Dasbor "Asmaul Husna"
Tanah Fadak seperti mendidih. Hati penduduk Fadak terasa bergemuruh
sebab tiba-tiba terdengar kabar jika Khaibar jatuh ke pangkuan islam. Dalam
benak penduduk Fadak bila orang Khaibar memiliki benteng dan senjata dapat
dikalahkan kaum muslimin, lantas apa yang mereka gunakan untuk melawan dan
berperang..?.
Kegelisahan penduduk Fadak memang beralasan. Penduduk Fadak bukan warga
pedagang seperti umumnya orang Yahudi Bani Qainuqa, Bani Quaaidhah maupun Bani
Nadhir. Sebaliknya, penduduk Fadak sebagian besarnya adalah petani, orang-orang
yang disibukkan dengan ladang dan kebun kurma. Tapi kegetiran yang melanda
penduduk Fadak itu bisa susut mengingat kelembutan islam yang memperlakukan
orang Khaibar dengan baok – meskipun Khaibar sudah dikalahkan, karena kaum
muslimin masih memberi hak kepada penduduk Khaibar untuk mengolah tanah mereka,
dengan perjanjian bagi hasil separuh untuk orang Khaibar dan separuhnya lagi
untuk kaum muslimin.
Penduduk Fadak pun sepakat memutuskan untuk tidak melawan kaum
muslimin, melainkan memilih menyerah daripada melawan. Tetapi kalau kemudian
kalah akan berakibat lebih buruk. Diperlakukan sebagai musuh yang sudah takhluk.
Jadi, Fadak jatuh ke tangan kaum muslimin tanpa peperangan.
Tapi, setelah penduduk Fadak menyerah, daerah yang menjadi bagian
terbesar adalah kebun yang tak dihuni kaum muslimin. Hanya beberapa orang saja
yang bertugas mengawasi pekerjaan mengelola kebun kurma, terdiri dari kaum
Yahudi setempat. Ketiadaan kaum muslimin yang tinggal di Fadak menjadikan
daerah kosong tersebut dimanfaatkan segerombolan orang dari Bani Murrah untuk
menyusun kekuatan melawan islam.
Ketika Rasulullah saw mendengar kabar itu, beliau… mau tidak mau –
harus bertindak tegas untuk mengamankan Fadak pada satu sisi dan pada sisi lain
untuk memberantas sarang pemberontak. Dalam kesempatan itu, Rasulullah saw
memberangkatkan pasukan tiga puluh punggung unta di bawah pimpinan Basyir
bin Sa’ad.
Tetapi, pasukan kaum muslimin yang diutus Rasulullah saw mengamankan
Fadak itu berujung tragis. Gerombolan Bani Murrah itu berhasil membunuh semua
pasukan kaum muslimin. Kecuali Basyir bin Sa’ad. Sedari awal ,
Basyir melakukan perlawanan dan tidak mau menyerah meski dihadapkan pada
kondisi yang tidak menguntungkan.
Tetapi malang, tak bisa ditolak, untung tak bisa diraih. Basyir tinggal
seorang diri, kehabisan tenaga dan akhirnya berusaha melarikan diri. Rupanya
gerombolan orang dari Bani Murrah itu tidak mau Basyir selamat dan akhirnya
melakukan pengejaran. Tapi, Basyir bisa mengecoh lawan dan berhasil menyusup
kerumah salah seorang Yahudi Fadak yang sudah terikat perjanjian dengan
Rasulullah saw.
Dirumah orang Yahudiitu, Basyir bersembunyi hingga beberapa hari.
Setelah keadaan aman dan mulai mereda Basyir meninggalkan Fadak untuk kembali
ke kota Madinah guna melaporkan tragedy yang menimpa pasukannya itu kepada
Rasulullah saw. Tentu tragedy itu tak pantas dibiarkan. Nabi kemudian memutuskan
untuk menuntut balas atas pembunuhan yang dilakukan oleh Bani Murrah terhadap
kaum muslimin, sekaligus juga untuk mengamankan daerah Fadak dari gerombolan
anti-islam.
Dalam misi menuntut balas itu, Rasulullah memberangkatkan pasukan tak
lebih dari 50 orang yang berada dibawah kepemimpinan Ghalib bin Abdullah.
Turut serta dalam pasukan itu, Usamah bin Zaid.
Sesampai di Fadak, mereka langsung disambut gendering perang oleh
orang-orang Bani Murrah. Pasukan kaum muslimin ternyata lebih tangkas hingga
berhasil menumpas kekuatan musuh.
Tetapi dalam pertempuran itu terjadi peristiwa yang dikenal dalam
sejarah islam, sebuah pembunuhan yang dilakukan oleh Usamah bin Zaid terhadap
seorang musuh yang telah mengucap kalimat syahadat ; La ilaha ilallah, Muhammad
ar-Rasulullah. Konon konon yang yang terbunuh bernama Mirdas bin Nuhail.
Jadi, dalam peperangan itu Mirdas tertangkap oleh pasukan muslimin.
Usamah bin Zaid yang dikenal pemberani , kemudian mengalungkan pedang ke leher
Mirdas. Pedang itu dimata Mirdas berkilau, siap memenggal lehernya dengan
sekali tebasan.
Entah apa yang terbersit dihati Mirdas tatkala pedang yang dikalungkan
di leher Mirdas itu siap memenggal kepalanya. Tapi, diluar dugaan Usamah,
dengan kekuatan yang tersisa Mirdas kemudian mengucapkan kalimat syahadat tepat
disaat pedang Usamah itu berada dileher Mirdas.
Namun, Usamah menganggap ucapan syahadat yang keluar dari mulut Mirdas
itu hanya manis dibibir saja, lantaran Usamah melihat Mirdas mengucapkan
kalimat itu hanya untuk menyelamatkan diri semata tajamnya pedang yang sudah
ada di lehernya [kematian yang segera menjemputnya]. Maka Usamah dengan cekatan
membunuh Mirdas dengan satu tebasan Mirdas tersungkur tertebas pedang Usamah
dan tidak berdaya , tak bergerak dan lantas meninggal dunia dalam keadaan yang
tragis.
Pertempuran untuk membasmi gerombolan anti islam Bani Murrah itu
membuat kaum muslimin bisa menuntut balas atas tindakan orang Bani Murrah yang
membunuh pasukan muslimin dibawah pimpinan Basyir bin Sa’ad. Karena pasukan
kaum muslimin memperoleh lemenangan , setelah penumpasan itu berhasil , Ghalib
bin Abdullah dan pasukan melanjutkan gerakkan pengamanan hingga ke beberapa
kawasan di dekat kota Mekkah.
Di beberapa daerah yang dilewati pasukan muslimin dibawah pimpinan
Ghalib itu, pasukan kaum muslimin berhasil membersihkan tempat-tempat yang
menjadi kantong-kantong persembunyian orang-orang Yahudi. Waktu terus bergulir
dan pada akhirnya pasukan kaum muslimin dibawah pimpinan Ghalib itu harus
kebali ke kota Madinah.
Sesampai di kota Madinah, Usamah bin Zaid melaporka kejadian yang
dilakukan tersebut kepada Rasulullah saw. Sebagaimana dikisahkan sebuah hadits,
Rasulullah murka pada Usamah bin Zaid karena Usamah telah membunuh seorang
pemimpin lascar kafir yang telah terjatuh pedangnya, kemudian dengan wajah
tidak serius ia mengucap syahadat , lalu Usamah membunuhnya. Betapa murkanya Rasulullah
saw saat mendengar kabar itu seraya bersabda ;
“Apa Apa kau membunuhnya padahal ia mengatakan Laa ilaaha ilallah..?!
Usamah ra berkata, “Kafir itu hanya bermaksud ingin menyelamatkan diri wahai
Rasulullah..”.
Rasulullah bangkit dan berdiri dengan wajah merah padam dan membentak,…
“Apakah kau belah sanubarinya hingga kau tahu isi hatinya…?!!
Usamah mundur dan Rasulullah saw terus mengulanginya .
“Apakah kau belah sanubarinya hingga kau tahu isi hatinya…?!!
Usamah ra berkata , “Demi Allah, dengan peristiwa ini aku merasa
alangkah indahnya bila aku baru masuk islam hari ini (tidak pernah berbuat
kesalahan seperti inidalam keislamanku)”.
Lihat Kitab shahih Muslim Bab 41 no. 158 dan hadits yang sama no.259).
Tetai dari peristiwa yang sama tersebut ada riwayat yang lain, bahwa
Usamah bin Zaid membunuh seorang kafir yang sangat kejam setelah kafir jahat
itu mengucapkan La ilaaha ilallah, maka Rasulullah saw memanggil dan bertanya ,
“Mengapa engkau membunuhnya..?. Usamah
menjawab, “Ya Rasulullah dia telah membunuh si fulan dan membantai muslimin,
lantas saat aku angkat pedangku ke wajahnya, maka ia mengatakan Lailaaha
ilallah Rasulullah menjawab, “Lalu kau membunuhnya..?. benar”.
Maka Rasulullah saw bersabda,”Apa yang kau perbuat dengan Laa
ilaaha ilallah bila telah datang hari kiamat..?. Dan beliaupun terus
mengulang-ngulang “. (lihat Shahih Muslim Bab 41 no. 160)
Kemarahan Rasulullah itu benar-benar membuat Usamah bin Zaid seperti
ditikam kesalahan besar seumur hidupnya. Dikemudian hari ia menyesal dan
berjanji tidak akan membunuh orang yang mengucapkan syahadat.
Seperti yang diceritakan, “Demi Allah yang telah mengutus Rasul-Nya
membawa kebenarn, betapa besar mendengar teguran beliau berulang-ulang hingga
aku merasa hilang sudah kesilamanku. Sebab jika pada saat itu akau sadar
sebagai muslim, niscahya orang itu (Mirdas) tidak akan aku bunuh. Aku berjanji
kepada Allah dan Rasulullah saw hingga kapanpun aku tidak akan membunuh orang
yang telah mengucapkan kalimat Laa ilaaha illallah.
(dari berbagai sumber)