunikasi via HP, transaksi besaran tariff dan modal yang diinginkan
aka disepakati setelah menyesuaikan waktunya, rupiahpun datang dengan
sendirinya.
Biasanya transaksi ini
dilakaukan disuatu tempat yang telah disepakati bersama.Bisnis haram yang
dijalankan Sukardi berjalan mulus tanpa ada hambatan yang berarti. Kalaupun ada
mungkin hanya sekedar selisih pendapat atau masalah-masalah kecil diantara
binaannya, semuanya bisa diselesaikannya dengan baik.
Lima tahun Sukardi menjadi
Germo. Selama itu pula, ia sudah bisa membahagiakan banyak orang dengan
mepekerjakan mereka dengan penghasilan yang memadai. Pintu hatinya seolah
tertutup dengan gelimang harta dan dosanya. Semakin lama ia menggeluti bisnis
haram ini, semakin bertumpuk pula harta serta dosa-dosa yang dipikulnya. Akal
sehat dan nalarnya benar-benar seakan telah tertutup.
Sang istripun enjoy-enjoy
saja dengan pekerjaan yang dilakoni suaminya itu.tak protes lantaran
backgroundnya tak jauh beda. Sama-sama dari lembah hitam, jadi keimanansang
istri pun juga tak kokoh. Andaikat pemahaman agama mereka juga telah terpatri
dalam hati kuat-kuat, tentu setidaknya ada rasa malu dan sesal terjun di bisnis
haram itu.
Namun ketenangan yang dirsakana
Sukardi dalam menjalankan roda bisnisnya mulai terusik. Sang germo mulai
uring-uringan karena sang istri yang biasanya adem ayem saja mendadak protes
terus menerus padahal nafkah yang diberikan kepadanya sudah lebih dari cukup.
Pun para wanita pendulang rupiah baginya juga mulai menuntut aneh-aneh. Dan
masalah-maslah lain mulai bermunculan.
Sukardi pusing tujuh
keliling. Rasanya tekanan-tekanan yang menderanya sulit dicarikan pemecahannya.
Pikirannya sungguh kalang kabut. Maklumlah sebelum tidak pernah mengalami
kendala dan masalah yang cukup berat seperti sekarang ini.
Biasanya problem bisa
diatasi dan diselesaikan dengan segera. Kemana harus mengadu, ia tak tahu. Ke
teman-teman, ia malu karena bila ia tahu pekerjaannya bukan solusi yang didapat
melainkan celaan. Kepada, Tuhan selama ini ia jauh dari agama malahan bergumul
dengan lingkaran syetan. Ia frustasi kemana harus meminta pertolongan.
Baca Juga "ADAKAH JIN ISLAM...?"
TEMAN LAMA YANG PEDULI
Dalam keningungannya,
untunglah Sukardi bertemu dengan sahabat karibnya yang selama bertahun-tahun
tak pernah bertemu secara tidak sengaja tatkala jalan disebuah pertokoan.
Padahal ia hampir lupa dengan temannya waktu perpisahannya setelah lulus SMA.
Sebut saja namanya Rahman.
Hati Sukardi berbunga-bunga
lantaran dengan temannya yang satu ini, ia biasa bicara blak-blakan tanpa
tedeng aling-aling.Lantas ia mengajak untuk makan siang dan bincang-bincang.
Sukardi merasabahwa inilah saatnya yang tepat untuk menumpahkan uneg-uneg nya
selama ini kepada sahabatnya, sengan harapan sahabatnya bisa menolong dirinya
dari maslah-masalah yang menghimpitnya selama ini.
Dengan agak malu-malu
akhirnya Sukardi menceritakan tentang kisah hidupnya selama ini kepada teman
lamanya yang baru dijumpainy. Sang sahabat mendengarkan dengan seksama penutura
temannya yang kini ternyata menggeluti pekerjaan yang sungguh tak terduag dalam
pikirannya.
Yakni sebagai Germo. Rahman
tak ingin melukai temannya yang sudah bercerita dan berkata jujur padanya
tentang jati dirinya yang sebenarnya saat inidengan jawaban yang menyakitkan.
Lelaki yang seumur dengan Sukardi ini hanya mengelus dada, menyesalkan teman
akrabnya ini hingga terjun kelembah dosa. Ia bisa menahan diri dan mencoba
menenangkan diri.
“Astagfirullah hal adzim”.
Sukardi, kita tentu ingat sewaktu kelas III SMA bahwa Engakau bercita-cita
menjadi wiraswastawan yang sukses. Apkakah tak ada pekerjaan lain dari
itu…?.tanya temannya
“Aku menikmati kok sebelum
datang segudang masalah seperti sekarang ini “, jawab Sukardi enteng.
“Bagaimana dengan istri dan
anakmu…?.
“No problem istri dan anakku
tak mempermaslahkan sebelumnya. Anakk belum tahu apa-apa masih kecil”.
Sampai kapan kamu menekuni
pekerjaan seperti ini..?”.
“Entahlah”,
Pertemuan dua sahabat
sekitar satu setengaj jam itu jelas membekas dalam diri keduanya. Rahman cukup
perihatin dengan keadaan Sukardi. Secara materi memang berkecukupan, tapi tentu
hasil yang didapatkan tidak berkah, justru sebaliknya membuat hidup temannya
itu menemukan ketidak tenangan dalam hidupnya.
Menurut Rahman sesuatu yang
didapatkan dengan cara-cara yang tidak dibenarkan agama pasti akan ada akibat
dan konskwensinya. Pertama, menikmati uang haram adalah bagian dari dosa.
Kedua, memanfaatkannya akan berpengaruh pada perilaku dan cara berpikir yang
tidak baik lebih cendering ke hal negativenya daripada ke hal positivenya.
Sebagai teman Rahman tak
ingin temannya semakin hancur dan berkubang dalam lembah dosa. Mungkin ini saat
dan waktunya membantu Sukardi keluar dari maslah-maslah yang menderanya dan
mengarahkannya ke jalan yang diridhai Allla swt. Hanya saja, Rahman tak ingin
gegabah. Cara yang dilakukannya harus halus dan bicara dari hati ke hati.
Maklumlah, mengajak dan mengarahkan orang yang terlalu jauh tersesat dari
jalan-Nya tidak bisa ceroboh dan sembarangan. Buuh kesabaran dan ketelatenan.
Jika ada waktu, Rahman
mengajak Sukardi untul sekedar makan bersama, kemudian mampir mengikuti
pengajian di majelis dzikir yang sudah biasanya ia ikuti setiap seminggu
sekali. Mudah-mudahan dengan cara ini temannya kembali sadar bahwa jalan yang
ditempuhnya selama ini salah.
Alhamdulillah gayung
bersambut. Sukardi mau menerima ajakkan baiknya Rahman, malahan Sukardi merasa
senang teman lamanya begitu peduli pada dirinya dan peduli terhadap problem
yang dihadapi. Soalnya sebelumnya ia tak tau harus kemana mengadukan masalahnya
yang dihadapinya saat ini.
Butuh waktu lama, namun
Sukardi merasa persoalan-persoalan yang dihadapinya dan yang menghantamnya
beberapa waktu lalu berangsur-angsur merasa ringan dikepalanya.Ia sudah bisa
mengendalikan diri , menahan amarahnya bila para binaan memprotesnya atau
istrinya masih sering melontarkan grundelan-grundelan. Bahkan ketenangan mulai
menjalar dalam dirinya.
Malahan tanpa diminta,
Sukardi berinisiatip mengaak sahabatnya untuk bersilaturahmi kepada ustadz yang
kerap mengisi acara dzikir mingguan untuk meminta petunjuknya. Sukardi kembali
menuturkan perjalanan panjangnya yang penuh dengan aroma kemaksiatan.
Skardi menangis
tersedu-sedu, tapi terus bercerita hingga tuntas meski tersendat-sendat. Kini,
ia sadar betul bahwa dirinya adalah orang yang hina dengan pekerjaan yang
sehari-harinya penuh dengan lumuran dosa. Biarlah kalau sang ustadz memarahinya
sejadi-jadinya saat mendengar kisahnya, yang penting hatinya plong.
Syukur-syukur ada solusi yang ditawarkan sang ustaz. Anehnya sang ustadz tidak
marah tatkala mendengar penuturannya. Sang ustadz malah tersenyum.
“Orang yang menyadari
dirinya telah khilaf dan punya keingina kuat untuk kembali memperbaiki dirinya
itu jauh lebih baik ketimabng orang yang merasa dirinya benar padahal
sesungguhnya ada tumpukkan dosa yang selalu melekat pada dirinya.
Sukardi semakin simpatik
dengan metode dakwah sang ustadz yang santai dan tidak terkesan mengguruiUstadz
tersebut tidak lah seperti ustadz-ustadz lain atau kyai-kyai pada umumnya yang
lebih mudah mengeluarkan doktrin haram atau halal, meskipun sang ustadz tahu
betul bahwa pekerjaan germo jauh menyimpang dari ajaran agama. Namun yang
menggembirakan hatinya , Sang Ustadz menjawab dengan halus, penuh kasih sayang.
“Bagaimana dengan nasib
keluarga dan para binaanmu..?”.
“Itulah yang saya pikirkan,
Ustadz. Tapi Rahman mau membantu untuk mencarikan jalan terbaik”, jawab Sukardi.
“Mudah-mudahan niat mulia
ini mendapatkan ridha Allah swt sesekali tidak ada salahnya kalau kau ajak
istrimu dan para binaanmu untuk ikut mengaji di temapat ini”.
“Tapi saya kan seorang germo
yang kotor, Ustadz..?. Mereka juga kotor penuh dengan lumuran dosa, Ustadz.
Kenapa tidak..?. Tak jadi
soal, apakah mereka berlatar belakang germo, pelacur, preman, pencuri, perampok
sekalipun.Kami selalu terbuka menerima siapapun. Maksud baik , pasti kita
sambut baik pula. Yang punya maksud jelek pun, kita doakan agar mendapat
pencerahan. Justru bodoh orang yang membeda-bedakan hanya gara-gara punya masa
lalu yang kelam. Inilah salah satu wujud dari amar makruf”.
Nasehat sang ustadz
bener-benar menyentuh hati Sukardi.Semangatnya untukbelajar agama kini
terpompa. Setiap pengajian mingguan yang diisi Sang Ustadz, selalu diikuti
meski pekerjaan lamanya masih belum ditinggalkan. Ia mulai berpikir lebih
tenang. Selanjutnya ia ajak pula anak dan istrinya ketempat pengajian pula agar
mendapat pemahaman agama yang benar.
Ia juga berkeinginan untuk
mengajak binaan-binaannya untuk mengikutipengajian yang sudah diikuti lebih
dulu. Sekaligus ingin mengajak binaannya kembali ke jalan yang lurus.
Menurutnya, mereka terjun kelembah hitam juga melalui perantara dirinya.Karena
itu ia merasa sangat berdosa sekali jika dan tak bisa menghapus dosa-dosanya
itu bila belum mengantarkan mereka untuk menggapai cahaya illahi.
“Pelan- pelan namun pasti.
Niat baik Insya Allah akan berbuah baik pula “, kata sang Ustadz singkat. Waktu
berjalan. Perubahanpun terjadi, Sukardi yang dulu menjadi germo dengan para
binaannya, kini telah berubah.Sukardi sudah meninggalkan pekerjaan itudan ikut
menyemangati mantan-mantan binaannya menjalani hidup dengan benar sehingga
mendapat ridhan-NYa Sukardi tak putus-putus memperbaiki diri, menebus dosa masa
lalunya dengan lembaran hidup yang lebih bersih.
Jadi cerita diatas dapat
dijadikan I’tibar bawah seorang hamba yang sudah banyak berkubang dengan dosa
tidak ada kata terlambat untuk bertaubat selagi nyawa masih dikandung badan dan
insya Allah siapa yang bertaubat dengan taubatan Nasuha Allah akan menerima
taubatnya itu. Dan barang siapa yang diberi kesempatan dan mau bertaubat itulah
hakekatnya orang-orang yang sudah mendapat hidayah Alla SWT. Amiiin.
(nama dan tempat dalam
cerita ini memang sengaja disamarkan)