Dasbor "Rahasia Illahi 2"
PANEN
“
Hasil panen dikampungnya tidak hanya cukup sebagai bekalnya selama musibah
banjir, tetapi juga dapat ia sedekahkan untuk orang –orang yang terkena musibah
“.
Lelaki Ugan suatu
kali, bercerita kepada penulis ihwa pengalaman bersedekah sebuah sedekah yang
patut jadi renungan kita. Ugan adalah lelaki kelahiran kampung yang terbilang
sukses pada zamannya. Terutaama dibadningkan dengan orang-orang yang seusianya
dikampung yang banyak jadi pengangguran selepasa sekolah atau ada yang bekerja
namun pekerjaannya tidak banyak menjajikan masa depan, sebab rata-rata
pekerjaan mereka hanya sebagai kuli sawah atau pekerja borongan saat musim
menanam padi atau panen raya tiba.
Saat musim tanam datang tenaga merek asangat dibutuhkan untuk membajak
sawah dan menanamkan benih-benih padi ke atas tanah yang sudah dibajak dan
tatakala panen raya datang tenaga mereka sangat dibutuhkan untuk memetik padi
dan ngprik (atau memisahkan buah padi dari tangkainya). Sebuah pekerjaan yang
terbilang tidak ringan dengan gaji yang terbilang tidak besar. Hampir rata-rata
anak muda dikampung Ugan bekerja seperti itu. Ironis, setelah musim tanam dan
panen raya mereka kembali menganggur.
Baca Juga "Lima Kali Berhaji Tidak Bisa Melihat Ka'bah"
Baca Juga "Seorang Ateis Hafizh Quran"
Baca Juga "Lima Kali Berhaji Tidak Bisa Melihat Ka'bah"
Baca Juga "Seorang Ateis Hafizh Quran"
Ugan hijrah kekota dan menetap dirumah saudaranya. Sebuah keberuntungan
pula, sebab Ugan tidak memiliki bakat menjadi lelaki pemalas. Selagi menumpang
nginap dirumah saudaranya, Ugan menjadi lelaki yang ringan tangan. Pekerjaan
apa saja yang dapat dikerjakan untuk rumah tangga saudaranya di kota, Ugan
mengerjakannya dengan ikhlas. Termasuk ketika ia harus mencuci piring , menyapu
halaman atau membuang sampah. Ugan melakukan dengan ikhlas. Dia menganggap apa
yang dilakukannya itu sebentuk sedekah, seperti halnya sedekah yang telah
diterima dari saudaranya yang telah memberinya tumpangan tempat tinggal.
Keikhlasa Ugan membantu pekerjaan rumah tangga sudaranya di kota
berbuah pada sebuah tawaran pekerjaan. Sungguh senang hati Ugan ketika dirinya
dipanggil oleh sebuah perusahaan yang cukup besar. Perusahaan perhotelan itu
membutuhkan beberapa tenaga muda yang siap didik untuk ditempatkan diberbagai
kota besar, bahkan diluar negeri.
Rasa senang Ugan semakin berlipat saat interview ia dinyatakan lulus
dan bisa mulai bekerja pada awal bulan depan . Keluarga Ugan dikampung ikut
senang , begitu juga dengan keluarga dan saudaranya yang telah memberinya
tumpangan. Mereka senang karena Ugan sudah mendapat pekerjaan.
Pada tahun – tahun pertama Ugan bekerja, dia ditempatkan dikota dimana
ia tinggal. Jadi Ugan tidak perlu mencari rumah kontrakkan atau rumah kos. Ugan
memilih tinggal dirumah saudaranya. Ugan beralasan dengan tinggal dirumah
saudaranya rezeki yang ia dapat dari pekerjaannya disebuah hotel dapat
dinikmati bersama. Setiap gajian, Ugan bukan hanya mengirim uang untuk keluarga
dikampung, tetapi juga membeli segala keperluan keluarga dirumah yang ia
tumpangi. Kebiasaan Ugan itu membuat saudaranya senang.
Ikhlasnya Ugan memberi ternyata berbuah juga pada perkembangan
kariernya di perusahaan. Ia yang hanya tadinya bertugas di negerinya sendiri,
kini dapat promosi untuk bekerja di luar negeri. Sebuah promosi yang
menggiurkan dan Ugan pun tak menyia-nyiakan kesempatan langka itu..
ARAB
SAUDI
Sebuah negeri yang asing bagi Ugan kini menjadi tempat
tinggalnya. Tapi lagi-lagi dengan segenap keikhlasannya ia menerima. Baginya
dimanapun ia tinggal , dirinya akan menyesuaikan diri dengan baik. Tata karma
sebagai orang timur tetap dijunjung tinggi. Dan yang paling penting juga, Ugan
tak akan melupakan keluarga di tanah air. Ugan akan menyisihkan penghasilannya
untuk mereka.
Itulah Ugan. Ketika masih bekerja dengan enak, ia tetap tidak
mementingkan dirinya sendiri. Keluarga dikampung maupun keluarga dikota yang
selama bertahun-tahun ditumpangi menginap tetap jadi prioritas untuk dikirimi
uang atau oleh-oleh.
Sekarang, Ugan sudah berusia lanjut. Ia ia sudah tidak
lagi bekerja diluar negeri. Hasil kerjanya selama ini memang diperuntukkan
untuk kebutuhan diusia tua, sebab samapai sekarang ini Ugan belum diperkenankan
untuk berkeluarga alias masih lajang. Namun hal itu tidak membuat Ugan
bersedih, ia tetap menjalani kehidupan ini dengan rasa syukur tiada berkurang.
KOTA
YANG BANJIR
Puuhan tahun lamanya
menetap dikota , baru tahun ini , Ugan merasakan sesuatu yang membuat hatinya
penuh merintih. Sebab wilayah tempatnya tinggal kini tengah tertimpa musibah
berkepanjangan. Pada saat bersamaan, Ugan sedang berada dalam kesulitan
financial.Persediaannya telah terkuras, karena dirinya pernah mengaami sakit
yang membuat tabungannya terkuras.
Kini, saat musibah
berkepanjangan itu datang, Ugan tak memiliki sepeser uang pun. Kisah meilukan
Ugan itu terjadi karena wilayah tempat tinggalnya tertimpa banjir yang cukup
besar.
Suatu ketika, semua warga
sudah memperkirakan bahwa banjir besar akan datang, termasuk juga ugan.
Perkiraan mereka berdasarkan hujan yang turun terus menerus dengan volume air
yang cukup besar. Sementara, pengumuman air dari pintu Katulampa tertulis di
pos pengumuman mencatat sebuah ketinggian diatas wajar.
“Ini banjir terbesar”,
begitu batin Ugan dan ia merasa harus mempersiapkan sesuatu. Ia harus keluar
dari wilayahnya dan mencari tempat pengungsian yang aman. Apakah Ugan harus
mencari rumah kontrakkan atau rumah kos,..?.
Saat mencoba uang disaku
celanannya Ugan hanya mendapatkan beberapa lembar sepuluh ribuan. Menurut Ugan
uang sebanyak itu hanya cukup untuk tiga atau empat hari seanjutnya..?.
Ugan tidak mau memikirkan
sesuatu yang belum terjadi. Yang terpenting baginya ia harus mengungsi dulu
meski berbekal beberapa lemabr uang sepuluh ribuan.
Saat Ugan sudah berada
ditempat pengungsian,banjir besar benar-benar terjadi. Kampung itu seperti
tenggela. Rumah – rumah yang terlihat hanya atapnya saja. Dan Ugan menyikapi
hal itu tanpa menggerutu apalagi menghujat.
Ugan hanya bisapasrah. Di
tengah keramaian para pengungsi, Ugan merogoh saku celananya, ia meraih tiga
lembar uang sepuluh ribuan yang tersisa. “Apakah uang ini cukup untuk
persediaan selama banjir ..?.
Ugan tak peduli dengan
suara batinya. Selembar uang sepuluh ribuan tetap di sedekahkannya untuk
anak-anak yang juga menjadi korban banjir. Uang itu dibagikan untuk membeli
kua.
Pada hari berikutnya,
saat banjir masih meluap tinggi. Ugan uang disakunya habis, sementara perut
sudah minta dan waktunya diisi. Darimana ia bisa memenuhi kebutuhan untuk hari
ini dan juga hariselanjutnya.
Beruntung bagi Ugan, ia
bertemu dengan seorang saudara dan ia memberanikan diri untuk meminta uang
kepadanya Ugan berharap, ia akan mendapatkan uang untuk bekal beberapa hari,
namun ketika saudaranya itu memberi uang, Ugan nyaris menerima uang dengan
nelangsa. Sebab uang yang diterimanya untuk hari ini pun tidak cukup.
Ugan kembali galau. Ia
memandang Handphone merah yang ada dalam genggamannya. Apakah ini benda ini
harus kujual..?. Ditengah kegalauannya itu Handphone ditangan Ugan berbunyi.
Ugan segera menyambut dan saat itu juga wajah Ugan berubah berseri.
“Kang Ugan kenapa tidak
ke Kampung..?. Kapan uang panennya mau diambil ..?.
Pertanyaan itu seolah air
hujan yang membasahi kemarau berkepanjangan dijiwanya. Ia benar-benar terkejut
dan bahagia. Hasil panen dikampungnya tidak hanya cukup sebaga bekalnya selama
musibah banjir, tetapi juga dapat ia sedekahkan untuk orang-orang yang terkena
usibah banjir. Ugan sungguh bersyukur, sedikit sedekahnya untuk anak-anak
korban banjir telah mendatangkan hasil panen untuknya.
Wallahu ‘alam Bhisawab