Blog Konten Islam

Thursday, 14 June 2018

IHWAL PUASA SYAWAL HADITS DAN HUKUMNYA

IWAL PUASA SYAWAL   HADITS DAN HUKUMNYA


Dasbor "Seputar Puasa"
IHWAL PUASA SYAWAL dan TATA CARANYA..?  
“ Apa saja makna bulan Syawal..?”.
 ”Kenapa ada anjuran puasa sunnah Syawal..”.
“Apa tata cara dalam puasa Syawal..?”.

Syawal adalah bulan ke sepuluh dalam penanggalan Hijriyah. Syawal secara bahasa artinya ‘naik’. Bulan Syawal bisa diartikan bulan naik. Dinamakan demikian karena pada bulan ini bila orang Arab hendak naik unta dipukul belakang unta, ekor unta menjadi naik, sedangkan pada bulan lain tidaklah demikian halnya.

Bagi umat Islam, syawal memiliki makna tersendiri. Pasalnya, pada bulan itu, umat Islam usai menjalankan ibadah puasa satu bulan penuh. Setelah melewati bulan Ramadhan, kita memasuki bulan syawal.

Namun, nyaris tida ada penyambutan terhadap datangnya bulan syawal. Berbeda ketika menyambut bulan Ramadhan, biasanya kita mengucapkan Marhaban ya Ramadhan! Tapi untuk bulan syawal, tidak pernah kita mendengar ucapan Marhaban Ya Syawal ! Padahal, Syawal juga bulan istimewa dan memiliki keutamaan. Inilah beberapa keistimewaan bulan Syawal :

Baca Juga "Adakah Jin Islam"

1.  BULAN KEMBALI FITRAH.
Syawal adalah bulan kembalinya umat Islam kepada Fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah melakukan ibadah Ramadhan sebulan penuh. Paling tidak, tanggal 1 Syawal umat Islam “kembali makan pagi” dan diharamkan berpuasa pada hari itu.


2.  BULAN TAKBIR
Tanggal 1 Syawal, Idul Fitri, seluruh umat Islam diberbagai belahan mengumandangkan takbir. Maka, bulan Syawal pun merupakan bulan dikumandangkan takbir oleh seluruh umat islam secara serentak paling tidak satu malam, yakni begitu malam memasuki tanggal 1 Syawal alias malam Takbiran, menjelang sholat Idul Fitri.


Kumandang takbir merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan ibadah Ramadhan selama sebulan penuh. Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. Maka umat islam pun memperbanyakkan dzikir , takbir, tahmid dan tasbih. “Dan agar kamu membesarkan Allah atas apa-apa yang telah ia memberi petunjuk kepada kamu, dan agar kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan “. (QS. Al-Baqarah : 185)

Baca Juga "Mohammad Natsir Pejuang Sejati Idiologi Islam"


3.  BULAN SILAHTURAHMI.
Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat islam sangat banyak melakukan amaliah silahturahm, mulai mudik kekampung halaman, saling bermaafan dengan teman atau tetangga, halal bi halal, kirim sms dan telepon , dan sebagainya. Betapa Syawal pun menjadi bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah karena umat Islam menguatkan tali silahturahmi dan ukhuwah Islamiyah.


4.  BULAN CERITA.
Syawal adalah bulan penuh ceria. Di Indonesia bahkan identik dengan hal yang serba baru , baju baru, sepatu baru, perabot rumah tangga baru, dan lain-lain. Orang-orang bersuka cita, bersalaman, berpelukkan, bertangis bahagia, mengucapkan syukur yang agung, meminta maaf, memaafkan yang bersalah.


Begitu banyak doa terlempar di udara. Begitu banyak cinta kasih saling diberikan antar seluruh umat manusia. Aura maaf tersebar di seluruh penjuru bumi, nuansa peleburan dosa, nuansa pencarian makna baru dalam hidup.


5.  BULAN PEMBUKTIAN TAKWA.
Inilah makna terpenting bulan Syawal. Setelah Ramadhan berlalu, pada bulan Syawal – lah “pembuktian” berhasil tidaknya ibadah Ramadhan utamanya puasa, yang bertujuan meraih derajat Taqwa.


Jika tujuan itu tercapai sudah tentu seorang muslim menjadi lebih baik kehidupannya dalam berperilaku, lebih shaleh perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesamA, lebih khusyu’ ibadahnya, dan seterusnya. Paling tidak, semangat ibadah dan dakwahnya tidak menurun setelah Ramadhan.


6.  BULAN PENINGKATAN.
Inilah keistimewaan bulan Syawalyang paling utama. Syawal adalah bulan “peningkatan” kualitas dan kuantitas ibadah. Syawal sendiri secaraharfiah artinya “peningkatan” , yakni peningkatan ibadah sebagai hasil training selama bulan Ramadhan.

Umat Islam diharapkan mampu meningkatkan amal kebaikkannya pada bulan ini, bukannya malah menurun atau kembali ke “watak” semula yang jah dari islam.

IWAL PUASA SYAWAL
Amaliah yang ditentukan Rasulullah saw pada bulan Syawal adalah puasa sunah selama enam hari , sebagai kelanjutan puasa Ramadhan lalu diiringi dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh”, (HR. Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, an-Nas’I dan Ibnu Majah)

Redaksi hadits lain menyebutkan,”Allah telah melipat gandakan setiap kebaikkan dengan sepuluh kali lipat . Puasa bulan ramadhan setara dengan berpuasa sebanyak sepuluh bulan. Dan puasa enam haru bulan Syawal yang menggenapkan satu tahun”. (HR. Nas’I dan Ibnu Majah).

PUASA SUNNAH SYAWAL.
Puasa enam hari di bulan Syawal hukumnya sunnah. Imam Abu Hanifah , Syafi’I dan Ahmad menyatakan hukum puasa enam hari pada bulan Syawal adalah sunnah. Istilah Istihbab (disukai atau disunahkan) untuk melaksanakan.

Hal ini dilandaskan pada hadits Nabi berikut ini. Abu Ayyub menyebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda,”Siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dan melanjutkannya dengan enam hari pada bulan Syawal , maka itulah puasa setahun penuh “. (HR. Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tirmidzi).

Abu Umar Ibnu Abdil Barr berkata dalam Iqna’, disunahkan berpuasa enamhari di bulan Syawal , meskipun dilaksanakan dengan terpisah-pisah. Keutamaan tidak akan diraih bila berpuasa diselain bulan Syawal. Seseorang yang berbpuasa enam hari di bulan Syawal setelah berpuasa Ramadhan , seolah-olah ia berpuasa setahun penuh.

Penjelasannya, kebaikkan dibalas dengan sepuluh kali lipat. Bulan Ramadhan laksana sepuluh bulan. Sementara enam hari bagai dua bulan. Maka hitunagnnya menjadi setahun penuh. Sehingga dapat diraih pahala ibadah setahun penuh tanpa kesulitan, sebagai kemurahan dari Allah dan kenikmatan bagi para hamba-Nya.

Hadits dari Tsauban menjelaskan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa berpuasa Ramadhan, satu bulan penuh seperti sepuluh bulan dan berpuasa enam hari setelah hari Idul Fitri, maka itu merupakan kesempurnaan puasa setahun penuh”.

PRAKTIK PELAKSANAANNYA
Ada beberapa hal yang patut diperhatikan terkait dengan pelaksanaan puasa sunnah enam hari dibulan Syawal. Hal-hal tersebut adalah :
1.  Boleh dilakukan tidak berurutan.
Imam an-Nawawi pernah berkata bahwa adalah mustahab (dusunahkan) untuk berpuasa enam hari pada bulan Syawal. Hadits Nabi menyebutkan, “Siapa berpuasa di bulan Ramadhan dan melanjutkan dengan enam hari pada bulan Syawal, maka itulah puasa seumur hidup”. (HR. Muslim, Ahmad, Abu Dawu, dan At-Tirmidzi)


Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa sunnah mustahabah untuk melakukannya secara berurutan pada awal-awal Syawal. Tapi , jika seseorang memisahkannya atau menunda pelaksanaannya hingga akhir Syawal, itu juga diperbolehkan, karena dia masih berada pada makna umum dari hadits tersebut. Kami tidak berbeda pendapat mengenai maslah ini dan inilah juga pendapat Ahmad dan Abu Dawud.


Para ulama Mazhab Syafi’I berpendapat, jelas Imam An-Nawawi,paling afdhal (utama) melakukan puasa Syawal secara berturut-turut (sehari) setelah sholat Idul Fitri. Namun tidak berurutan atau diakhirkan Syawal maka seseorang tetap mendapatkan keutamaan puasa Syawal setelah sebelumnya melakukan puasa Ramadhan sebulan penuh.


Oleh karena itu, boleh setelah Idul Fitri misalnya, baik secara berturut-turut atau tidak, karena dalam hal ini ada kelonggaran. Namun apabila seseorang berpuasa Syawal hingga keluar waktu (bulan Syawal) karena bermalas-malasan maka ia tidak akan mendapatkan ganjaran puasa Syawal.


Apabila seseorang memiliki udzur (halangan) seperti sakit , dalam keadaan nifas, sebagai musafir, sehingga tidak berpuasa enam hari di bulan Syawal, maka boleh orang seperti ini meng-qadha (mengganti) puasa Syawal tersebut di bulan Dzulqadah, hal ini tidak lah mengapa.


2.  Tidak boleh dilakukan jika masih tertinggal dalam Ramadhan.
Para ulama fiqih berpendapat bahwa jika seseorang tertinggal beberapa hari dalam Ramadhan , dia harus berpuasa Qadha terlebih dahulu, lalu baru boleh melanjutkan dengan enam hari puasa Syawal,karena dia tidak bisa melanjutkan puasa Ramadhan dengan enam hari puasa Syawal, kecuali dia telah menyempurnakan Ramadhan-nya terlebih dahulu.


Apa bila seseorang mempunyai tanggungan puasa qadha sedangkan ia ingin berpuasa Syawal juga , manakah yang didahulukan..?. Pendapat ulama masyur dan mayoritas adalah mendahulukan puasa Qadha. Sebab, mendahulukan sesuatu yang wajib daripada yang sunnah itu lebih melepaskan diri dari beban kewwajiban.


Ibnu Rajab berpendapat dalam Lathiiful Ma’arif bahwa barang siapa yang mempunyai tanggungan puasa Ramadhan, hendaklah ia mendahulukan Qadha-nya terlebih dahulu karena hal tersebut lebih melepaskan dirinya dari beban kewajiban dan hal (Qadha) itu lebih baik dari pada puasa sunnah Syawal. Pendapat ini juga disetujui oleh Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam Sarh Mumthi. Pendapat ini sesuai engan makna eksplisit hadits di atas.


Apabila seseorang menunaikan puasa Syawal terlebih dahulu dan masih ada tanggungan puasa, maka puasanyadianggap puasa sunnah mutlak (puasa sunnah biasa) dan tidak mendapat ganjaran puasa Syawal karena kita kembali ke perkataan Nabi Muhammad saw tadi, “Barang siapa berpuasa Ramadhan….”.


Adapun puasa sunnah selain puasa Syawal, maka boleh seseorang mendahulukan dari mengadha puasa yang wajib selama masih ada waktu lapang untuk menunaikan puasa sunnah tersebut. Dan puasa sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Tetapi perlu diingat bahwa menunaikan qadha puasa tetap lebih utama daripada melakukan puasa sunnah. Hal inilah yang ditekankan oleh Syeikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, karena seringnya sebagian orang keliru dalam permasalahan ini.

Kita ambil sebuah contoh dengan sholat dzuhur. Waktu sholat adalah mulai darimatahari bergeser ke barat hingga panjang baying-bayang seseorang sama dengan tingginya. Kemudian ia sholat di akhir waktu misalnya jam 2 karena udzur (halangan). Dalam waktu ini bolehkah orang melakukan sholat sunnah kemudian melakukan sholat wajib..?. Jawabannya boleh, karena waktu sholat masih lapang dan sholat sunnahnya tetap sah dan tidak berdosa. Namun, hal ini berbeda dengan puasa Syawal karena puasa ini disyaratkan berpuasa ramadhan untuk mendapatkan ganjaran seperti berpuasa setahun penuh.

3.  Dilakukan Mulai tanggal 2 Syawal lebih baik
Allah swt berfirman, “Berkata Musa: ‘itulah mereka telah menyusul aku. Dan aku bersegera kepad-Mu, Ya Rabbi, supaya Engkau Ridha kepadau “. (QS. Thaha :84 ) Imam an-Nawawi menjelaskan dalam Syarh Shahih Muslim bahwa memang adhal-nya (lebih utama) adalah berpuasa enam hari secara berturut-turut dan langsung setelah Idul Fitri. Namun, Jika adaorang yang berpuasa Syawal dengan tidak berturut-turut atau berpuasa di akhir bulan, maka dia masih mendapat keutamaan puasa Syawal berdasarkan konteks hadits ini. Inilah pendapat yang masyhur. Jadi berpuasa secara berturut-turut atau tidak baik di awal, ditengah maupun di akhir bulan Syawal,. Sekalipun yang lebih utama adalah bersegera melakukannya berdasarkan dalil-dalil yang berisi tentang anjuran bersegera dalam beramal shalih.

Sebagaimana Allah berfirmn, “Maka berlomba-lombalah kalian dalam kebaikkan “, (QS. Al-Maidah : 48). Dan juga dalam hadits tersebut terdapat lafadz ba’da fithri (setelah hari raya idul fitri), yang menunjukkan selang waktu yang tidak lama.


4.  Tidak Boleh Dilakukan pada Hari raya Idul Fitri.
Puasa Syawal tidak boleh dilakukan tepat pada hari raya Idul Fitri atau pada tanggal 1 Syawal. Hal ini berdasarkan larangan Rasulullah saw yang diriwayatkan dari Umar bin Khatab, yang berkata, Ini adalah dua hari raya yang Rasulullah saw melarang berpuasa di hari tersebut: Hari Raya Idul Fitri setelah kalian berpuasa dan hari raya tatkala kalian makan daging korban kalian ( Idul Adha) (HR. Bukhari da Muslim).


Jika kita berpuasapada tanggal 1 Syawal, yang merupakan Hari Raya Idul Fitri, maka, bukan lagi sunnah yang kita peroleh, melainkan dosa. Pasalnya, berpuasa pada hari Raya hukumnya haram. Tidak boleh dilakuan menurut hadits diatas.


5.  Boleh Berniat Disiang Hari
Permasalahan pertama ini dapat dilihat dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Rasulullah saw pernah masuk menemui keluarganya lalu menanyakan : “Apakah kalian memiliki (yang bisa dimakan..?) “. Maka mereka berkata, “Tidak” Kemudian Rasulullah saw mengatakan “Kalau begitu saya sekarang berpuasa”. Dari hadits ini dapat disimpulkan bahwa seseorang boleh berniat disiang hari ketika melakukan puasa sunnah.


Nabi saw juga terkadang berpuasa sunnah kemudian beliau membatalkannya sebagaimana dikatakan oleh Ummul Mukminin Aisyah dan terdapat dalam hadits yang diriwayatkan An-Nasa’i.

KEISTIMEWAAN IBADAH PUASA SYAWAL
Ibadah puasa Syawal Imam ahmad dan Imam An-Nasa’I meriwayatakan dari Tsauban bahwa Nabi Muhammad saw telah bersabda ,”Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding denga puasa sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal pahalanya) sebanding dengan (puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan puasa selama setahun penuh (HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).

Pahala puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal menyamai pahala selama setahun penuh, karena setiap hasanah (kebaikan) diganjar sepuluh kali lipatnya, sebagaimana telah disinggung dalam hadits Tsauban di atas.

MEMBIASAKAN PUASA setelah RAMADHAN MEMILIKI MANFAAT, DIANTARANYA :

1.  Sebagai Pelengkap.
Puasa enam hari dibulan Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun penuh. Setiap ibadah wajib biasanya ada pelengkapnya. Sebut saja misalnya. Ibadah sholat wajib lima waktu. Sebelum atau sesudah pelaksanaannya ada sholat sunnah Rawatib. Begitu pun dengan puasa Ramadhan. Pelengkap dari ibadah puasa selama sebulan di bulan Ramadhan diisi dengan berpuasa sunnah selama enam hari di bulan Syawal.


2.  Puasa Penyempurna.
Puasa Syawal bagaikan sholat sunnah Rawatib, berfungsi sebagai penyemurna dari kekurangan , karena pada hari kiamat nanti perbuatan-perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunnah.Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi saw dalam berbagai riwayat. Mayoritas puasa fardhu yang dilakukankaum muslimin memiliki kekurangan dan ketidak sempurnaan, maka kita membutuhkan sesuatu yang menutupi dan menyempurnakannya.Puasa enam hari di bulan Syawal  merupakan penyempurnaan dari puasa Ramadhan.


3.  Menandakan Diterimanya Puasa Ramadhan.
Membiasakan puasa setelah bulan Ramadhan menandakan diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila Allah menerima amal seseorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak mengatakan ,”Pahala kebaikkan adalah kebaikkan yang ada sesudahnya”.


Oleh karena itu barang siapa mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama.Demikia pula sebalikny, jika seseorang melakukan sesuatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu merupakan tanda tertolanya amal yang pertama.


4.  Mendatangkan Maghfirah
Puasa Ramadhan sebagaimana disebutan diatas, dapat mendatangkan maghfirah (ampunan dari Allah swt) atas dosa-dosa di masa lain. Orang yang berpuasa Ramadhan akan mendapatkan pahalanya pada hari Raya Idul Fitri yang merupakan hari pembagian hadiah. Maka, membiasakan puasa setelah Idul Fitri merupakanbentuk rasa syukur atas nikmat ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari pengampunan dosa-dosa.


Oleh karena itu , termasuk sebagian ungkapan rasa syukur seorang hamba atas pertolonga dan ampunan yang telah dianugerahkan kepadanya adalah dengan berpuasa setelah Ramadhan. Tetapi jika ia malah menggantinya dengan perbuatan maksiat makaia termasuk kelompok orang yang membalas kenikmatan dengan kekufuran.


Apabila ia berniat pada saat melakukan puasa untuk kembali melakukan maksiat lagi, maka puasanya tidak akan terkabul, ia bagaikan orang yang membangun sebuah bangunan megah lantas enghancurkannya kembal. Allag berfirman, “Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat menjadi cerai berai kembali “. (QS. An-Nahl :92).


5.  Dekat dengan Allah .
Diantara manfaat puasa enam hari di bulan Syawal adalah amal-amal yang dikerjakan seorang hamba untukmendekatkan diri kepada Tuhannya pada bulan Ramadhan tidak terputus  dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia masih hidup. Orang yang setelah Ramadhan berpuasa bagaikan orang yang cepat-cepat kembali dari pelariannya, yakni orang yang baru lari dari peperangan fisabilillah (dijalan Allah) lantas kembali lagi. Sebab, tidak sedikit manusia yang berbahagia dengan berlalunya Ramadhan sebab mereka merasa berat, jenuh dan lama berpuasa Ramadhan.


Barang siapa yang merasa demikian maka sulit baginya untuk bersegera kembali melaksanakan puasa, padahal setelah Idul Fitri merupakan buktikecintaan terhadap ibadah puasa, ia tidak merasa bosan dan berat apalagi benci. Seorang ulama dimasa Tabi’in  (pasca sahabat nabi) ditanya tentang kaum yang bersungguh-sungguh dalam ibadahnya  pada bulan Ramadhan tetapi jika Ramadhan berlalu mereka tidak bersungguh-sungguh lagi.


Ulama itu lalu berkomentar “Seburuk-buruk kaum adalah yang tidak mengenal Allah secara benar kecuali di bulan Ramadhan saja , padahal orang sholih adalah beribadah dengan sungguh-sungguh disepanjang tahun”.


Oleh karena itu sebaiknya orang yang memiliki hutang puasa Ramadhan memulai membayarnya di bulan Syawal , karena hal itu mempercepat proses pembebasan dirinya dari tanggugan hutangnya. Kemudian dilanjutkan dengan enam hari puasa Syawal, dengan demikian ia telah melakukan puasa Ramadhan dan mengikutinya dengan enam hari puasa di bulan Syawal.


Ketahuilah, amal perbuatan seseorang mukmin itu tidak ada batasnya hingga maut menjemputnya. Allah berfirman, “Dan sembahlah Tuhanmusampai datang kepadamu yang diyakini (ajal) (QS. Al-Hajr :99)


Perlu diingat pula bahwa sholat-sholat dan puasa sunnah serta sedekah yang dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah pada bulan Ramadhan adalah disyariatkan sepanjang tahun, karena hal itu mengandung berbagai macam manfaat, diantaranya ; ia sebagai pelengkap dari kekurangan yang terdapat pada fardhu , merupakan salah satu factor yang mendapatkan mahabbah (kecintaan) Allah kepada hamba-Nya, sebabterkabulnya doa, demikian pula sebagai sebab diahpusnya dosa dan dilipatgandakan pahala kebaikan dan ditinggikan kedudukan.


Nabi bersabda, “Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan, kemudianmengikutinya puasa sunnah enam hari dibulan Syawal, maka dia akan mendapatkan pahala seperti puasa setahun penu “.


Hadits yang agung ini menunjukkan keutamaan puasa sunnah enam hari di bulan Syawal, yang ini termasuk karunia agung dari Allah kepada hamba-hamba-Nya, dengan kemudahan mendapatkan pahala puasa setahun penuh tanpa adanya kesulitan yang berarti.


Ada beberapa mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits diatas. Pahala perbuatan baik akan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali lipat, karena puasa Ramadhan ditambah puasa enam hari di bulan Syawal menjadi tiga puluh enam hari, pahalanya dilipatgandakan sepuluh kali menjadi tigaratus enam puluh hari , yaitu sama dengan puasa satu tahun penuh (tahun hijriyah).


Keutamaan ini  adalah bagi orang-orang yang telah menyempurnakan puasa Ramadhan sebulan penuh dan telah meng-qadha (membayar) hutang puasa Ramadhan jika ada, berdasarkan sabda Nabi saw diatas “Barang siapa yang telah berpuasa di bulan Ramadhan ..”, maka bagi yang mempunyai hutang puasa  Ramadhan diharuskan menunaikan atau membayar hutang puasanya dulu, kemudian baru berpuasa Syawal.


Meskipun demikian, barang siapa yang berpuasa Syawal sebelum membayar utang puasa Ramadhan, maka puasanya sah, tinggal membayar kewajiban hutang puasa Ramadhan.. Lebih utama jika puasa enam hari di bulan Syawal ini dilakukan berturut-turut, karena termasuk bersegera dalam kebaikkan, meskipun dibolehkan dilaksanakan tidak berturut-turut.


Lebih utama jika puasa ini dilakukan segera setelah hari raya Idul Fitri, karena termasuk bersegera dalam kebaikan, menunjukkan kecintaan kepada ibadah puasa serta tidak bosan mengerjakannya, dan supaya nantinya tidak timbul halangan untuk mengerjakannya jika ditunda.


Melakukan puasa Syawal menunjukkan kecintaan seorang muslim kepada ibadah puasa dan bahwa ibadah ini tidak memberatkan dan membosankan, dan ini merupakan pertanda kesempurnaan imannya. Ibadah-ibadah sunnah merupakan penyempurna kekurangan ibadah-ibadah yang wajib , sebagaimana ditunjukkan dalam hadits-hadits yang shahih. Ibadah puasa Syawal menandakan diterimanya suatu amal ibadah oleh Allah swt, adalah dengan giat melakukan amal ibadah lain setelahnya.

 ( Berbagai Sumber )

Tri Yudiono Publishing https://blogkontenislam.blogspot.com - Juni 2018

Wednesday, 13 June 2018

SUNAH NABI SAW SAAT IDUL FITRI

SUNAH   NABI SAW SAAT IDUL FITRI

Dasbor "EDUCASI ISLAM"

SUNAH  NABI  SAW
SAAT  IDUL  FITRI

“Berhari Raya dengan adab yang dianjurkan Rasulullah saw “.”
Sebentar lagi Hrai Raya Idul Fitri. Agar Idul Fitri benar-benar bermakna , sebaiknya seorang muslim memperhatikan adab berhari Raya. Rasulullah saw telah memberi contoh dan teladan tentang adab berhari raya. Dalam Kitab Mausuu’atul Aadaab Al-Islaamiyyah, Syekh Abdul Aziz bin Fathi As-Sayyid Nada menjelaskan adab berhari raya secara rinci. Lalu apa saja adab yang perlu diperhatikan saat hari Raya Idu Fitri :

Baca Juga "Cara Mudah Menghafal Al-Quran"

Pertama : Niat yang benar Niat yang benar adalah dasar semua urusan.
Kedua : Mandi,. Pada Hari Idul Fitri hendaknya setiap muslim mandi dengan bersih.
Ketiga : Memakai wewangian. Saat akan sholat Idul Fitri , hendaknya setiap muslim memakai weangian dan dalam keadaan bersih.

Keempat : Memakai pakain baru jika seseorang mampu dan ini tidak wajib dan jika tidak bisa paling tidak memakai pakaian terbaiknya dan ini salah sat sunnah nabi.
Kelima : Mengeluarkan zakat fitrah sebelum melaksanakan sholat.
Keenam : Memakan kurma sebelum berangkat dari rumah pada hari raya Idul Fitri. Dalam semua hadits yang diriwayatkan Ath-Thabrani , Rasulullah saw sebelum berangkat sholat pada hari Raya Idul Fitri memakan kurma terlebih dahulu. Dalam riwayat lain disebutkan Nabi saw, tak berangkat sholat Idul Fitri kecuali setelah makan , sedangkan kalau beliau tidak makan pada hari Raya Idul Adha , kecuali setelah pulang dan makan dari hewan kurbannya (HR.Tirmidzai)

Baca Juga "Bagaimana Menjadi Guru Sejati"


Ketujuh : Bersegera menuju tempat sholat. Pada Hari Raya Idul Fitri hendaknya setiap musim bergegas menuju tempat dilakukannya tempat sholat Id.

Kedelapan : Keluarnya wanita ketempat sholat. Menurut Syekh Sayyid Nada, wanita dianjurkan untuk keluar menuju tempat sholat walaupun sedang haid. Sehingga mereka dapat menyaksikan dan mendapat kemuliaan hari raya serta merasakan kebahagiaan bersama orang lain. Meski begitu hendanya wanita yang haid memisahkan dari tempat sholat. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Bukhari-Muslim , Nabi saw memerintahkan gadis-gadis pingitan , anak-anak serta wanita haid yang menyaksikan kebaikkan dan dakwah kaum mukminin hendaklah mereka memisahkan diri dari tempat sholat.

Kesembilan : Anak-anak juga keluar untuk sholat. Menurut Syekh Sayyid Nada, hendaknya anak-anak ikut keluar sehingga mereka ikut merasakan kebahagiaan hari Raya Idul Fitri bersenang-senang dengan pakaian yang Baik (pengertian disini tidak harus baru) keluar ketempat sholat, dan menyaksikan jamaah muslimin walaupun mereka tidak sholat karena masih kecil.

Kesepuluh : Keluar untuk sholat dengan berjalan kaki untuk sholat termasuk sunnah.Sebagaimana Nabi saw keluar pada hari raya dengan berjalan kaki sholat tanpa adzan dan iqamat dan pulang berjalan kaki melalui jalan lain yang sebelum dlewati waktu berangkat.

Kesebelas :Bertakbir sampai ke tempat sholat. Disunnahkan bertasbih mulai dari keluar rumah sampai ketempat sholat. Hal ini menunjukkan syiar Islam.
Keduabelas : Bersilaturahim. Menjalin silaturahim wajib  pada setiap waktu. Namun semakin dianjurkan pada saat hari raya Idul Fitri. Sehingga semua anggota keluarga bisa senang dan bisa merasakan kebesaran Hari Raya Idul Fitri.

Ketigabelas : Saling bertukar hadiah dan makanan. Sudah menjadi tradisi, pada hari raya setiap tetangga bertukar makanan dan hidangan. Bahkan dianjurkan untuk memberikan hadiah bagi mereka yang tak mampu.

6 Amalan Sunnah Nabi  SAW di Hari Idul Fitri 
Ada beberapa amalan sunnah yang bisa dilaksanakan untuk meraih dan kesempatan dalam mengikuti sunnah yang dianjurkan oleh Nabi Muhamad saw. 
MAKAN SEBELUM SHOLAT
Dari Anas bin Malik , ia berkata, “Rasulullah saw tidak keluar di hari raya Fitri sebelum beliau makan beberapa kuram”

MANDI PAGI
Pada hari raya Idul Fitri itu, umat Islam dianjurkan mandi. Seseorang bertanya kepada Ali ra tentang mandi. Ali menjawab : “Mandilah setiap hari jika kamu mau” Ia menjawab: “ Tidak, mandi yang itu benar-benar mandi” Ali ra berkata : “Hari Jum’at, Hari Arafah, Hari Idul Adha dan Hari Idul Fitri “. ( HR.AL-Baihaqi)

BERPAKAIAN RAPI
Pada hari id itu, dianjurkan memakai pakaian yang terbaik yang dimiliki d, bersih rapi dan bagus. Ummu Athiyyah berkata, “Rasulullah saw memerintahkan kami mengeluarkan para gadis , haid dan pingitan. Adapun yang haid , mereka menjauhi sholat dan menyaksikan kebaikkan dan dakwah atau doa kaum muslimin. Aku berkata, “Ya Rasulullah saw, seorang diantara kami ada yang tak punya jilbab” Belia menjawab, “”Hendaklah saudaranya memakaikan (meminjamkan) jilbabnya kepada saudara nya”. (HR.Bukhari dan Muslim).

JALAN KAKI
Ali bin Abi Thalib berkata: “Termasuk perbuatan sunnah , kamu keluar mendatangi sholat id dengan berjalan kaki”. [HR.Tirmidzi]. Selain , hal lain yang disunnahkanadalah bertakbir saat berjalan ketempat sholat.

SHOLAT ID DAN MENDENGARKAN KHUTBAH
Umat islam disunnahkan untuk menunaikan sholat jamaah Id dan kemudian ikut mendengarkan khutbah dari Abdullah bin Saib Ia, “Aku menyaksikan bersama Rasulullah saw sholat Id ketika beliau selesai sholat, beliau berta, “Kami berkhutbah barang siapa yang ingin duduk untuk ingin mendengarkan khutbah duduklah barang siapa yang ingin pergi silahkan”. (HR. Abu Daud dan An-Nasa’i).

PULANG LEWAT JALAN BERBEDA
Dari Jabir Dia berkata, “Nabi SAW apabila di Hari Id beliau mengambil jalan yang berbeda “. (HR. Al-Bukhari)

( Berbagai Sumber )


Wallahu ‘alam Bhisawab
Tri Yudiono Publishing https://blogkontenislam.blogspot.com - Juni 2018

https://blogkontenislam.blogspot.com/2018/05/cara-mudah-menghafal-al-quran.html

MEMAHAMI MAKNA LEBARAN

MEMAHAMI  MAKNA LEBARAN

DASBOR "Educasi Islam"

MEMAHAMI
MAKNA  LEBARAN

“Lebaran adalah istilah jawa untuk menyebut hari raya. Kata yang bersifat lokalini seketika menjelma menjadi nasional tidak hanya orang jawa, orang diluar jawa pun terkadang menyebut hari raya dengan kata lebaran. Lalu, apa sih makan sebenarnya lebaran itu..?”
Berdasarkan linguistik (ilmu bahasa) ternyata tidak ada keterangan dan rujukan yang baku. Sehingga istilah “lebaran” diterima sebagai ungkapan khusus yang ada begitu saja serta hidup didalam keseharian masyarakat luas. Kamus Besar Bahasa Indonesia pun mengartikan kata “lebaran”sebagai Hari Raya umat islam yang jatuh pada tanggal 1 Syawal setelah menjalankan ibadah puasa dibulan sebelumnya (Ramadhan), Hari Raya ini disebut dengan Idul Fitri “, sedangkan “Lebaran Besar” adalah istilah untuk menandai hari raya Idul Adha atau disebut juga “Lebaran haji”.

Tidak, namun banyak yang bersepakat bahwa Lebaran merupakan istilah jawa dari ungkapan “wis bar (sudah selesai ) “, maksudnya sudah selesai menjalankan ibadah puasa. Kata “bar” sendiri adalah pendek kata dari “lebar” yang artinya “selesai”. Bahasa Jawa memangsuka memberikan akhiran “an” untuk suatu kata kerja. Misalnya kata “bubar” yang diberi akhiran an menjadi “bubaran” yang umumnya menjadi konotasi jamak. Kata “bubar” sendiri adalah bentuk populer / rendah dari kata “lebar”.

Seperti diketahui bahasa Jawa mengenal tingkatan bahasa yang berbeda dan berlaki untuk kelompok masyarakat tertentu. Kata “bubar” dan “lebar” maknanya sama , tetapi kata “bubar” digunakan oleh masyarakat awam , sedangkan kata “lebar” digunakan oleh priyayi atau bangsawan sebagai istilah yang lebih halus atau lebih sopan.

Baca Juga "Mantan Pegawai Bank Jadi Pemulung"

Jadi ungkapan “wis bar” bentuk singkat ungkapan “wes bubar” yang berlaku untuk masyarakat awam. Sdangkan ungkapan “sampun lebar” digunakan oleh golongan masyarakat yang lebih tinggi tingkatan sosialnya. Selanjutnya kata “lebar” diserap kedalam Bahasa Indonesia dengan akhiran “an” sehingga menjadi istilah umum yang kita kenal sekarang yaitu “Lebaran “. Artinya kurang lebih,”Perayaan secara bersama dengan handai taulan setelah selesai menjalankan ibadah puasa”.

Adajuga yang mengartikan lebaran dengan lebar, lebur, luber, labor. Lebar artinya kita akan bias Lebaran dari kemiskinan. Lebur artinya lebur dari dosa, Luber artinya luber dari pahala, Luber dari keberkahan, Luber dari rahmat Allah swt. Sedangkan Labur artinya bersih sebab bagi orang yang benar-benar melaksanakan ibadah puasa, makna hati kita akan dilabur menjadi putih bersih tanpa dosa.

Makanya wajar kalau mau lebaran rumah-rumah banyak yang dilabur  hal ini mengandung arti pembersihan zahir di samping pembersihan batin yang telah dilakukan.
Meski berasal dari bahasa jawa , namun orang jawa sendiri menggunakan istilah lebaran ini, umumnya digunakan istilah “sugeng riyadin” yang artinya “selamat hari raya” sebagai suatu ungkapan sopan atau halus dan “riyoyo” yang merupakan bentuk kasar atau rendah-nya. Kalau kata kerja jamaknya bisa diduga menggunakan akhiran “an” yaitu “riyoyoan” alias merayakan hari raya” Selain itu ada ungkapan lain yang menyebut hari raya yang maknanya sedikit berbeda yaitu “bada” yang berasal dari serapan bahasa Arab “ba’da” artinya setelah. Sehingga riyoyoan juga berarti Bada’an yang bermakna, “perayaan setelah berpuasa di bulan suci Ramadhan.”.

Ucapan “Sugeng Riyadin” biasanya kemudian diikuti dengan ungkapan permohonan maaf “nyuwun pangaksami” (halus) atau nyuwun pangapunten (kasar) “sedaya kelepatan” (segala kesalahan). Sdangkan akalau anak muda biasa to the point “sepurane yo” (maafkan ya).

Yang banyak menggunkan istilah “Lebaran” justru masyarakat Betawi, menurut mereka istilah “Lebaran” berasal dari kata “lebar” yang maknanya luas yaitu sebagai gambaran keluasan hati atau kelegaan setelah keberhasilan menunaikan ibadah puasa selama sebulan penuh di bulan suci Ramadhan dan kegembiraan dalam menyambut perayaan hari kemenangan dan karena bersilaturahim dengan sanak saudara dan handai taulan.

Terlepasa dari tidak adanya asal-usul kata yag jelas tentang lebaran, yang penting bagi kita, adalah mengisi hari Lebaran atau hari raya dengan sholat Id , hala bi halal saling memaafkan , silaturahim ke tetangga dan sanak keluarga dan sebagainya. Dengan begitu , hari lebaran pun kita lakukan dengan penuh makna.

REMAJA  BERTAKBIR
Saat aanak-anak dan remaja dulu, Asep seringkali mengikuti takbir keliling yang dilaksanakan oleh masjid Al-Ikhlas desa Dukuh Jeruk , Karangampel, Indramayu. Seringkali pula dia terbuka, Asep ditemani beberapa teman. Sese orang  teman memegang bedug, satunya lagi memainkan alat music yang lain dan dia yang memimpin takbiran. Mereka berkeliling kampung , yang dimulai dari halaman masjid dan kembali lagi kesana.

Apa yang mereka rasakan saat ini..? Adalah sebuah kegembiraan. Rasanya , rasa lapar dan dahaga karena sebulan penuh berpuasa berbalas dengan hanya waktu semalam. Dan takbiran itu tidal berhenti ketika mobil yang mengantar mereka sampai halaman masjid, tapi diteruskan didalam masjid sampai larut malam.

Bagi mereka, para remaja, takbiran (apalagi takbir keliling) sangat menyenangkan. Ini bukan saja momentum seorang remaja dalam menyiarkan keagungan Allah ke khalayak ramai, tapi juga momentum terbaik bagi mereka dalam berekspresi. Dibandingkan mereka mengisi malam Hari raya dengan berbagai kegiatan yang tidak berguna, seperti menyalakan petasan, mercon, berpacaran, dan sebagainya. Maka, adanya tradisi takbir keliling yang diisi oleh remaja merupakan sesuatu kegiatan yang sangat berguna bagi mereka sebagai pembentukkan mental dan spiritual mereka ketika dewasa kelak.

Sayang, takbir keliling kadang diwarnai sesuatu yang tidak menyenangkan. Misalnya, sebagian kelompok yang ikut takbir keliling kadang ada yang membawa petasan atau mercon. Sepanjang jalan, mereka menyalakan dan meledakannya sehingga membuat bising telinga orang lewat. Bahan peserta takbir keliling sendiri kadang merasa terganggu. Tapi,memang watak remaja, terkadang sudah diingatkan dan dikasih tahu. Mereka ikut takbir keliling kadang hanya untuk mencari “sensasi” semata tidak benar-benar berniat mengagungkan asma-asma Allah.

Itulah catatan penting yang harus diperhatikan ketika mengadakan takbir keliling. Tidak itu saja, perlunya ketertiban dan kerapihan saat  konvoi juga harus diperhatikan.Pengendara motor yang ikut juga takbir keliling tidak jarang saling kebut-kebutan dan saling susul menyusul dengan temannya sendiri. Akibatnya ada beberap kejadian mereka senggolan dan akhirnya terjadi kejelakaan.

Kondisi itulah yang membuat Gubernur Jakarta Non – aktif Jokowi pernah melarang takbir keliling di Kota Jakarta. Dia mengkhawatirkan akan terjadinya kecelakaan jika dilakukan takbir keliling. Karena itu ia menyatakan untuk takbiran di masjid atau mushalla-mushalla saja. Kecuali jika takbir keliling itu disertakan petugas keamanan kepolisian , maka lelaki yang dulu masih mencabat Gubernur DKI itu memperbolehkan.

Selain memperhatikan soal keamanan, takbir keliling juga harus memperhatikan soal kemacetan. Jangan sampai takbir keliling memadati jalanan sehingga menyulitkan pengguna jalan lain ketika lewat. Jadi harus benar-benar dilakukan secara rapih , teratur dan damai.

TIDAK PERLU DILARANG
Terlepas niat baik serta lalsan pak Jokowi saat itu yang melarang takbir keliling , saya pikir tradisi ini harus tetap dijalankan, apapun kondisinya. Tidak boleh dengan alasan dengan menghindari kecelakaan , takbir keliling kemudian dilarang.Pasalnya jika alasannya demikian maka kitapun bisa melarang seorang yang berjalan dipinggir jalan raya karena takut kesruduk motor atau mobil. Jadi, efek yang tidak terlalu besar jangan kemudian menjadikan sebahalasan untuk melarang yang asal.

Atas dasar itulah, Wakil Sekjen MUI Tengku Zilkarnaen merespon keras kebijkan Jokowi diatas. “Alasan pelarangan takbir keliling ini sama saja pembangkangan terhadap ajaran islam. Kalu dilarang ini pengerdilan agama Islam”. Ujarnya.

Menurut dia, takbir keliling termasuk salah satu sunnah dalam ajaran islam. Karena perayaan malam lebaran tidak hanya sekedar dilakukan di mushalla dan masjid bisa juga dilakukan di jalan demi syiar. Karena itu, ia sangat keberatan kalau sampai dilarang.

Ia mengatakan, jika takbir hanya diizinkan dilakukan di mushalla, sama saja polisi mengurung umat islam . Itu lantaran Islam sebagai mayoritas agama masyarakat Indonesia tapi tidak lagi bebas disyiarkan. Tentu hal ini menggelitiknya lantaran tidak adil jika gerak-geriknya kaum muslimin malah dibatasi ketika menyambut perayaan Hari Raya Idul Fitri.

Tengku mengingatkan, kepolisian hendaknya mencabut larangan dengan takbir keliling. Kalau tidak, bisa muncul opini negative kalau Polri melakukan pandang bulu dalam mengeluarkan kebijakan. Karena pada malam tahun baru, seluruh masyarakat tumpah ruah kejalan malah tidak dilarang. Bahkan Jokowi sampai ikut larut dalam perayaan tahun baru. Karena itu ia menilai aneh ketika umat islam merayakan tahun baru Islam cenderung dibatasi, “Polri seperti mengkrangkeng umat islam, tapi membiarkan umat lain bebas merayakan malam tahun baru”, kritik Tengku.

Ia mengaku bisa memahami ada masyarakat yang berbuat kurang baik ketika melakukan takbir keliling di jalan raya. Namun hal ini lebih baik dikoordinasikan dengan ulama. Pengurus masjid maupun ketua RT/RW setempat. Sehingga masyarkat yang ingin mengekspresikan perayaan pemyambutan Lebaran bisa menjalankan dengan baik.

Dengan koordinasi yang baik dan langkah antisipatif , kata dia, segala hal yang negates yang muncu bisa ditangani dengan baik. Hal itu sudah dicontohkan semasa Kepala Polda Metro Jaya Untung S Rajab yang mau bekerjasama dengan seluruh komponen umat Islam. Sehingga pada masa itu tidak ada larangan bagi kaum Muslimin yang ingin menggelar takbir keliling “Ibaratnya kami ingin supaya tertib agar hal negative bisa diminimalisir, bukan dibeangus seperti sekarang”, ujar Tengku.

BERSEMANGATLAH..!
Terlepas dari semua itu, takbiran (tidak harus keliling) harus terus menggema di masjid atau mushalla. Ramaikan malamlebaran dengan gema dan suara pengagungan Asma Allah, Allahu Akhbar, Allahu akhbar, Allahu Akhbar walilahilhamd Jangan sampai asma-asma Allah itu keselip atau terkubur dengan suara petasan atau mercon.

Bagi remaja, tergeraklah hati kalian untuk melangkah ke masjid atau mushalla. Raih speaker dan dendangkanlah asma-asma Allah itu dengan suara yang sedang (tidak harus berteriak). Kalau bisa remaja yang bersuara merdu (qari) yang melakukannya. Meski bagaimanapun, seorang qari, akan lebih enak didengar suaranya dibandingkan orang biasa.

Takbiran adalah sunnah Rasulullah saw. Jauh hari Rasul pun menyuruh kita untuk bertakbir saat tiba hari Lebaran. Ibnu Abi Syaibah meriwaytakan bahwa Nabi SAW keluar rumah menuju lapangan kemudian beliau bertakbir hingga tiba di lapangan. Beliau tetap bertakbir sampai sholat selesai. Setelah menyelesaikan sholat, beliau menghentikan takbir (HR. Ibnu Abu Syaibah dalam Mushannaf 5621).

Bahkan dalam Ayat suci Al-Quran Allah berfirman, “…Hendaklah kamu mencukupkan bilangan puasa dan hendaklah kamu mengagungkan Allah (bertakbir) atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu” (QS.Al-Baqarah :185).

Ayat diatas menganjurkan kita bertakbir ketika memasuki Hari Raya, setelah puasa selesai . Karena itu gemakanlah masjid, mushalla dan tempat-tempat lainnya untuk bertakbir. Untuk para remaja khususny, jadikanlah malam Hari Raya ini sebagai momentum latihan sekaligus pembekalan mental religious kalian.

Jangan ragu melangkah ke tempat-tempat ibadah untuk melantunkan asma-asma Allah dalam bentuk takbiran. Jaga kebiasaan ini dan hidupkan tradisi ini , meski tak harus dilakukan secara berkeliling. Jika tidak dimulai dari masa remaja, kapan lagi..?. Semoga Hari Raya ini menjadi berkah buat kita semua Amiiiiiin
 ( Berbagai Sumber )
Tri Yudiono Publishing https://blogkontenislam.blogspot.com - 14 Juni 2018

Tuesday, 12 June 2018

TIPS RAYAKAN IDUL FITRI YANG BENAR

TIPS   RAYAKAN IDUL FITRI YANG BENAR

Dasbor "Educasi Islam"

TIPS  RAYAKAN  
IDUL FITRI YANG BENAR

Puncak pencapaian selama menjalani ibadah Ramadhan ditandai dengan hadirnya Hari kemenagan pada 1 Syawal. Seluruh muslim di penjuri dunia, saat itu larut dalam rasa syukur atas “keberhasilan” menjalani ritual ibadah selama sebulan penuh. Rasa bahagia pun mengalir kepada setiap makhluk Allah karena ampunan dan segenap kebaikkan begitu besar tercurah selama Ramadhan.

Kesuka-citaan ini lah yang menyebabkan seluruh kaum muslimin seantero dunia memiliki tradisi perayaan Idul Fitri. Ada yang sederhana, adapula yang cukup meriah melewati seperti yang kaprah terjadi di Indonesia selama ini.Ini bisa kita lihat dengan beragamnya cara orang di setiap daerah merayakan lebaran.

Namun seiring itu kemeriahan rentan dimanfaatkan pada pemilik modal besar. Kemeriahan hari raya begitu identik dengan pakaian baru dan hidangan serba lezat, alih-alih mereka hadir menawarkan bunga-bunga diskon untuk memperlancarperayaan lebaran. Dan iniah yang kemudian menjerat kaum perempuan khususnya kaum ibu.
Sebagai manajer rumah tangga, ibu begitu lekat berhadapan dengan realita ini. Sehingga terasa sulit bagi mereka mengikis tradisi Menyambut Lebaran tanpa pakaian baru dan selama Ramadhan diisi dengan makanan ala kadarnya seperti hari-hari biasa. Sambil itu mereka harus terampil mengatasi lonjakkan harga kebutuhan pokok dan barang-barang lain sepanjang Ramadhan dan Idul Fitri.

Namun disisi lain, tak sedikit mereka terbujuk budaya kapitalisme dengan iming-iming belanja murah , tawaran diskon dan berbagai macam godaan-godaan emosi. Budaya konsumtif yang sengaja diciptakan kaum kapitalis tersebut membentuk orang berlaku boros. Jika terus dibiarkan, lambat laun akan mengganggu keseimbangan kebutuhan. Untuk itulah, perlu control dan pengendalian diri , apalagi menyambut bulan puasa dan Idul Fitri. Sebab esensi dari puasa itu sendiri adalah pengendalian diri, termasuk dalam hal berbelanja, harus ada kontrol sesuai kebutuhan.

MENYUSUN ANGGARAN
Susah menolak dari budaya konsumtif jelang lebaran, ada baiknya kita perhatikan hal-hal berikut :
1.   Susunlah daftar kepeluan belanja. Baik konsumsi untuk menyambut tamu lebaran atau perlengkapan lain kebutuhan lebaran.Seperti pakai, kosmetik, dan obat serta perabot rumah tangga lainnya.
2.   Pisahkan antara kebutuhan rutin hidup sehari-hari dengan kebutuhan rutin pada saat puasa dan lebaran.
3.   Menu harian keluarga harus juga diatur dengan biak, dan upayakan agar tidak berbelanja saat hari puasa.
4.   Cari tempat perbelanjaan yang tepat, efektif waktu dan tenaga, juga menyediakan barang-barang keperluan lengkap.
5.   Jangan tergiur dengan bom diskon.
6.   Jeli memeriksa barang yang akan dibeli . Periksa masa kadaluwarsa makanan dan minuman teliti pula terhadap kerusakkan atau cacat pakaian yang akan di beli sebelum dibaya pulang dan akhirnya tidak bisa dikembalikan.

PERSIAPAN RITUAL BERLEBARAN.
Selain soal anggaran perkara ibadah yang menjadi esensi dalam menjalani bulan suci tentu saja tidak boleh luput dari perhatian. Esensi ibadah justru merupaka alasan dasar mengapa setiap kita perlu mempersiapkan diri menyongsong merayakan Ramadhan dan hari Raya .

Lebaran bukan menjadi penanda bahwa setiap kita telah berhasil menakhlukkan kewajiban puasa tarawih, berzakat dan sebagainya.Bukan juga untuk menjadi mengingat bahwa setelah Ramadhan berakhir kita diperkenankan untuk bersukacita penuh kebahagiaan.

Baca Juga "Larangan Ilmiah Mencabut Uban"

Lebih dari iu, dalam segala sesuatu, suasana, senang maupun susah, setiap kita diperintahkan untuk tak boleh lengah memerhatikan kualiatas dan kuantitas ibadahnya. Sebagaimana, bilamana ibu mampu mengahdirkan suasan penuh kebahagiaan, kegembiraan, nan meriah kala lebaran, maka iapun, harus mampu menjaga nilai-nilai spirirtual begitu lebaran tiba.

Untuk itu ada baiknya Muslimah , para ibu maupun kaum remaja perempuan memperhatikan aspek=aspek berikut :
1.   Niat Yang Benar.,
Seorang muslim wajib berniat yang benar dalam segala persoalan terutama yang berkaitan dengan hari raya seperti niat keluar rumah untuk sholat seperti yang dilakukan Nabi Muhammad saw.

2.   Mandi
Mandi disunnahkan sebab seorang muslim saat berlebaran akan merayakan dengan kaum mmuslim lainnya sehingga upaya interaksi sosial ini akan lebih terasa menyenangkan bila dalam keadaan bersih dan wangi. Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. Bahwa ia mandi pada hari raya Idul Fitri sebelum berangkat ke tempat sholat (HR. Malik dalam kitab Al-Muwatha)

3.   Memakai wewangian
Hal ini di sunnahkan

4.   Memakai pakaian baru.
Jika seseorang mampu disunnahkan memakai pakaian baru Hari Raya Idul Fitri. Hal itu menunjukkan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Allah swt dan menunjukkan kegembiraan pada Hari Raya. Ibnu Umar ra memakai pakaian terbaiknya pada kedua Hari Raya (HR.Bukhari)

5.   Mengeluarkan Zakat Fitrah sebelum melaksanakan Sholat
Sesuai dengan ajaran Rasulullah saw seorang muslim hendaknya mengeluarkan zakat fitrah sebelum sholat untuk menggembirakanfakir miskin dan orang yang membutuhkan pada hari Id tersebut tersebut. Rasululah sawmemerintahkan untuk mengeluarkan zakat fitrah sebelum orang-orang keluar untuk sholat (Bukhari – Muslim)

6.   Memakan kurma sebelum berangkap dari rumah pada Hari Raya Idul Fitri
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ath-Thabrani, Rasulullah saw sebelum berangkat sholat pada hari raya Idul Fitri memakan kurma terlebih dahulu. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Nabi SAW tidak berangkat sholat Idul Fitri kecuali setelah makan. Sedangkan beliau tidak makan pada hari Raya Idul Aha kecuai setelah pulang dan makan dari hewan kurbannya (HR At-Tirmidzi)

7.   Bersegera Menuju tempat Sholat
Pada hari Raya Idul Fitri hendaknya setiap muslim bergegas menuju tempat sholat Id

8.    Keluarga wanita, anak-anak ke tempat sholat
Mereka dianjurkan menuju ketempat sholat sekalipun kaun wanita yang sedang haid, sehingga dapat menyaksikan dan mendapatkan kemuliaan hari raya serta merayakan serta merasakan kebagiaan bersama orang lain. Namun, mereka hendaknya memisahkan diri dari tempat sholat. Karena Nabi saw memerintahkan gadis-gadis pingitan, anak-anak, serta anita haid untuk keluar, sebagaimana diriwayatkan Bukhari dan Muslim.

9.   Keluar Berjalan kaki dan takbir
Nabi Muhammad saw pada hari Raya dengan berjalan kaki, sholat tanpa adzan dan iqamat dan pulang berjalan kaki melalu jalan yang berbeda dari sebelumnya (HR. Ibnu Majah). Hal ini dilakukan sepanjang tidak memberatkan.

10. Bersalaman dan saling mengucapkan selamat diantara orang yang sholat

11.      Bersilaturahim
Menjalin silaturahim setiap waktu. Namun namun hal ini semakin dianjurkan saat Hari Raya Idul Fitri sehingga semua anggota keluarga bisa senang dan bisa merasakan kebesaran Hari Raya itu.

12.      Saling bertukar hadiah dan makanan.
Sudah menjadi tradisi bila hari Raya tetangga bertukar makanan dan hidangan. Bahkan dianjurkan untuk memberikan hadiah bagi mereka yang tak mampu.
Tata cara yang disarankan Syaikh Abdul Aziz yang tertuang dalam Al-Mausuu’atul Aadaab ini sangat lekat dengan tradisi berlebaran yang berlangsung di Indonesia. Oleh karena itu ada baiknya, pandangan-pandangan yang tertuang diatas dapat dilaksanakan.Tak lain agar laku ibadah kita di hari raya semakin baik dan bermakna.

Lepas dari semua itu pada hakikatnya hari Raya Idul Fitri adalah hari yang tidak harus identik dengan makanan yang tersaji dimeja dan berbelanja makanan serta baju baru yang sudah mentradisi di Indonesia melainkan hakikat Idul Fitri adalah sebuah peningkatan amal ibadah kita kepada Alla swt sesuai dengan pengertian Syawal itu sendiri yang berarti peningkatan yang dalam hal ini kita harus memakaninya bulan ini dengan bulan peningatan amal ibadah kita dan tidak kembali mengumbar nafsu – nafsu kita kembali.

Semoga kita bisa mengambil hikmah dan makna di bulan Syawal yang juga penuh berkah ini

Selamat Hari Raya  Idul Fitri

 ( Berbagai Sumber )
Tri Yudiono Publishing https://blogkontenislam.blogspot.com - 13 Juni 2018

BUKIT SINAI, SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL

BUKIT SINAI,   SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL Dasbor Kisah Nabi" BUKIT SINAI, SAKSI KEKUFURAN BANI ISRAEL “Selaman...