Blog Konten Islam

Wednesday, 25 July 2018

KEMARAHAN NABI KEPADA SAHABAT USAMAH ra.

KEMARAHAN NABI   KEPADA SAHABAT USAMAH ra.

Dasbor "Asmaul Husna"


KEMARAHAN  NABI KEPADA SAHABAT  USAMAH ra. 


Tanah Fadak seperti mendidih. Hati penduduk Fadak terasa bergemuruh sebab tiba-tiba terdengar kabar jika Khaibar jatuh ke pangkuan islam. Dalam benak penduduk Fadak bila orang Khaibar memiliki benteng dan senjata dapat dikalahkan kaum muslimin, lantas apa yang mereka gunakan untuk melawan dan berperang..?.

Kegelisahan penduduk Fadak memang beralasan. Penduduk Fadak bukan warga pedagang seperti umumnya orang Yahudi Bani Qainuqa, Bani Quaaidhah maupun Bani Nadhir. Sebaliknya, penduduk Fadak sebagian besarnya adalah petani, orang-orang yang disibukkan dengan ladang dan kebun kurma. Tapi kegetiran yang melanda penduduk Fadak itu bisa susut mengingat kelembutan islam yang memperlakukan orang Khaibar dengan baok – meskipun Khaibar sudah dikalahkan, karena kaum muslimin masih memberi hak kepada penduduk Khaibar untuk mengolah tanah mereka, dengan perjanjian bagi hasil separuh untuk orang Khaibar dan separuhnya lagi untuk kaum muslimin.


Penduduk Fadak pun sepakat memutuskan untuk tidak melawan kaum muslimin, melainkan memilih menyerah daripada melawan. Tetapi kalau kemudian kalah akan berakibat lebih buruk. Diperlakukan sebagai musuh yang sudah takhluk. Jadi, Fadak jatuh ke tangan kaum muslimin tanpa peperangan.


Tapi, setelah penduduk Fadak menyerah, daerah yang menjadi bagian terbesar adalah kebun yang tak dihuni kaum muslimin. Hanya beberapa orang saja yang bertugas mengawasi pekerjaan mengelola kebun kurma, terdiri dari kaum Yahudi setempat. Ketiadaan kaum muslimin yang tinggal di Fadak menjadikan daerah kosong tersebut dimanfaatkan segerombolan orang dari Bani Murrah untuk menyusun kekuatan melawan islam.


Ketika Rasulullah saw mendengar kabar itu, beliau… mau tidak mau – harus bertindak tegas untuk mengamankan Fadak pada satu sisi dan pada sisi lain untuk memberantas sarang pemberontak. Dalam kesempatan itu, Rasulullah saw memberangkatkan pasukan tiga puluh punggung unta di bawah pimpinan Basyir bin Sa’ad.


Tetapi, pasukan kaum muslimin yang diutus Rasulullah saw mengamankan Fadak itu berujung tragis. Gerombolan Bani Murrah itu berhasil membunuh semua pasukan kaum muslimin. Kecuali Basyir bin Sa’ad. Sedari awal , Basyir melakukan perlawanan dan tidak mau menyerah meski dihadapkan pada kondisi yang tidak menguntungkan.


Tetapi malang, tak bisa ditolak, untung tak bisa diraih. Basyir tinggal seorang diri, kehabisan tenaga dan akhirnya berusaha melarikan diri. Rupanya gerombolan orang dari Bani Murrah itu tidak mau Basyir selamat dan akhirnya melakukan pengejaran. Tapi, Basyir bisa mengecoh lawan dan berhasil menyusup kerumah salah seorang Yahudi Fadak yang sudah terikat perjanjian dengan Rasulullah saw.


Dirumah orang Yahudiitu, Basyir bersembunyi hingga beberapa hari. Setelah keadaan aman dan mulai mereda Basyir meninggalkan Fadak untuk kembali ke kota Madinah guna melaporkan tragedy yang menimpa pasukannya itu kepada Rasulullah saw. Tentu tragedy itu tak pantas dibiarkan. Nabi kemudian memutuskan untuk menuntut balas atas pembunuhan yang dilakukan oleh Bani Murrah terhadap kaum muslimin, sekaligus juga untuk mengamankan daerah Fadak dari gerombolan anti-islam.


Dalam misi menuntut balas itu, Rasulullah memberangkatkan pasukan tak lebih dari 50 orang yang berada dibawah kepemimpinan Ghalib bin Abdullah. Turut serta dalam pasukan itu, Usamah bin Zaid.


Sesampai di Fadak, mereka langsung disambut gendering perang oleh orang-orang Bani Murrah. Pasukan kaum muslimin ternyata lebih tangkas hingga berhasil menumpas kekuatan musuh.


Tetapi dalam pertempuran itu terjadi peristiwa yang dikenal dalam sejarah islam, sebuah pembunuhan yang dilakukan oleh Usamah bin Zaid terhadap seorang musuh yang telah mengucap kalimat syahadat ; La ilaha ilallah, Muhammad ar-Rasulullah. Konon konon yang yang terbunuh bernama Mirdas bin Nuhail.


Jadi, dalam peperangan itu Mirdas tertangkap oleh pasukan muslimin. Usamah bin Zaid yang dikenal pemberani , kemudian mengalungkan pedang ke leher Mirdas. Pedang itu dimata Mirdas berkilau, siap memenggal lehernya dengan sekali tebasan.


Entah apa yang terbersit dihati Mirdas tatkala pedang yang dikalungkan di leher Mirdas itu siap memenggal kepalanya. Tapi, diluar dugaan Usamah, dengan kekuatan yang tersisa Mirdas kemudian mengucapkan kalimat syahadat tepat disaat pedang Usamah itu berada dileher Mirdas.


Namun, Usamah menganggap ucapan syahadat yang keluar dari mulut Mirdas itu hanya manis dibibir saja, lantaran Usamah melihat Mirdas mengucapkan kalimat itu hanya untuk menyelamatkan diri semata tajamnya pedang yang sudah ada di lehernya [kematian yang segera menjemputnya]. Maka Usamah dengan cekatan membunuh Mirdas dengan satu tebasan Mirdas tersungkur tertebas pedang Usamah dan tidak berdaya , tak bergerak dan lantas meninggal dunia dalam keadaan yang tragis.


Pertempuran untuk membasmi gerombolan anti islam Bani Murrah itu membuat kaum muslimin bisa menuntut balas atas tindakan orang Bani Murrah yang membunuh pasukan muslimin dibawah pimpinan Basyir bin Sa’ad. Karena pasukan kaum muslimin memperoleh lemenangan , setelah penumpasan itu berhasil , Ghalib bin Abdullah dan pasukan melanjutkan gerakkan pengamanan hingga ke beberapa kawasan di dekat kota Mekkah.


Di beberapa daerah yang dilewati pasukan muslimin dibawah pimpinan Ghalib itu, pasukan kaum muslimin berhasil membersihkan tempat-tempat yang menjadi kantong-kantong persembunyian orang-orang Yahudi. Waktu terus bergulir dan pada akhirnya pasukan kaum muslimin dibawah pimpinan Ghalib itu harus kebali ke kota Madinah.


Sesampai di kota Madinah, Usamah bin Zaid melaporka kejadian yang dilakukan tersebut kepada Rasulullah saw. Sebagaimana dikisahkan sebuah hadits, Rasulullah murka pada Usamah bin Zaid karena Usamah telah membunuh seorang pemimpin lascar kafir yang telah terjatuh pedangnya, kemudian dengan wajah tidak serius ia mengucap syahadat , lalu Usamah membunuhnya. Betapa murkanya Rasulullah saw saat mendengar kabar itu seraya bersabda ;


“Apa Apa kau membunuhnya padahal ia mengatakan Laa ilaaha ilallah..?! Usamah ra berkata, “Kafir itu hanya bermaksud ingin menyelamatkan diri wahai Rasulullah..”.


Rasulullah bangkit dan berdiri dengan wajah merah padam dan membentak,…
“Apakah kau belah sanubarinya hingga kau tahu isi hatinya…?!!
Usamah mundur dan Rasulullah saw terus mengulanginya .
“Apakah kau belah sanubarinya hingga kau tahu isi hatinya…?!!
Usamah ra berkata , “Demi Allah, dengan peristiwa ini aku merasa alangkah indahnya bila aku baru masuk islam hari ini (tidak pernah berbuat kesalahan seperti inidalam keislamanku)”.
Lihat Kitab shahih Muslim Bab 41 no. 158 dan hadits yang sama no.259).


Tetai dari peristiwa yang sama tersebut ada riwayat yang lain, bahwa Usamah bin Zaid membunuh seorang kafir yang sangat kejam setelah kafir jahat itu mengucapkan La ilaaha ilallah, maka Rasulullah saw memanggil dan bertanya , “Mengapa engkau membunuhnya..?.  Usamah menjawab, “Ya Rasulullah dia telah membunuh si fulan dan membantai muslimin, lantas saat aku angkat pedangku ke wajahnya, maka ia mengatakan Lailaaha ilallah Rasulullah menjawab, “Lalu kau membunuhnya..?. benar”.


Maka Rasulullah saw bersabda,”Apa yang kau perbuat dengan Laa ilaaha ilallah bila telah datang hari kiamat..?. Dan beliaupun terus mengulang-ngulang “. (lihat Shahih Muslim Bab 41 no. 160)


Kemarahan Rasulullah itu benar-benar membuat Usamah bin Zaid seperti ditikam kesalahan besar seumur hidupnya. Dikemudian hari ia menyesal dan berjanji tidak akan membunuh orang yang mengucapkan syahadat.


Seperti yang diceritakan, “Demi Allah yang telah mengutus Rasul-Nya membawa kebenarn, betapa besar mendengar teguran beliau berulang-ulang hingga aku merasa hilang sudah kesilamanku. Sebab jika pada saat itu akau sadar sebagai muslim, niscahya orang itu (Mirdas) tidak akan aku bunuh. Aku berjanji kepada Allah dan Rasulullah saw hingga kapanpun aku tidak akan membunuh orang yang telah mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallah.


(dari berbagai sumber)

Tri Yudiono Publishing https://blogkontenislam.blogspot.com - 26 Juli 2018

Tuesday, 24 July 2018

JENAZAH SAHABAT YANG DILINDUNGI ALLAH

JENAZAH SAHABAT   YANG DILINDUNGI ALLAH

Dasbor "Kisah Nabi & Sahabat"



JENAZAH SAHABAT YANG DILINDUNGI ALLAH 


Pada tahun keempat Hijrah, orang-orang Arab Badui bergerak menuju Madinah. Mereka mereka berharap dengan mudah akan merampas harta benda para penduduk Madinah. Pada saat bersamaan semangat umat islam belum pulih sepenuhnya. Pasukan Bani Asad merupakan kabilah Badui yang pertama menyerang Madinah. Rasulullah saw melantik Abu Salmah untuk memimpin pasukan menghadapi serangan Bani Asad. Dengan anggota pasukan berjumlah seratus orang, mereka dapat mematahkan serangan percobaan dari Bani Asad itu.

Kemudian germbolan pimpinan Khalid bin Sufyan Al-Hadzli pun ikut menyerang Madinah juga. Serangan ini dapat dipatahkan oleh kaum muslimin dibawah pimpinan Abdullah bin Anis sehingga Khalid sebagai pimpinan mati terbunuh di medan perang.


Dengan serangan kaum badui yang bertubi-tubi inilah muncul Kabilah Adhi dan Qarah yang menghadap Rasulullah saw. Dalam pertemuannya dengan Rasulullah saw, ketua rombongan kabilah mengawali pembicaraan.


“Ya Rasulullah saw kami mememluk islam sejak beberapa waktu dulu. Oleh karena itu kami turut bersedih atas apa yang telah menimpa kaum muslimin disini. Sudah sepatutnya,kami tidak membiarkan saudara-saudara sesama islam kami dalam kesusahan. Kami berjanji bersedia memberi bantuan apa saja bila diperlukan nati.


Mendengar pengakuan ketua rombongan itu, Rasulullah saw beserta kaum Muslimin merasa amat lega dan gembira. Paling tidak rasa kecewa kaum Muslimin akibat kekalahan mereka di uhud dapat sedikit terobati. Semangat mereka kembali berkobar untuk terus menegakkan islam.


Lalu, dengan nada yang serius mereka berkata lagi, “Ya Rasulullah ..! Kami ini sudara baru dalam islam dan masih banyak lagi kaum kerabat kami yang berada dikampung Adhal akan mengikuti jejak kami. Untuk menambah pengetahuan kamitentang islam, kami mohon agar Rasulullah saw dan kaum Muslimin disini berkenan membantu kami.


“Bantuan Bagaimanakah yang kamu maksud ..?”.
“Begini Ya Rasulullah..! Kalau tidak keberatan kami meminta dikirimkan beberapa sahabat untuk mengikuti kami pulang ke Adhal. Adapun maksud kami berbuat demikian adalah agar disana nanti mereka dapat menjadi guru yang akan mengajarkan kami Al-Quran dan memberipengertian yang sebenarnya tentang islam kepada kami. Sebab masih banyal diantara kami yang belum paham mengenai islam”.


Melihat niat dan maksud mereka yang tulus, ditambah lagi bahwa sudah menjadi tanggungjawab sesama Muslim pula untuk mengajak kepada kebenaran. Maka Rasulullah menerima permintaan tersebut.


Maka dipilihlah para sahabat yang sukses dalam perang badar baik dari kalangan muhajirin maupun Anshar. Mereka adalah Ashim bin Tsabit bin Abul Aqlah, Martsad bin Abi Martsad Al-Ghanawy, Khlid bin Bukair Al-Laithy, Khabib bin Ady, Zaid bin Datsanah dan Abdullah bin Tariq, dan Rasulullah saw melantik Ashim sebagai ketua rombongan.


Sebagai Muslimin yang bertaqwa dan taat , berangkatlah keenam orang sahabat itu. Sedikit pun tidak menaruh curiga. Namun, setibanya dilembah Rajajik, keadaan menjadi berubah. Rajik adalah sebuah lembah yang subur, terletak diantara Asfan dan Makkah. Disini terdapat aliran mata air milik kaum Hudzail. Dan diluar dugaan para sahabat, tiba-tiba ketua rombongan dari kampung Adhal itu berseru dengan suara lantang…


“Kepuuung mereka..! Kepuung mereka…!cepaat..! perintahnya kepada yang lain.
Suasana ketika itu mendadak tegang. Keenam sahabat itu keheranan. Mereka saling berpandangan seperti tidak percaya dengan apa yang terjadai dihadapan matanya. Melihat sikap para musuh yang sudah bersiap menyerang, tanpa berfikir lama lagi keenam sahabat tadi menghunuskan pedang tanpa sedikit takut dan gentar.


Sambil tertawa bangga kaum Hudzail berkata, “Kamu semua jangan coba-coba melawan,lihat betapa banyak pasukan kami yang disini sedang kalian hanya berenam, menyerahlah..!”.


Sebenarnya tipu muslihat ini telah dirancang Bani Hudzail. Mereka hendak membalas dendam terhadap kematian Khalid bin Sufyan Al-Hadzli dengan cara menyerahkan para sahabat yang lelah terjebak dalam perangka mereka ini kepada kaum Musyrikin Makkah.


“Sedikitpun tidak terlintas didalam dada bahwa mereka ini adalah penipu ..!. Demi Allah aku tidak akan pernah percaya dengan apa yang dijanjikan oleh orang – orang musyrik seperti mereka ini” ujar Ashim.


“Percayalah, demi Tuhan ..!. Kami tidak bermaksud membunuh kamu semua..! Kami hanya menggunakan kamu semua untuk mendapatkan sesuatu yang berharga dari kaum Quraisy. Percayalah , kami tidak akan membunuhmu.


Namun, apa yang telah dikatakan oleh pengkhianat-pengkhianat itu sedikitpun tidak dapat mempengaruhi hati keenam orang sahabat itu. Mereka tetap bertahan dengan pendiriannya , mereka dan tidak rela diri mereka dhina dan jatuh ke lembah perbudakan dan penganiayaan.


Api peperangan bergolak begitu hebat. Keberanian tiga orang sahabat ini tidak diragukan lagi. Mereka bertempu mati-matian  dan mampu menewaskan sebagian besar mush-musuhnya. Namun akhirnya satu persatu diantara mereka syahid. Sedangkan Ashim bersama tiga sahabat lainnya pun ditawan.


Dengan wajah yang tenang, dia pasrahkan hidup mati hanya kepada Allah. Sedikit pun tidak menampakkan penderitaan, padahal luka-luka disekujur tubuhnya nampak begitu memilukan.


“Ya Allah..! Aku telah berkorban jiwa dan raga untuk agama-Mu. Aku telah membela agama-Mu sejak awal hiduku. Maka hari ini , diakhir hayatku, aku memohon lindungilah daging dan jasadku ini dari sentuhan tangan-tangan kaum musyrik”.


Kemudian diapun menghembuskan nafasnya yang terakhir dengan wajah yang berseri-seri penuh kedamaian. Berita tentang kematiannya segera tersebar luas ke kota Makkah yang letaknya tidak seberapa jauh dari tempat kejadian itu.


“Akhirnya, tewas juga singa garang itu di tangan kaum Hudzail”, kata salah seorang pemimpin Quraisy.
“Yang jelas, Sulafah adalah orang yang paling gembira hari ini. “Lebih baik kita segera kirim seorang utusan pada kaum Hudzail untuk menyerahkan Ashim kepada kita. Sulafah akan dapat menggunakan tengkorak Ashim sebagai gelas untuk minuman arak , sebagaimana sumpah yang pernah dia sampaikan”.


Berangkatlah kaum Quraisy ini untuk menemui kaum Hudzail. Sementara itu, tidak berselang lama setelah Ashim menghembuskan nafasnya terakhir , Allah swt mengabulkan doanya. Sekumpulan lebah mengerumuni jenazahnya. Semua orang yang ada pun tidak mengetahui bahwa Allah telah mengabulkan doa Ashim. Alangkah terkejutnya mereka ketika mereka akan mendekati jenazah Ashim, tiba-tiba sekumpulan lebah telah datang mereka dari segenap penjuru. Lebah-lebah itu seakan melindungi dan menjaga tubuh yang kaku itu dari sentuhan tangan-tangan yang kotor. Siap yang mencoba mendekati mayat Ashim, lebah – lebah itu akan datang menggigit muka, mata serta seluruh tubuh dan badannya.


Antara perasaan takut dan kesal, mereka bersungut, “Ah, darimana pula datangnya lebah sebanyak itu. Bukankah lebah-lebah itu hanya mengganggu kita saja..?”.


“Jangan putus asa..! mari kita coba menghalaunya dari sini “, ajak salah seorang dari mereka mencoba mengusir lebah itu lagi, tetapi tetap gagal.


Hingga akhirnya merekapun menyerah. “Biarkan dulu ..! kita tunggu sampai malam. Sebab biasanya menjelang malam tiba, lebah-lebah yang ganas itu akan terbang dan pergi. Setelah itu tentu dengan mudah kita dapat mengambil kepala Ashim.


“Tetapi, aku memang heran, aku tidak pernah melihat lebah mengerumuni mayat sebanyak ini”, kata salah seorang dari mereka seperti tidak percaya dengan apa yang mereka lihat dengan mata kepalanya sendiri.


Demikianlah keadaan kaum Hudzail yang tidak menyadari bahwa Allah swt telah mengirimkan lebah-lebah yang sedemikian rupa untuk memenuhi doa Ashim, sebagai pelindung jasadnya dari sentuhan kaum Musyrik.


“Kalau begitu , lebih baik kita pulang dulu kerumah. Bila malam tiba, kita akan datang lagi ke sini ramai-ramai. Allah swt memang Maha Berkuasa. Sekali lagi Dia menunjukkan kebesaran-Nya. Tanpa diduga pada hari mulai senja , tiba-tiba langit menjadi begitu gelap diselubungi awam hitam yang tebal. Kilat dan petir saling bersahutansambung-menyambung seakan tidak rela melihat jasad Ashim dikhianati kaum musyrikin. Kemudian hujanpun turun dengan lebatnya hingga membasahi seluruh bumi.


Kaum Hudzail merasa takut dengan suasan yang terjadi ketika itu, Sebab,sebelumnya tidak pernah terjadi hujan yang sedemikianlebat. Hasrat mereka yang hendak pergi mengambiljasad Ashim akhirnya terpaksa ditangguhkan. Tanpa mereka sadari , air bah membuat sungai meluap naik sehingga menutupi permukaan lembah Rajik.


Akhirnya, banjir besar mulai melanda segala yang ada. Banjir yang dahsyat itu membawa serta mayat Ashim dan hilang entah kemana, tidak seorang pun yang mengetahui keberadaannya.


Pada keesokkan paginya, mereka sudah bangun. Hasrat untuk mendapatkan kepala Ashim ternyata belum pudar, lebih-lebih teringat akan hadiah yang dijanjikan. Sekali lagi mereka beramai-ramai berangkat menuju ketempat mayat Ashim terbaring. Kali ini mereka begitu yakin bahwa usaha mereka akan berhasil.


Dengan tergesa-gesa mereka melangkah menuju ke tempat yang dituju. Namun kali ini mereka lebih tersentak dan lebih dibuatnya bingung dan heran ternyata jasad yang ia inginkan yaitu jasad Ashim sudah tidak ada ditempat semula. Mereka sudah mencari ke berbagai tempat yang mereka duga menjadi bagian dari hanyutnya mayat Ashim, namun lagi-lagi usaha mereka sia-sia dan tak membuahkan hasil seperti yang diinginkan mereka.


Allh swt telah menlindungi mayat Ashim tang telah berkorban untuk kejayaan islam. Dia memelihara jasadnya dari sentuhan tangan-tangan kaum musyrikin sekalipun Ashim gugur didepan mata dan kepala mereka. Sesungguhnya Allah swt mendengar do Ashim yang tidak rela tenggkorak kepalanya yang akan dijadikan gelas minuman arak.

Wallahu A’lam Bhisawab

Tri Yudiono Publishing https://blogkontenislam.blogspot.com -25 Juli 2018

Monday, 23 July 2018

My Contact

Nama
Email *
Message *

AL-HAMID MAKNA SANG MAHA TERPUJI

AL-HAMID   MAKNA  SANG MAHA TERPUJI

Dasbor "Asmaul Husna"



AL-HAMID  MAKNA SANG SANG MAHA TERPUJI


“ Dalam makna Al-Hamid, kesuksesan kita harus terkait dengan kesejahteraan orang lain. Sedangkan keberhasilan orang lain harus menjadi bagian dari rasa syukur kita pada-Nya “.. 

Al-Miqdad meriwayatkan sebuah hadits, nabi saw bersabda, “Taburilah orang-orang yang suka memuji dengan debu”. Tentu, dalam hadits diatas obyek yang dipuji bukanlah Allah. Para ahli hadits memandang bahwa mereka yang diperintahkan Nabi saw untuk ditaburi wajahnya dengan debu adalah orang-orang yang genar menjilat dengan puji-pujian. Frasa “ditaburi dengan debu” bisa ditafsiri dengan dipermalukan, diberhentikan dari jabatan dan huku.

Mengapa demikian..?. Sebab dalam kacamata sejarah praktik memuji para penguasa atau lebih dikenal dengan suap berujung pada kehancuran sebuah Negara atau pemerintahan. Imam Al-Ghazali dalam sebuah karyanya yakni, Makatib Al-Ghazali membuktikan hal itu. Buku makatib Al-Ghazali adalah kumpulan surat-surat Al-Ghazali yang ditujukan kepada para penguasa Saljuk, pangeran, ulama sezamannya, termasuk perdana mentri Hasan bin Nizam Al-Muluk Al-Thusi. Surat-surat tersebut bukan membuat senag atau memuji keberhasilan para penguasa, tetapi Al-Ghazali mengkritik dengan keras penguasa Saljuk dan para menteri yang berkompromi untuk melakukan suap , korupsi, nepotisme, praktik ketidakadilan, yang semua itu menjakiti keuasaan.


Dalam salah satunya, Al-Ghazali mengeluhkan keadaan menyedihkan dalam masyarakat pada masa itu. Yakni, suatu keadaan dimana penderitaan dan jeritan mereka yang miskin tidak lagi didengar. Para penguasa lebih asyik mengotak-atik matematika politik, berfikir, hari ini kedudukan dan kekuasaan apa yang bisa diraih. Orang-orang tak berpunya mencurahkan segala daya justru untuk membiayai pejabat Negara. Sementara segala fasilitas yang diberikan kepada para penguasa yang hakikatnya bersumber dari rakyat begitu mudah diselewengkan.


Al-Ghazali menpertanyakan : akan pernahkan ada perdamaian diatas bumi, selagi orang-orang miskin bekerja untuk memberi makan orang-orang yang kuat dan menyumpal perut para tirani..?. Akan pernahkan kedamaian datang menyelamatkan mereka dari cengkraman kelaparan..?.


Dalam surat lain yakni kepada Mujir Al-Daulah, seorang wazir Saljuk, Al-Ghazali berkata, “Tidakkan anda sadari bahwa kekacauan telah tejadi dibagian negeri ini. Para pemungut pajak yang korup menindas penduduk yang bodod untuk kepentinga sendiri dan pendapatan lain kedalam khas Negara.


Berpikirlah tentang penduduk negeri anda yang badannya remuk, yang digerogoti oleh kesedihan , kemiskinan dan kelaparan. Sementara anda sendiri menjalani kehidupan mewah. Andai ada yang bisa menruntuhkan Khurasan sekaligus maka itu adalah menteri seperti itu, yang pantas untuk dikutuk. Jangan biarkan perasaan angkuh menahan Anda dari mengetahui betapa besar dan mengerikannya diri Anda”.


Ya , sejarah telah memberi pelajaran kepada kita akibat buruk yang mendera manakala manusia memuji-muji penguasa secara salah. Dalam konteks seperti I inilah relevansi doa Nabi saw yang diriwayatkan oleh Aisyah perlu kita amalkan : “Ya Allah aku berlindung pada kerelaan-Mu dari kemarahan-Mu dan pada maaf-Mu dari siksa-Mu dan aku berlindung pada-Mu kalau akau tidak memuji-Mu secara semestinya sebagaimana Engkau memuji diri-Mu”


Kenapa kita harus emuji Allah swt sebagai Al-Hamid ..?. Dan seperti apakah Al-Hamid bermakna dalam kehidupan kita..?. Kita harus memuji Allah swt, sebab Dialah yang dipuji oleh makhluk sejagat yang bereksistensi. Bagi Syaikh Al-Jerrahimemuji adalah memuliakan dengan menghormati dan berterima kasih kepad-Nya. Semua yang bereksistensi memuji Allah dengan lidah mereka, dengan perbuatan, atau dengan keberadaan mereka. Sebab hanya AL-Hamid sajalah yang pantas dipatuhi, dihormati, disyukuri dan dipuji.


Bagaimana mungkin seseorang memuji kebesaran seseorang penguasa dihadapan Allah, pada kemuliaan itu berasal dari-Nya..?. Pujian itu hanya milik Allah kenapa harus disandangkan kepada penguasa dzalim. Bunkankah dzalim itu lawan kata dari terpuji..?. Bagimana bisa sesuatu yang dzalim bersanding dengan yang terpuji..?.


Para ahli bahasa memberi sdikit makna berbeda antara AL-Hamid dan Al-Syukur. Kata yang kedua digunakan manakala seseorang mendapat karunia dari Allah. Sedangkan makna kata yang pertama digunakan dalam konteks seseorang memperoleh nikmat dari Allah dan orang lain.


Sesuai makna diatas, maka kita punya kesempatan memperagakan rasa terima kasih kita kepada Allah dan sesama yakni, dengan memperteguh simpati dan kesetiakawanan sosial. Dalam makna Al-Hamid, kesuksesan kita harus terkait dengan kesejahteraan orang lain. Sedangkan keberhasilan orang lain harus menjadi bagian dari rasa syukur kita kepada-Nya.


Secara normative – teologis, terdapat beberapa alasan yang harus dipegang teguh mengapa kita harus memuji Allah sebagai Al-Hamid.
Pertama , Allah Maha Terpuji Karena Dia telah menciptakan langit dan bumi dan yang menjadikan gelap dan terang.”Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang mengadakan gelap dan terang” (QS. Al-Israa :111). Tentu sudah tahu seperti apakah rasa kepemilikan kita terhadap isi langit dan bumi ini, padahal semuanya Allah yang menciptakan sekaligus yang memiliki keduanya. Pun bagaimana pentingnya malam dan juga siang. Hampir-hampir selama ini kita mengabaikan begitu saja, tanpa memuji-Nya manakala keduanya datang silih berganti.


Kedua, alasan Allah Maha Terpuji, berturut-turut dapat kita pelajari dalam makan ayat sebagai berikut, “Sesungguhnya Allah Maha Terpuji lagi Maha Pemurah” (QS.Hud/11:73). “Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS. Al-Hajj/22:64) yang diturunkan dari Tuhan Yang Bijaksana lagi Maha Terpuji” (QS. Fushshilat/41:42).


Dari ayat-ayat diatas adakah alasan diatas untuk tidak memuji Allah swt..?. Atau relakah negeri ini hancur karena kita suka menjilat penguasa dan menyuap para pejabat..?. Bukankah Nabi saw telah mewanti-wanti untuk menghukum mereka yang berperilaku seperti itu..?.

Mari bersama-sama kita mengamalkan makna Al-Hamid yang kemunculannya dalam Al-Quran hingga 17 kali. Selamat memperagakan sifat-sifat Allah, Al-Hamid. Dalam kehidupan sehari-hari dan membiasakannya setiap hari untuk selalu memuji Allah swt. Semoga Aamiin.  
   
Wallahu ‘alam Bhisawab

( Berbagai Sumber )

Tri Yudiono Publishing https://blogkontenislam.blogspot.com -24 juli 2018

AL-JALIL MAKNA SANG MAHA LUHUR

AL-JALIL  MAKNA SANG MAHA LUHUR

Dasbor " Asmaul Husna"


AL-JALIL MAKNA SANG MAHA LUHUR

“ Sanggupkah kita mengarahkan diri untuk selalu ada dalam cinta-Nya perhatian-Nya, pertolongan-Nya, dan perlindungan-Nya “.. 

Rasulullah saw pernah bersabda dalam sebuah hadits Qudsi: “Kalau aku sudah mencintaimu, maka ketika kamu melihat sesungguhnya kamu melihat dengan pengelihatn-Ku, ketika kamu mendengar , kamu mendengar dengan pengelihatan-Ku. Kalau kamu minta pertolongan , akan Aku kutolong segera dan jika kamu meminta perlindungan, kamu akan Aku lindungi “ (HR. Bukhari).

Masalahnya sanggupkah kita mengarahkan diri untuk selalu ada dalam cinta-Nya, perhatian-Nya, pertolongan-Nya, perlindungan-Nya ?. Untuk dicintai-Nya kita harus mencintai-Nya, agar selalu ditolong, diperhatikan, dan dilindungi terlebih dahulu kita harus berbakti dengan sepenuh hati kepada-Nya dan juga makhluk-Nya. Perilaku luhur seperti ini merupakan refleksi keimanan seorang hamba dan bukti bahwa sifat Ke-Maha Luhuran Allah itu diteladani.


Ke-Maha Luhuran Allah itu tidak hanya bergelantungan di angkasa , seperti tegaknya langit tanpa tiang , berotasinya triliunan benda angkasa, tetapi sifat Al-Jalil (Maha Luhur) itu melingkupi Dia Yang Maha Kaya,, Mha Kuasa, Maha Suci, Maha Mengetahui, dan Maha Menentuka.


Jadi Al-Jalil adalah sifat Zat yang sempurna Kebesaran-Nya dari paripurna Keagungan-Nya. Tidak ada apa dan siapapun yang menandingi Zat, sifat dan perbuatan-Nya. Ia bukan berbentuk fisik, tidak butuh sesuatu, tidak lemah dan menafikkan diri-Nya dari segala sesuatu yang tidak wajar bagi-Nya.

Kendati tidak ditemukan kata “Jalil” dalam Al-Quran, tetapi dalam Al-Quran surat Ar-Rahman /55:27 dan 78 Allah menggambarkan diri –Nya sebagai pemilik Jalal(keluhuran) “Dan tetap kekal Zat Tuhanmu yang mempunyai keluhuran dan kemuliaan. Maha Agung Nama Tuhanmu yang mempunyai Keluhuran dan Karunia”, Bagi Prof. Quraish Shihab, pemilik Al-Jalal  tak lain adalah Allah Al-jalil. Pun kemuliaan yang disandang Allah terhimpun didalam sifat itu.


Mengenai sifat ini Al-Ustadz Mahmud Samiy dalam Mukhtashar fi Ma’ani Asma’Allah Al-Husna mendeskripsikan bahwa Al-Jalil adalah Zat yang mengumpulkan sifat-sifat Allah secara mutlak. Sebab semua keelokkan , kesempurnaan , dan kebaikan yang ada dialam ini semua berasal dari cahaya Zat-Nya dan bekas-bekas sifat-Nya. Karena itu mereka mengenal_nya dan yang memandang keelokkan-Nya merasa senang, lezat, nikmat, gembira dan bahagia. Jadilah Allah Zat yang Jalil sekaligus Jamil vis-avis semua makhluk. Dengan demikian , Allah adalah Zat Yang Luhur dan dicintai dan dirindukan.


Hanya saja, mereka yang rindu kepad_Nya dan beroleh keindahan saat memandang-Nya berselubung rahasia. Karena orang yang buta tidak bisa mengenali apa-apa didepan matanya kendati keindahan itu bisa membuatnya pingsan atau bahkan kehilangan nyawa. Bagi mereka yang terbuka mata hatinya menjadi nyat bahwa keluhuran dan keindahan sifat Allah itu melampaui segala sesuatu yang dikenalinya atau tidak pernah melayang dalam memorinya. Sayang kini banyak diantara kita, yang tetap berbahagia menjadi “Orang-orang buta” dengan menganggap bahwa dirinya mengetahui apa saja dengan mata kepala.


Dalam lensa sejarah, kita diperkenalkan dengan sosok Nabi Musa yang memaksa ingin melihat Tuhan nya dengan mata kepala. Padahal salah satu dari makna Al-Jalil adalah Dia yang menempatkan diri dihdapan makhluk-Nya namun mereka tidak kuasa melihat-Nya dengan perspektif visual yang dangkal. Segala makhluk tak mampu menyaksikan keindahan kesempurnaan cahaya –Nya. Mata raga tak kuasa menerima kiriman cahaya dari Keluhuran Zat yang dilihatnya.


Inilah kisah Nabi Musa itu, Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah kami tentukan dan Tuhan telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa : “Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”.


Tuhan berfirman : “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu , maka jika ia tetap ditempatnya (sebagai sedia kala) niscahya kamu dapat melihat-Ku”, tatkala tuhan itu melihatkan pada gunung itudijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jath pingsan. Maka setelah Musa sadadr kembali dia berkata : “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada engaku dan aku orang yang pertama-tama beriman” (QS.AlA’raf/7:143).


Sebagai Al-Jalil, Dia membagi-bagikan sepercik kekayaan kepada siapa yang dihendaki-Nya. Makhluk yang diberikan kekayaan akan merasakan kebahagiaan kelebihan materi, dan bisa mendayagunakan semua potensinya untuk menancapkan eksistensinya dimuka bumi. Bedanya kalau kekayaan makhluk bisa berkurang atau bertambah ketika diberikan bagi sesamanya, kekayaan Al-Jalil tidak bisa dipengaruhi aoleh apa dan siapapun. Ia Maha Kaya Karena diri-Nya. Manusialah yang membutuhkanya.


Allah menegaskan :”Ketahulah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”, (QS. Al-Baqarah /2:267). “Tuhanmu Maha Kaya lagi Maha Memiliki Rahmat” (QS. Al-An’am/6:133) “Sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta (QS.Al-Ankabut/29:6). “Allah Yang Maha Kaya sedangkan kamulah yang butuh kepad-Nya”, (QS. Muhammad/47:38).


Sebagai Al-Jalil Dia mendelegasikan keberadaan-Nya kepada sekalian makhluk di muka bumi. Dalam bahasa manusia, mereka yang berkuasa itu disebut raja, kaisar, presiden, kanselir, yang dipertuan agung, pemimpin tertinggi, mullah, Amir, ayatollah, perdana menteri atau maha patih. Tidak seperti manusia, Al-Jalil tidak butuh protokoler pasukan segelar sepapan, pengawal dan asisten. Ia pun tidak lalu luntur kekuasaan-Nya ketika turun untuk menolong mereka yang miskin, terpinggir dihinakan, atau manusia dengan basis kontituen politik yang lemah.


Semua kekuasaan yang saat ini dipegang manusia dijagat ini pada hakikatnya adalah milik Allah Al-Jalil. Allah berfiman :”Allah yang meanugerahkan kerajaan-Nya (di dunia ini) kepada siapa yang dia kehendaki dan Dia Maha luas Anugerah-Nya lagi Maha Mengetahui (QS.Al-Baqarah/2:247). Wahai Tuhan yang memiliki kerajaan , Engkau beri kerajaan kepada orang yang Engkau kehendakai dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki” (QS. Al- Imran/3:26).


Sebagai Al-Jalil, Allah lah yang membuat makhluk-Nya dimuliakan oleh sesamanya. Ia pemilik kemuliaan. Dengan sifat-Nya diangkatlah derajat manusia yang tadinya hina dina. Seperti membalik telapak tangan , manusia yang tidak pernah diperhitungkan , serta merta memperoleh pengikut , dukungan dan dieluk-elukkan karena dimuliakan Allah.Al-Jalil bahkan mengajarkan bahwa bersentuhan dengan masyarakat pada tingkat akal rumput tidak akan membuat hilang kemuliaan. Karena selama ini, Al-Jalil lah yang telah memberi pengemis tempat di kolong jembatan, melindunginya ketika tidur, memeprtemukan dengan sebungkus nasi bekas.


Sebaliknya, manusia merasa malu dengan baju kemuliaan dan kebesarannya manakal berurusan dengan orang-orang miskin, penduduk kampung kumuh, kaum terlantar dan anak-anak jalanan. Padahal jika Allah menhendaki disanlah seseorang bisa jadi akan mendapatkan keluhuran , kekuasaan, dan kemuliaan dari Allah Pemilik Kemuliaan.


Allah memberi kita pedoman :”Barang siapa bersyukur maka sesungguhnya dia bersykur untu (kebaikkan) dirinya, dan barang siapa ingkar , maka sesungguhnya TuhankuMaha Kaya lagi Maha Mulia” (QS. AN-Nahl /16:40). “Sesunggunya telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkat mereka didaratan dan dilautan” (QS. Al-Israa/17:70).


Semoga kita bersama-sama dalam prosesi menjadi hamba yang luhur , mulia, diberi kuasa, mampu mengintip keindahan-Nya. Inilah pribadi Abdul Jalil. Yakni, seperti kaya Syekh AL-Jerrahi, hamba yang memiliki sifat sempurna. Perasaanya, pikiranya, dan perbuatannya berusaha meneladani Rasulullah saw dengan menyesuikan diri dengan citra Tuhannya.


Karena itulah Abdul Jalil dianugerahkan kebesaran dan keluhuran oleh Allah swt sebagai Al-Jalil. Semoga kita yang saat ini berhimpun dalam tenda agama-Nya, termasuk diantaranya. Semoga, Aamiin.***
   
Wallahu ‘alam Bhisawab

( Berbagai Sumber )

Tri Yudiono Publishing https://blogkontenislam.blogspot.com - 24 Juli 2018

Sunday, 22 July 2018

AL-BA’ITS MAKNA SANG MAHA MEMBANGKITKAN

AL-BA’ITS   MAKNA SANG MAHA MEMBANGKITKAN

Dasbor " Asmaul Husna"



AL-BA’ITS  MAKNA SANG MAHA MEMBANGKITKAN

“ Barang siapa yang masuk kubur tanpa bekal seakan-akan dia mengarungi lautan tanpa kapal”, (Abu Bakar ra) “.. 

MMasalah kebangkitan manusia setelah mati, dalam hirarki doktrin eskatologi islam, dipercaya terjadi setelah kehancuran kosmos, tetapi setelah kiamat usai. Sejak masa jahiliyah hingga era modern, kaum seuler sulit menerima doktrin ini. Mereka terjebak kebanggaan akan daya akal yang dangkal yang mengungkungi pengetahuan mereka.


Pertanyaan mereka adalh, “Mungkinkah setelah mati manusia bisa bangkit kembali..?”. Lalu disusul pertanyaan yang mengundang polemik, “Apakah yang dibangkitkan hanya jiwa atau raga atau keduanya. ..?. Dalam perspektif pemikiran islam , dikenal Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd yang mempercayai hanya jiwa manusia yang kelak dibangkitkan Tuhan. Sedangan ulama lain seperti Al-Ghazali meyakini keduanya, yakni jiwa dan raga.

Baca Juga "Pintar didunia Pintar Di Akhirat"
Baca Juga "Membedah Kejiwaan Seorang Munafik"

Argumen Al-Ghazali yang bersifat fisikal ini didasari oleh kenyaan bahwa Allah dengan begitu mudah menciptakan jiwa dan raga. Bagi Al-Ghazali, bukan hal yang sulit bagi Allah, setelah kiamat nanti, membangkitkan manusia baik secara fisikal (materi) maupun secara ruhaniah (jiwa/imateri). Bukankah dengan mudahnya pula Allah mengatakan; “Segala sesuatu akan hancur kecuali Dia sendiri” (QS.Al-Qashashas 28:20).


Begitu pula dengan surat Al-An’am [6], ayat 94 ; “Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri, sebagaimana Kami ciptakan pada mulanya”, Inilah paham otodoksi Al-Ghazali tentang doktrin skatologi yang merambah dunia islam yang nyaris berlaku secara baku, standard an final.


Ulama lain, yakni Ib nu Sina dan Ibnu Rusyd berpendapat yang dibangkitkan kelak oleh Allah nanti hanya jiwa atau bersifat spiritual. Bagi mereka, penggambaran Al-Quran tentang surge dan neraka yang sangat bersifat fisikal hanya sekedar ilustrasi bagi orang awam. Tepatnya agar dapat dimengerti secara rasional-argumentatif. Buktinya, Nabi saw pernah berpesan : “Surga tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah terbersit dihati manusia”.


Hanya saja tesis seperti diatas, secara praktis, dalam dunia islam tidak mampu menjadi arus utama. Alasannya secara psiko-teologis yang selalu mendambakan kebahagiaan dunia dan akhirat,lahir dan batin , fisikal dan spiritual , ternyata pendapat Al-Ghazali lebih mendominasi.


Lepas dari perbedaan pendapat diatas yang pasti Allah swt yang akan membangkitkan manusia untuk menapaki kehidupan ekatologi yang abadi. Dia-lah Allah Al-Ba’its atau Yang Maha Membangkitkan. Secara lebih pasti apakah manusia dibangkitkan secara ruhani atau jasmani atau bahkan keduanya adalah hak prerogative Allah semata.


Lebih jauh, kita hanya bisa membaca dari firman-Nya dan tuntunan Nabi saw mengenal hal ini. Karena itu mari kita eksplorasi dan pelajari makna Allah sebagai Al-Ba’its.


Menurut sebagian ulama makna AL-Ba’its itu dapat dikaitkan pada dua hal. Pertama Allah adalah zat yang membangkitkan apa saja dari kegelapan ketiadaan dari cahaya keberadaan Kedua Allah sebagai Al-Ba’its adalah zat yang menghidupkan semua makhluk pada hari kebangkitan. Allah menyatakan ; “Allah membangkitkan semua orang yang didalam kubur” (QS. Al-Hajj [22] :7).


Sementara itu, ada yang berbpendapat pada saat itu ketika Allah akan membangkitkan manusia dari dalam kubur, Allah juga menampakkan semua tindakan pikiran perasaan yang dijalani manusia selama hidupnya. Manusia akan mati sesuai cara hidup mereka.


Bersumber dari Abu Hurairah ra, ia meriwaytakan bahwa Rasulullah saw bersabda : “wahai Abu Hurairah maukah engkau akau tunjukkan tentang dunia ini ..?. Abu Hurairah ra menjawab mau wahai Rasulullah. Selanjutnya Nabi saw memegang tanganku dan pergi mengajakku. Tepat beliau berhenti disuatu tempat yang penuh dengan kotoran. Bukan hanya itu, tengkorak manusia dan tulang belulang berserakkan disitu. Bahkan ada kain-kain berlumuran dengan kotoran.


Lalu Nabi saw bersabda, “kepadaku “wahai Abu Hurairah seperti engaku lihat sendiri tengkorak manusia ini sama seperti kepala – kepala kalian. Kepala kepala kalian ini dipenuhi nafsu dan angan-angan untuk mengumpulkan dunia dan menguasai seluruh isinya.


Tetapi kini, seperti engkau saksikan sendiri tulang-belulang mereka berserakkan pun jasad mereka hancur berantakkan. Dan kain-kain itu adalah pakaian yang mereka gunakan semasa didunia sebagai perhiasan dan kebanggaan. Namun sekarang , kain-kain itu telah dihembuskan angin dan berlumur kotoran ini.Tulang-tulang ini dahulu mereka gunakan dengan sesuka hati untuk mengelilingi dunia dan segala penjurunya.


Sedangkan tumpukkan kotoran ini adalah makanan lezat semasa didunia. Mereka mendapatkannya dengan beragam cara. Dengan cara tidak benar pun mereka lakukan yang penting terlaksana cita-cita. Sebagian mereka merebutnya dari sebagian yang lain, maka kini mereka dilemparkan kedalm kebusukkan yang luar biasa, sehingga tidak ada seorang pun yang mau berdekat-dekatan dengannya, karena baunya yang begitu menyengat dan membuat dada sesak”


Dalam Al-Quran , kata Al-Ba’its sama sekali tidak ditemukan baik yang merujuk sebagai sifat Allah maupun yang disandingkan untuk makhluk-Nya. Kendati demikian, para ulama sepakat, sifat ini termasuk salah satu dari Sembilan puluh Sembilan nama Allah. Tentang sifat ini Al-quran hanya menggunakan rangkaiankata kerja yang tersusun dari drivasi kata Al-Ba’its dimana Allah sebagai pelakunya.


Menurut Prof. quraish Shihab, bagi kita yang hendak meneladani sifat Allah ini, disampig dituntut meyakini keniscahyaan dari kebangkitan, kita harus dapat membangkitkan jiwa kita. Tujuannya agar kita senantiasa hidup dengan akidah yang benar, ilmu pengetahuan yang luas, serta berani memperjuangkan hidup kendati berat sekalipun. Sebab hidup yang tidak pernahdiperjuangkan tidak akan dimenangkan.


Disamping itu, dengan hidupnya jiwa dan raga, kita bisa membangkitkan semangat dan kehidupan orang lain dari yang semula bodoh menjadi rajin belajar.. Dari yang tidak kuat akidahnya menjadi semakin dekat kepada Allah dan dari negeri yang selalu terhina dimata dunia menjadi mulia . dari negeri seribu bencana menjadi negeri yang aman dan sentosa.


Saudaraku mari kita siapkan kematian sebelum hari berbangkit datang. Sebab Allah swt telah berfirman :”Dan tiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang dilangit dan dibumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusan masing-masing)”. (QS. Al-Zumar ; 68).


Apalagi , kata Al-Ghazali dalam karyanya Kimia Al-Sa’adah, akhirat itu begitu mengerikan jika kita tidak mempersipkan bekal , maka kita akan mendapati kesulitan yang perih dan berkepanjangan.


Terakhir, benar kata Abu Baar Sidiq seperti dikutip Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam Nashaaih : “Barang siapa yang masuk kubur tanpa bekal seakan-akan dia mengarungi lautan tanpa kapal.


Semoga tulisan diatas dapat menjadi Ibrah bagi kita semua sebelum kita dipanggil menghadap Allah swt kita paling tidak sudah memersiapkan diri jauh-jauh untuk kehidupan setelah kematian.


Yaitu dengan menjalankan perintah – Nya dan ajaran-Nya yang sudah diturunkan lewat Rasulullah saw. Semoga kita termasuk orang-orang yang mempersipakan bekal untuk kematian kita yang Insaya Allah pasti akan menyusul orang-orang yang sudah lebih dulu meninggalkan kita. Aamiin .  

   
Wallahu ‘alam Bhisawab

( Berbagai Sumber )

Tri Yudiono Publishing https://blogkontenislam.blogspot.com -22 Juli 2018

BUKIT SINAI, SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL

BUKIT SINAI,   SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL Dasbor Kisah Nabi" BUKIT SINAI, SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL “Selaman...