Dasbor"Rahasia Illahi 1"
NASIB JURAGAN
BERTANGAN BESI
“Lelaki setengah baya itu harus
mengerahkan tenaga ekstra, dan kali ini sudah lubang galian kedua kalinya. Sama
seperti yang pertama, semula lancar-lancar saja. Namun setelah penggalian dapat
setengah, mendadak ada batu kali besar berwarna hitam di dalam lubang“.
Peluh bercucuran di muka kang Bejo. Dua
jam sudah berlalu ia mencangkul tanah kuburan, dibantu Toha dan Sayuti secara
bergantian. Namun, apa yang mereka kerjakan sia-sia, sangat berat. Entahlah,
mereka juga tidak tahu mengapa bisa demikian. Kali ini mereka merasa seperti
menggali liang lahad yang bukan biasanya.
Lelaki setengah baya itu kembali menyeka pelu yang
dimukanya rasanya baru kali ini pekerjaan sebagai tukang gali kubur begitu
menyulitkan. “Praak..! Praak..!”, Suara godam beradu batu-batu besar.
Pecahan-pecahan batu-batu kecilnya dipungut kemudian dikumpulkan disekitar
galian. Berulang kali mereka menggodam batu besar itu. Namun hasilnya belum
tampak. Ketiganya heran seraya beradu pandang.
“Aduh.. bagaimana ini kang..?. Sepertinya berat banget”
keluh Toha.
“Aku juga heran kok bisa seperti ini, padahal ini yang
sudah kedua kalinya setelah galian pertama kali tadi, kita juga gagal
menuntaskannya karena kasus serupa”, tambah sayuti.
“Bisa-bisa stress kita semua”, tambah Toha. Kang Bejo
diam, tak menyahut ia hanya menyeka peluhnya lagi. Lalu melanjutkan
pekerjaannya. Lirih terdengar dari mulutnya kata, “Basmallah”.
“Praak..! Praak..! Praak…!”, kembali suara godam beradu
dengan batu. Lelaki setengah baya itu harus mengerahkan tenaga ekstra keras.
Ini sudah lubang galian yang kedua kalinya mengalami hal serupa. Sama seperti
yang pertama kali tadi. Semula, sewaktu menggali lancar-lancar saja tak ada
kendala berarti. Namun setelah penggalian dapat setengah, mendadak ditemukan
batu kali besar berwarna hitam didalam lubangnya. Batu ini tidak bisa
dipindahkan begitu saja, melainkan harus dikepras agar galian dapat
dilanjutnkan.
Kedua temannya memperhatikan. Melihat-lihat barang kali
batu besar itu bisa segera disingkirkan agar penggalian liang lahat cepat
selesai. Namun setelah berupaya berpuluh-puluh menit, mereka mulai putus asa.
“Astagfirullah….! Baru besar ini sulit dipecahkan”, Kang Bejo bicara sambil geleng-geleng kepala,
“Sekarang giliranmu Yut”. Sayuti turun ke liang lahad menggantikan kang Bejo
Godam kembali dipukulkan pada batu besar yang ada di liang lahad. Dengan susah
payah, Godam itu coba m memecah batu. Namun sia-sia pemuda itu menyerah.
“Sudahlah Kang ..! Ayo kita gali ditempat lain. Kalau
diteruskan tenaga kita bakal habis terkuras. Kita sudah berjam-jam disini,
jangan sampai jenazah datang liang lahad yang kita persiapkan belum jadi.
Mudah-mudahan galian yang ketiga kita nangti berhasil”, usul Sayuti.
Dua teman Sayuti mengangguk pertanda setuju. Akhirnya
mereka memulai lagi membuat galian ditempat lain. Kali ini, galian yang ketiga
berjalan lancar sesuai dengan harapan.
“Alhamdulillah, mudah-mudahan apa yang baru kita alami cukup
sekali saja. Besok-besok jangan lagi ada yang seperti ini lagi”. Ucap syukur
kang Bejo karena pekerjaan karena pekerjaan berat yang menyita tenaga super
ekstra itu selesai juga.
Keras Seperti Batu.
Hari minggu itu memang ada
seorang warga kampung Setinggi meninggal. Namanya darmo. Sebagian besar
didaerah yang berekatan dengan tempat tinggal darmo sudah tahu betul perilaku
orang yang meninggal tersebut.
Makanya saat terdengar kabar
meninggalnya, banyak orang bersikap biasa bahkan tidak sedikit yang kurang
respek. Hanya ada sebagian warga yang tetap datang untuk bertaksiah sebagai
penghormatan terakhir kepada keluarganya.
Darmo sebelumnya menderita
penyakit cukup lama. Berbulan-bulan berbagai cara, baik medis maupun
alternative untuk mencari kesembuhan sudah dicoba.Namun rupanya tak seperti
yang diharapkan. Sampai-sampai harta kekayaan satu per satu harus terjual untuk
pengobatannya.
Untungnya keluarganya mau
mengurusi segala keperluannya sampai Minggu dini hari itu dipastikan ia telah
menghembuskan nafas terakhir.
Kabar meninggalnya Darmo
berhembus dari satu mulut ke mulut lainnya. Kerabatnya berdatangan dan sebagian
warga kampun. Nah saat jenazah hendak dibersihkan oleh kerabat yang hendak
memandikan. Terpampang pemandangan yang janggal. Sebab badan jenzah begitu
keras saat dipegang dibagian perut dan anggota tubuh lainnya. Dan saat diangkat
terasa begitu berat.
Sampai orang-orang membopong
jenazah tersebut meminta bantuan kepada yang lain untuk mengangkat
bersama-sama. “Aku heran, tadi sewaktu aku mau membopongnya perutnya kuraba dan
kutekan sedikit, eh keras sekali.Seperti batu.Aku juga tidak mengerti mengapa
bisa demikian. Begitu juga aku juga merasakan hal yang aneh tatkala hendak
memindahkan nya ketempat pemandian rasanya berat sekali Padahal sudah dibopong
oleh beberapa orang. Makanya tadi aku meminta ada yang membantunya lagi agar
jenazah tersebut tidak sampai terjatuh”, Hadi (35 thn) mengisahkan.
BERTANGAN BESI.
Di kampung setinggi, Darmo (60 thn) adalah seorang
juragan tanah. Awalnya ia membeli tanah dengan harga murah, namun setelah
menjadi miliknya tanah tersebut dijual dengan harga yang membumbung tinggi
beberapa bulan atau beberapa tahun kemudian. Tanahnya bertebaran dibeberapa
tempat.
Biasanya, dari keuntungan bisnisnya ia segera cari lahan
lagi yang murah. Caranya ia menghampiri orang-orang yang membutuhkan uang
cepat, terlilit hutang, supaya mau merelakan tanahnya untuk dijual dan Darmo
menyanggupi pembayaran secara kontan. Dengan kelincahannya merajuk, tidak
sedikit orang yang mau melepaskan tanahnya.
Dari sini mungkin ada masalah berarti. Namun yang patut
disayangkan dari sifat Darmo adalah darmo kerap mencaplokm tanah yang
berbatasan dengan tanah yang dibelinya jika pemiliknya lengah. Ia pindahkan
patok miliknya lebih melebar beberapa centimeter. Tahu-tahu setelah beberapa
bulan, barulah si pemilik tanah sadar merasa bahwa tanahnya makin berkurang.
Darmo pandai bersilat lidah. Apabila ada orang yang
protes soal batas patoknya ia malah balik bertanya , “Dengan buti apa bapak
mengatakan bahwa saya melebarkan patok ketanah bapak, sementara patok punya
saya sejak saya beli tetap posisinya seperti itu../.
Yang ditanya biasanya sulit menjawab. Pasalnya ia memang
tidak mempunyai butkti otentik soal luas tanah tersebut, maklumlah umumnya
penduduk kampung itu tak pernah memperhatikan soal status tanah bersertifikat
atau tidak. Mereka hanya mewarisi peninggalan orang tua, tanpa disertai bukti
kepemeilikkan tanah.
Kelemahan warga inilah yang sering dimanfaatkan Darmo
yang merasa lebih tahu apa konskwensi yang bakal diterima oleh orang apabila
tidak memiliki sertifikat. Namun satu dua orang tetap saja ada yang melawannya
karena merasa di dzalimi. Mereka menolak tanah miliknya dicaplok oleh Darmo
sekalipun hanya beberapa sentimeter saja karena Darmo tak berhak.
Tangan besi inilah yang digunakan dan yang ditakuti
warga. Mereka tidak berani melawannya. Akhirnya mereka pun menyerah dan merelakan
tanahnya yang diklaim sebagai tanah Darmo.
Disadari atau tidak, tindakan Darmo jelas bertolak
belakang dengan kemuliaan agama. Banyak hadits Rasulullah saw. Menyinggung
larangan berbuat zalim, “Takutlah kamu akan berbuat dzalim ! Karena perbuatan dzalim
itu menyebabkan kegelapan di hari Kiamat” (HR. Bukhary dan Muslim).
Sabdanya yang lain dalam hadits Qudsi,Allah berfirman, “Wahai
hambaku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan kedzaliman atas diri-Ku dan Aku
telah menetapkan haramnya (kedzaliman itu) di antara kalian, maka janganlah
kalian saling berlaku Dzalim “.
Hadits-hadits diatas secara tegas menyebutkan larangan
perbuatan dzalim untuk diri-Nya sendiri dan tentu mengharamkan perbuatan
kedzaliman dilakukan oleh semua manusia pada umumnya.
(seperti yang dikisahkan oleh Bejo
kepada Penulis, semua tempat dan nama dalam iktibar sengaja disamarkan).
(Wallahu A’lam Bisshawab)
No comments:
Post a Comment