“ Hijab
satar sering diartikan sebagai penghalang,penutup atau selubung. Dilihat dari
makna dasar ini,maka apa pun yang berfungsi sebagai penutup atau penghalang
sesuatu bisa disebut hijab,misalnya kain yang menutup meja makan atau casing
computer dan hanphone ”.
Tetapi hijab yang dimaksud disini adalah
kaitannya dengan pakaian yang menutup aurat kita,khususnya aurat perempuan.Pada
beberapa negara berbahasa Arab serta negara-negara barat kata hijab lebih
sering merujuk kepada kerudung yang digunakan oleh wanita muslim. Namun, dalam
keilmuan islam, hijab lebih tepat merujuk kepada tatat cara berpakaian yang
pantas sesuai dengan tuntunan agama.
Baca Juga "Tragedi Berdarah Malam Pengantin"
Baca Juga "Tragedi Berdarah Malam Pengantin"
John L. Espositi dalam Ensiklopedi Oxford ; Dunia Islam Modern, menulis bahwa sulitnya
mendapatkan padanan tunggal dalam bahasa Arab dari Hijab, maka hijab sering
didentikkan dengan :burqu, ‘abayah, tharhah,, burnus, jilbab, dan milayah.
Pakaian seperti ‘abayahArab dan burnus Maghribi (Maroko) cenderung sangat mirip
bagi laki-laki maupun perempuan.
SEJARAH
Hijab bukanlah tradisi asli orang Arab. Praktek menutup wajah (sebagian
atau seluruh) ini merupakan warisan dari kerajaan Bizantium – Yunani,
Sassaniyah – Persia dan Mesopotamia kuno. Pada masa pra-Islam, Di Arab barat
daya sendiri, hijab hanya ditemukan si suku Banu Ismail dan Banu Qathan
sementara di Mesir kuno, tradisi ini mulai berkembang pada masa kerajaan Ramses
II (dinasti ke-20).
Di Mesopotamia kuno, hijab merupakan symbol tentang kebaikkan.
Perempuan yang baik diharuskan memakai hijab saat menikah untuk membedakan
dirinya dengan perempuan budak dan kotor. Jadi perempuan yang mengenakan hijab
merupakan suatu kebanggaan luar biasa, karena dikategorikan sebagai perempuan
yang shalehah.
Menurut hokum Asyria, pelacur dan budak dilarang memakai hijab, dan
mereka yang didapati secara mengenakannya dapat dihukum dengan berat. Jadi
hijab tidak saja untuk menandakan kebangsawanan melainkan juga membedakan
perempuan “terhormat” dengan perempuan “tercela”.
Dari Bizantium Yunani, Persia dan Mesopotamia, tradisi hijab kemudian
merasuk keagama Kristen dan Yahudi hingga mengalami perkembangan yang
signifikan. Dari sini lalu menyebar ke orang Arab kelas perkotaan dan akhirnya ke
orang-orang kota umumnya.
Di Mesir abad pertengahan, tradisi hijab terjadi di kalangan kaum
Yahudi Mesir . Saat itu ditandai dengan pemisahan masuk kuil melalui pintu yang
berbeda anatara laki-laki dan perempuan.
Di kalangan perkotaan Arab Islam sendiri, hijab mulai dipraktekkan
secara luas dinegara Turki. Saat itu hijab merupakan pertanda derajat dan gaya
hidup ekslusif. Pada abad kesembilan belas, perempuan muslim dan Kristen kelas
atas perkotaandi Mesir mengenakan habarah yang terdiri atas rok
panjang , tutup kepala dan burqu’ kain tipis empat persegi
transparan berwaran putih yang dipakai dibawah mata,yang menutup mulut, hidung
bagian bawah, dan menjuntai hingga dada. Pada kesempatan berduka, dikenakan
hijab tipis hitam disebut bisha.
bACA jUGA "Rahasia Anggaran Muslim"
bACA jUGA "Rahasia Anggaran Muslim"
HIJAB
YANG BENAR
Pada dasarnya Al-Quran tidak pernah menerangkan secara khusus arti
hijab dalam kaitannya sebagai pakaian wanita Muslimah. Kata hijab yang disebut
Al-Quran, merujuk pada pengertian lain diluar konteks berpakaian. Misalnya QS.
Ahzab [33} : 53 yang artinya “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan. Dan jika kamu meminta
sesuatu (keperluan) kepada mereka (istri-istri Nabi), mintalah dari belakang
hijab. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka”.
Ayat diatas mengartikan hijab dalam konteks etika sosial, khususnya
etika bertamu antara para sahabat. Nabi dengan istri-istri Nabi. Para sahabat
yang hendak menemui istri-istri Nabi di rumahnya, dianjurkan untuk memakai
hijab (pemisah). Jadi hijab disini tidak ada kaitannya sama sekali dengan konteks
berpakaian.
Ayat lain yaitu QS. Al-Syura [42]:51 juga menjelaskan kata hijab dalam
konteks lain. Meski kata hijab di dalam ayat ini dijelaskan dalam konteks yang
nyarissam dengan QS. Ahzab [33]:53 yaitu pemisah atau dari balik tabir, tetapi
kata hijabpada QS. Al-syura ayat 51 ini diartikan dengan konteks etika
pewahyuan. Maksudnya, bahwa Allah sekali-kali tidak tidak akan berbicara dengan
manusia sekalipun seorang Nabi meski dalam rangka pewahyuan kecuali melalui
pemisahan (hijab).
Begitu juga kata hijab dalam QS. Al-A’raaf [7] :46, QS. Fushilat [41]
:5, QS. Al-Isra’ [17] : 45 dan QS. Shad [38] :32, diartikan dalam kerangka yang
lain, bukan dalam konteks berpakaian.
Tafsir tentang hijab didalam Al-Quran dalam kaitannya berpakaian
muslimah justru ditemukan dalam ayat yang menceritakan tentang khimar (tutup
kepala) atau jilbab. Ayat – ayat ituadalah sebagai berikut :
Pertama QS. Nur [24] :30-31 yang artinya :
“Katakanalah kepada laki-laki agarmenahan pandangannya dan memelihara
kemaluannya ; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Dan katakanlah kepada
perempuan beriman agar menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, serta
tidak menampakkan perhiasan kecuali yang (biasa) tampak darinya, dan menutup
khimar kedalam dadanya, dan untuk tidak menampakkannya kecuali kepada
suaminya”.
Kedua QS. Al-Ahzb [33] :59 yang artinya :
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan
istri-istri orang mukmin. “Hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka keseluruh
tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, agar
mereka tidak diganggu “.
Terlepas dari tidak adanya ayat Al-Quran yang menjelaskan secara khusus
tentang hijab dalam konteks berpakaian muslimah yang menutup aurat, yang jelas,
bagi orang wanita muslimah yang hendak mengenakan hijab, hendaklah
memperhatikan beberapa catatan dari Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani.
Menurutnya, seorang wanita yang mengenakan hijab harus memenuhi syarat
seperti : hijab itu harus menutup seluruh anggota tubuhnya kecuali muka dan
tangan, bukan berfungsi sebagai perhiasan (tidak boleh berlebihan), tidak boleh
tipis atau transparan, dan tidak boleh ketat dan terlepas dari itu semua yang
paling penting niatnya bukan sekedar untuk bergaya-gaya saja melainkan
menunaikan perintah pada ayat
Jika syarat-syarat ini dipenuhi, maka hijab itu sudah dianggap benar.
Semoga para wanita muslimah memperhatikan hal ini dan dalam mengenakannya tida
salah niat karena sesuatu apapun yang kita lakukan bahkan beramal sholeh pun
kalau salah niatnya pasti tidak akan menuai keridhaan Allah swt. Maka dari itu
yang paling penting disini diniatkan yang benar semoga kaum hawa bisa meniatkan
semua ini dengan benar bukan sekedar memakai jilbab sebagai pemanis belaka
tanpa memahami makna dan arti yang terkandung didalamnya, Amiiiiin.
No comments:
Post a Comment